Laporan Pendahuluan Dan Konsep Asuhan Keperawatan pada Asfiksia
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Asfiksia adalah salah satu penyebab mortalitas dan morbiditas bayi
baru lahir dan akan membawa berbagai dampak pada periode neonatal. Menurut
National Center For Health Statistics (NCHS), pada tahun 2002, asfiksia menyebabkan
14 kematian per 100.000 kelahiran hidup di Amerika Serikat. Di dunia, lebih
dari 1 juta bayi mati karena komplikasi asfiksia neonatorum.
Berdasarkan studi pendahuluan penulis di Dinas Kesehatan Aceh
tentang Jumlah Kematian Bayi di Provinsi Aceh 2011-2013, ada 826 bayi (0-1
tahun) meninggal pada tahun 2011. Jumlah itu meningkat menjadi 982 bayi pada
tahun 2012 dan bertambah menjadi 1.241 bayi pada tahun 2013. 30% diantara
bayi-bayi tersebut meninggal akibat Asfiksia, 25% Berat badan lahir rendah (BBLR)
dan 10% akibat kelainan kongenital. Sedangkan pada tahun 2013 ; peneliti
memperoleh data dari bidang Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) Dinas Kesehatan Kota
Langsa jumlah kematian neonatus yang disebabkan oleh asfiksia berjumlah 7
kasus, Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) 12 kasus, kelainan kongenital 1 kasus
dan lain-lain 1 kasus dengan jumlah kelahiran 3.128, pada tahun 2014 terjadi
peningkatan dimana; jumlah kelahiran 3.344 bayi, kematian neonatus 33 kasus,
dengan penyebab asfiksia 14 kasus, BBLR 13 kasus, meningitis 1 kasus, dehidrasi
1 kasus dan kelainan kongenital 2 kasus.
Tingginya kasus kematian bayi akibat asfiksia salah satunya bisa
diakibatkan karena kurangnya pengetahuan, sikap dan ketrampilan bidan dalam
penanganan asfiksia pada bayi baru lahir. Untuk mengurangi angka kematian
tersebut dibutuhkan pelayanan antenatal
yang berkualitas, asuhan persalinan normal dan pelayanan kesehatan
neonatal oleh bidan yang berkompeten terutama memiliki pengetahuan, sikap dan
keterampilan manajemen asfiksia pada bayi baru lahir. (Depkes, RI, 2011)
Sehubungan
dengan masih tingginya kejadian asfiksia yang ditemukan serta besarnya resiko
yang ditimbulkan sehingga penulis termotivasi untuk membahas lebih lanjut
Melalui makalah dengan judul Asuhan Keperawatan Pada BBL dengan Asfiksia.
B.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas merumuskan
pernyataan masalah “Bagaimanakah
asuhan keperawatan pada BBL dengan Asfiksia ?”.
C.
Tujuan
1.
Tujuan umum
Mampu menerapkan asuhan keperawatanpada BBL dengan
Asfiksia.
2.
Tujuan Khusus
a.
Mampu mangkaji asuhan kepeawatanpada BBL dengan
Asfiksia
b.
Mampu merumuskan diagnosa asuhan kepeawatanpada BBL
dengan Asfiksia
c.
Mampu merencanakan asuhan kepeawatanpada BBL dengan
Asfiksia
d.
Mampu melaksanakan asuhan kepeawatanpada klien anak dengan
tubercolusis paru.
e.
Mampu mengevaluasi asuhan kepeawatanpada BBL dengan
Asfiksia
f.
Mampu mendokumentasikan asuhan kepeawatanpada BBL
dengan Asfiksia
D. Manfaat
Menjelaskan bahwa hasil penulisan
makalah bermanfaat memberikan sumbangan pemikiran atau memperkaya
konsep-konsep, teori-teori terhadap konsep asuhan keperawatan pada BBL dengan
Asfiksia
1.
Bidang akademik
Sebagai sumber informasi dan bahan bagi Akademik dalam
meningkatkan mutu pendidikan pada masa yang akan datang pada bidang
keperawatan.
2.
Rumahsakit
SebagaimasukanbagiperawatdalamrangkamengambilkebijakanuntukmeningkatkanmutupelayanankesehatankhususnyapadaBBL dengan
Asfiksia
3.
Klien dan
Keluarganya
Dapatmeningkatkanpengetahuankeluargatentangbagaimanamerawatpasien BBL dengan
Asfiksia khususnyadalammemenuhikebutuhandasarnya.
4.
Penulis
Penulisdapatmemperolehpengetahuandanpengalamandalammemberikanasuhankeperawatansertamengaplikasikanilmu
yang telahdiperolehselamakuliah
BAB II
KONSEP MEDIS ASFIKSIA
KONSEP MEDIS ASFIKSIA
A. Definisi
Asfiksia pada bayi baru lahir (BBL) menurut IDAI (Ikatatan Dokter
Anak Indonesia) adalah kegagalan nafas secara spontan dan teratur pada saat
lahir atau beberapa saat setelah lahir yang ditandai dengan hipoksemia,
hiperkarbia dan asidosis. (Prambudi, 2013)
Asfiksia
adalah keadaan dimana bayi tidak bernapas secara spontan dan teratur segera
setelah lahir keadaan tersebut disertai dengan hipoksia, hiperkapnu dan sampai
keasidosis (Hidayat. 2008 : 198)
B.
Klasifikasi
Menurut Mochtar (2008),
klasifikasi klinis asfiksia dibagi dalam 2 macam, yaitu sebagai berikut :
1.
Asfiksia Livida yaitu
asfiksia yang memiliki ciri meliputi warna kulit kebiru-biruan, tonus otot
masih baik, reaksi rangsangan masih positif, bunyi jantung reguler, prognosis
lebih baik.
2.
Asfiksia Pallida yakni
asfiksia dengan ciri meliputi warna kulit pucat, tonus otot sudah kurang, tidak
ada reaksi rangsangan, bunyi jantung irreguler, prognosis jelek.
Berdasarkan penilaian klinis asfiksia terbagi atas :
1.
Bayi normal (nilai Apgar 10)
2.
Asfiksia ringan (7-9)
Dalam hal ini bayi dianggap sehat dan tidak memerlukan
tindakan khusus.
3.
Asfiksia sedang (4-6)
Penanganan memerlukan resusitasi segera secara aktif
dan pemberian oksigen sampai bayi dapat bernafas normal.
4.
Asfiksia berat (0-3)
Pada pemeriksaan fisik ditemukan frekuensi jantung
kurang dari 100 kal/menit, tonus otot buruk, dan kadang- kadang pucat, refleks
tidak ada. (Ghai, 2010)
Lima kriteria Skor Apgar (Ghai, 2010)
Kriteria
|
Nilai 0
|
Nilai 1
|
Nilai 2
|
Appearance
(warna kulit)
|
seluruhnya biru atau pucat
|
warna kulit tubuh normal merah muda ,
tetapi kepala dan ekstermitas kebiruan (akrosianosis) |
warna kulit tubuh , tangan , dan kaki
normal merah muda , tidak ada sianosis |
Pulse
(denyut jantung)
|
tidak teraba
|
<100
kali/menit
|
>100
kali/menit
|
Grimace
(respons refleks)
|
tidak ada
respons terhadap stimulasi
|
meringis/menangis lemah ketika di stimulasi
|
meringis/bersin/batuk saat stimulasi saluran napas
|
Activity
(tonus otot)
|
lemah/tidak
ada
|
sedikit
gerakan
|
bergerak
aktif
|
Respiration
(pernapasan)
|
tidak ada
|
Lemah, tidak teratur
|
menangis kuat, pernapasan baik dan teratur
|
C. Etiologi
Keadaan dimana asfiksia terjadi
karena kurangnya kemampuan fungsi organ bayi seperti pengembangan paru-paru.
Proses terjadinya asfiksia neonatorum ini dapat terjadi pada masa kehamilan,
persalinan atau segera setelah bayi lahir.
Penyebab asfiksia menurut (
Mochtar, 1989 ) :
1.
Asfiksia dalam kehamilan
a.
Penyakit infeksi akut
b.
Penyakit infeksi kronik
c.
Keracunan oleh obat-obatan bius
d.
Uraemia dan toksemia gravidarum
e.
Anemia berat
f.
Cacat bawaan
g.
Trauma
2.
Asfiksia dalam persalinnan
a.
Kekurangan O2
1)
Partus lama ( CPD, rigid serviks dan
atonia/ansersi uteri )
2)
Ruptur uteri yang memberat, kontraksi
uteri yang terus menerus mengganggu sirkulasi darah ke uri
3)
Tekanan terlalu kuat dari kepala anak
keplasenta
4)
Prolaps fenikuli tali pusar akan
tertekan antara kepala dan paggul
5)
Pemberian obat bius terlalu banyak dan
tidak tepat pada waktunya
6)
Pendarahan banyak : plasenta previa dan
solution plasenta
7)
Kalau plasenta sudah tua : postmaturitas
( serotinus ), disfungsi uteri
b.
Paralisis pusat pernafasan
1)
Trauma dari luar seperti oleh tindakan
forceps
2)
Trauma dari dalam : akibat obat bius
Sedangkan
manurut ( Betz et al, 2001 ).Asfiksia
dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu :
1.
Faktor ibu
a.
Hipoksia ibu
Dapat terjadi karena hipoventilasi akibat pemberian
obat analgetik atau anestesi dalam, dan kondisi ini akan menimbulkan hipoksia
janin dengan segala akibatnya.
b.
Gangguan aliran darah uterus
Berkurangnya aliran darah pada uterus akan menyebabkan
berkurangnya aliran oksigen keplasenta dan juga kejanin, kondisi ini sering
ditemukan pada gangguan kontraksi uterus, hipotensi mendadak pada ibu karena
perdarahan, hipertensi pada penyakit eklamasi.
2.
Faktor Plasenta
Pertukaran gas antara ibu dan janin dipengaruhi oleh
luas dan kondisi plasenta, asfiksia janin dapat terjadi bila terdapat gangguan
mendadak pada plasenta, misalnya perdarahan plasenta, solusio plasenta
3.
Faktor fetus
Komprasi umbilikus akan mengakibatkan terganggunya
aliran darah dalam pembuluh darah umbilikus dan menghambat pertukaran gas
antara ibu dan janin. Gangguan aliran darah ini dapat ditemukan pada keadaaan
tali pusat menumbung, melilit leher, kompresi tali pusat antara jalan lahir dan
janin.
4.
Faktor neunatus
Depresi pusat pernafasan pada bayi baru lahir dapat
terjadi kareana beberapa hal yaitu pemakaian onat anestesi yang berlebihan pada
ibu. Trauma yang terjadi saat peralinnan misalnya perdarahan intra kranial,
kelainnan kongenital pada bayi misalnya hernia diafragmatika, atresia atau
stenosis saluran pernafasan, hipoplasia paru.
D. Manifestasi Klinis
Menurut Nurarif 2013 tanda dan gejala asfiksia :
1.
Asfiksia berat
a.
Frekuensi jantung < 40 x / menit
b.
Tidak ada usaha napas
c.
Tonus otot lemah bahkan hampir tidak ada
d.
Bayi tidak dapat memberikan reaksi jika
diberikan rangsangan
e.
Bayi tampak pucat bahkan sampai berwarna
kelabu
f.
Terjadi kekurangan yang berlanjut sebelum atau sesudah
persalinan
2.
Asfiksia sedang
a. Frekuensi
jantung menurun menjadi 60-80 x / menit
b. Tidak
ada usaha napas
c. Tanus
otot lemah bahkan hampir tidak ada
d. Bayi
tidak dapat memberikan reaksi jika dirangsang
e. Bayi
tampak pucat bahkan sampai berwarna kelabu
f. Terjadi
kekurangan yang berlanjut sebelum atau
sesudah persalinan
3. Asfiksia
ringan / tanpa asfiksia
a. Takipnea
napas > 40 x / menit
b. Bayi
tampak cyanosis
c. Adanya
retaksi sela iga
d. Adanya
pernapasan cuping hidung
e. Pada
pemeriksaan aultulkasi diperoleh ronchi, rates, wheezing
f. Bayi
kurang aktivitas
Tanda dan gejala asfiksia antara lain :
1.
Pada Kehamilan
a.
Denyut jantung janin lebih cepat dari 160 x/mnt atau
kurang dari 100 x/mnt, halus dan ireguler serta adanya pengeluaran mekonium.
b.
Jika DJJ normal dan ada mekonium : janin mulai
asfiksia
c.
Jika DJJ 160 x/mnt ke atas dan ada mekonium : janin
sedang asfiksia
d.
Jika DJJ 100 x/mnt ke bawah dan ada mekonium : janin
dalam gawat
2.
Pada bayi setelah lahir
a.
Bayi pucat dan kebiru-biruan
b.
Usaha bernafas minimal atau tidak ada
c.
Hipoksia
d.
Asidosis metabolik atau respirator
e.
Perubahan fungsi jantung
f.
Kegagalan sistem multiorgan
g. Kalau sudah mengalami perdarahan di otak maka ada gejala neurologik :
kejang, nistagmus, dan menangis kurang baik/ tidak menangis.
h.
Bayi tidak
bernapas atau napas megap-megap, denyut jantung kurang dari 100 x/menit, kulit
sianosis, pucat, tonus otot menurun, tidak ada respon terhadap refleks rangsangan.
E. Patofisiologi
Bila janin
kekurangan O₂ dan kadar CO₂ bertambah, timbulah rangsangan terhadap nervus vagus
sehingga DJJ ( Denyut Jantung Janin ) menjadi lambat jika kekurangan O₂ terus berlangsung maka nervus vagus tidak dapat
dipengaruhi lagi. Timbulah kini rangsangan dari nervus simpatikus sehingga DDJ
menjadi lebih cepat akhirnya ireguler dan menghilang. Janin akan mengadakan
pernafasan itrauterin dan bila kita periksa kemudian terdapat banyak air
ketuban dan mekonium dalam paru, bronkus tersumbat dan terjadi atelaktasis.
Bila janin lahir, alveoli tidak berkembang.
Apabila
asfiksia berlanjut, gerakan pernafasan akan ganti, denyut jantung mulai
menurun. Sedangkan tonus neuromuskuler berkurang secara berangsur-angsur dan
bayi memasuki periode apneu primer. Apabila bayi dapat bernafas kembali secara
teratur bayi mengalami afiksia ringan.
Jika
berlanjut, bayi akan menunjukkan pernafasan yang dalam, denyut jantung terus
menerus disebabkan karena terjadi metabolisme anaerob yaitu glikolisis glikogen
tubuh yang sebelumnya diawali dengan asidosis respiratorik karena gangguan
metabolisme asam basa, biasanya gejala ini terjadi pada asfiksia sedang –
berat, tekanan darah bayi juga mulai menurun dan bayi akan terlihat lemas
(flascid). Pernafasan makin lama makin lemah sampai bayi memasukki periode
apneu sekunder. Selama apneu sekunder, denyut jantung, tekan darah dan kadar O₂ dalam darah (PaO₂) terus
menurun. Pada paru terjadi pengisian udara alveoli yang tidak adekuat sehingga
menyebabkan resistensi pembuluh darah paru. Sedangkan diotak terjadi kerusakan
sel otak yang dapat menimbulkan kematian atau gejala sisa pada kehidupan bayi
selanjutnya. Bayi sekarang tidak bereaksi terhadap rangsangan dan tidak akan
menunjukan upaya pernafasan secara spontan.
Gangguan
pertukaran gas atau pengangkutan O₂ selama
kandungan/persalinan ini akan mempengaruhi fungsi sel tubuh dan bila tidak
teratasi akan mengakibatkan kematian jika resusitasi dengan pernafasan buatan
dan pemberian O₂ tidak
dimulai segera. Kerusakan dan gangguan ini dapat reversible atau tidak
tergantung dari berat badan dan lamanya asfiksia.
F. Penatalaksanaan
1. Pemeriksaan penunjang
a.
Darah
Nilai darah lengkap
pada bayi asfiksia terdiri dari :
1) Hb
(normal 15-19 gr%), biasanya pada bayi dengan asfiksia Hb cenderung turun
karena O2 dalam darah sedikit.
2) Leukositnya
lebih dari 10,3 x 10 gr/ct (normal 4,3-10,3 x 10 gr/ct) karena bayi preterm
imunitas masih rendah sehingga resiko tinggi.
3) Trombosit
(normal 350 x 10 gr/ct).
4) Distrosfiks
pada bayi preterm dengan pos asfiksi cenderung turun karena sering terjadi
hipoglikemi.
b. Nilai
analisa gas darah pada bayi post asfiksi terdiri dari :
1) pH
(normal 7,36-7,44). Kadar pH cenderung turun terjadi asidosis metabolik.
2) pCO2
(normal 35 – 45 mmHg). Kadar pCO2 pada bayi post asfiksia cenderung naik sering
terjadi hiperapnea.
3) pO2
(normal 75-100 mmHg). Kadar pO2 bayi post asfiksia cenderung turun karena
terjadi hipoksia progresif.
4) HCO3
(normal 24-28 mEq/L)
c. Urine
Nilai serum elektrolit
pada bayi post asfiksia terdiri dari :
1) Natrium
(normal 134-150 mEq/L)
2) Kalium
(normal 3,6-5,8 mEq/L)
3) Kalsium
(normal 8,1-10,4 mEq/L)
d. Foto
thorax
Pulmonal tidak tampak
gambaran, jantung ukuran normal.
e. Tes
combs langsung pada daerah tali pusat
Menentukan adanya
kompleks antigen-antibodi pada membran sel darah merah, menunjukkan kondisi
hemolitik.
2.
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada asfiksia antara
lain :
a.
Terapi Suportif
Tindakan untuk mengatasi
asfiksia neonatorum disebut resusitasi bayi baru lahir yang bertujuan untuk rnempertahankan
kelangsungan hidup bayi dan membatasi gejala sisa yang mungkin muncul. Tindakan
resusiksi bayi baru tahir mengikuti tahap tahapan-tahapan yang dikenal dengan
ABC resusitasi :
1)
Memastikan saluran nafas terbuka :
a) Meletakkan
bayi pada posisi yang benar.
b) Menghisap
mulut kemudian hidung kalau perlu trakea
c) Bila
perlu masukkan ET untuk memastikan pernafasan terbuka
2)
Memulai pernapasan :
a) Lakukan
rangsangan taktil
b) Bila
perlu lakukan ventilasi tekanan positif
3)
Mempertahankan sirkulasi darah
Rangsang dan
pertahankan sirkulasi darah dengan cara kompresi dada atau bila perlu
menggunakan obat-obatan.
4)
Koreksi gangguan metabolik (cairan,
glukosa darah, elektrolit )
Cara resusitasi dibagi dalam
tindakan umum dan tindakan khusus :
1) Tindakan Umum
a) Pengawasan
suhu
b) Pembersihan
jalan nafas
c) Rangsang
untuk menimbulkan pernafasan
2) Tindakan khusus
a)
Asfiksia
berat
Resusitasi
aktif harus segera dilaksanakan langkah utama memperbakti ventilasi paru
dengan pemberian 02 dengan tekanan dan intemitery cara terbaik dengan intubasi
endotrakeal lalu diberikan 02 tidak lebih dari 30 mmHg. Asfikasi berat hampir
selalu disertai asidosis, koreksi dengan bikarbonas natrium 2-4 mEq/kgBB,
diberikan pula glukosa 15-20 % dengan dosis 2-4 mEq/kgBB Kedua obat ini
disuntikan ke dalam intra vena perlahan melalui vena umbilikatis, reaksi obat
ini akan terlihat jelas jika ventilasi paru sedikit banyak telah berlangsung.
Usaha pernapasan biasanya mulai timbul setelah tekanan positif diberikan 1-3
kali, bila setelah 3 kali inflasi tidak didapatkan perbaikan. Pernapasan atau
frekuensi jantung, maka masase jantung eksternal dikerjakan dengan & frekuensi
80-I00/menit. Tindakan ini diselingi ventilasi tekanan dalam perbandingan 1 : 3
yaitu setiap kali satu ventilasi tekanan diikuti oleh 3 kali kompresi dinding
torak. Jika tindakan ini tidak berhasil bayi harus dinilai kembali,
mungkin hal ini disebabkan oleh ketidakseimbangan asam dan basa yang belum
dikorekrsi atau gangguan organik seperti hernia diaftagmatika atau stenosis
jalan nafas.
b)
Asfiksia
sedang
Stimulasi
agar timbul reflek pernafasan dapat dicoba bila dalam waktu 30-60 detik tidak
timbul pernapaan spontary ventilasi aktif harus segera dilakukan. Ventilasi
sederhana dengan kateter 02 intranasal dengan filtrat 1-2 x/mnt, bayi
diletakkan dalam posisi dorsofleksi kepala. Kemudian dilakukan gerakan membuka
dan menutup nares dan mulut disertai gerakan dagu keatas dan kebawah dengan
frekuensi 20 kali/menit, sambil diperhatikan gerakan dinding torak dan abdomen.
Bila bayi memperlihatkan gerakan pernapasan spontan, usahakan mengikuti gerakan
tersebut, ventilasi dihehtikan jika hasil tidak dicapai dalam 1-2 menit
sehingga ventilasi paru dengan tekanan positif secara tidak langsung segera
dilakukan, ventilasi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dari mulut ke rnulut
atau dari ventilasi ke kantong masker. Pada ventitasi dari mulut ke mulut, sebelumnya
mulut penolong diisi dulu dengan 02, ventilasi dilahirkan dengan frekuensi
20-30 kali permenit dan perhatikan gerakan nafas spontan yang mungkin timbul.
Tindakan dinyatakan tidak berhak jika setelah dilekuknn berberapa saat teqadi
penurunan frekuens jantung atau perbaikan tonus otot intubasi endotrakheal
harus segera dilahirkan, bikarbonas natrikus dan glukosa dapat segera
diberikan, apabila 3 menit setelah lahir tidak memperlihatkan pernapasan
teratur meskipun ventilasi telah dilakukan dengan adekuat.
c)
Asfiksia ringan
Bayi dibungkus dengan kain hangat,
Bersihkan jalan napas dengan menghisap lendir pada mulut kemudian hidung,
Bersihakan badan dan tali pusat, Lakukan observasi TTV, pantau APGAR SCORE dan
masukan kedalam inkubator
b. Terapi Medikamentosa
1)
Epinefrin
Indikasi: Denyut
jantung bayi < 60x/menit setelah paling tidak 30 detik dilakukan ventilasi
adekuat dan kompresi dada belun ada respon.
Dosis : 0,1-0,3 ml /
kgBB dalam lanrtan I : 10.000 (0,1 mg – 0,03 mg / kgBB). Cara : i.v atau
endotakheal. Dapat diulang setiap 3-5 menit bila perlu
2)
Volume Ekspander
Indikasi:
a) Bayi
baru lahir yang dilahirkan resusitasi rnengalami hipovolernia dan tidak ada
respon dengan resueitasi.
b) Hipovolemi
kemungkinan akibat adanya perdarahan atau syok. Klinis ,diitandai dangan adanya
pucat perfusi buruk, nadi kecil / lemah dan pada resusitasi tidak memberikan
respons yang adekuat.
Jenis
Cairan :
a) Larutan
laistaloid isotonis (NaCL 0,9, Ringer Laktat). Dosis : dosis awal 10 ml / kgBB
i.v pelan selama 5-10 menit. Dapat diulang sampai menunjukkan respon klinis.
b) Transfursi
darah gol O negatif jika diduga kehilangn darah banyak.
3)
Bikarbonat
Indikasi:
a) Asidosis
metabolik, bayi-bayi baru lahiryang mendapatkan resusitasi. Diberikan bila
ventilasi dan sirkulasi sudah baik.
b) Penggunaan
bikarbonat pada keadaan asidosis metabolik dan hiperkalemia Harus
disertai dengan pemerIksaan analisa gas darah dan kimia.
Dosis
: 1-2 mEq/keBB atau 2 ml/kgBB (4,2%) atau 1 ml/kgBB (7’4%).
Cara
: diencerkan dengan aqua bidest dan destrosa 5 % sama banyak diberikan secara i.v dengan kecepaten min 2 menit.
Efek
sarnping : pada keadaan hiperosmolarita, dan kandungan CO2 dari bikarbonat
merusak furgsi miokardium dan otak.
4)
Nalokson
Nalokson Hidroklorida
adalah antagonis narkotik yang tidak rnenyebabkan depresi pernapasan.
Indikasi:
a) Depresi
psmapa$an pada bayi bam lahir yang ibunya menggunailcan narkotik 4 jam sebelurn pmsalinan.
b) Sebelum
diberikan nalokson, ventilasi harus adekuat dan stabil.
c) Jangan
diberilm pada bayi brug lahir yang ibrmya baru dicurigai sebagai pemakai
obat narkotika sebab akan menyebabkan tanpa with drawl tiba-tiba pada sebagian
bayi.
Dosis
: 0,1 mgikgBB ( 0,4 mg/ml atau lmg/ml)
Cara
: i.v endotrakheal atau bila perfusi baik diberikan i.m atau s.c
G.
Komplikasi
Komplikasi
dapat mengenai beberapa organ pada bayi, diantaranya adalah sebagai berikut
(Karlsson, 2008) :
1.
Otak :
hipoksik iskemik ensefalopati, edema serebri, palsi serebralis
2.
Jantung
dan paru : hipertensi pulmonal persiste pada neonatus, perdarahan paru, edema
paru
3.
Gastrointestinal
: enterokolitis nekotikos
4.
Ginjal
: tubular nekrosis akut, SIADH, anuria atau oliguria (< 1 ml/kg/jam) untuk
24 jam atau lebih dan kreatinin serum > 100 mmol/L
5.
Hematologi
: DIC
6.
Hepar :
aspartate amino transferase > 100 U/L, atau alanine amino transferase >
100 U/L sejak minggu pertama kelahiran
Komplikasi yang khas pada asfiksia neonatorum
yaitu Enselopati Neonatal atau Hipoksik Iskemik Enselopati yang merupakan
sindroma klinis berupa gangguan fungsi neurologis pada hari-hari awal kehidupan
bayi aterm (Moster, 2002). Penelitian yang dilakukan oleh Azzopardi dkk (2009)
serta penelitian oleh Wintermark dkk (2011) menyatakan bahwa meskipun induksi
hipotermia sedang selama 72 jam pada bayi dengan asfiksia neonatorum tidak
secara signifikan mengurangi tingkat kematian maupun cacat berat, tetapi
menghasilkan pengaruh baik terhadap sistem saraf pada bayi yang selamat
(Azzopardi, 2009 dan Wintermark, 2011).
PENUTUP
A. Kesimpulan
Asfiksia
pada bayi baru lahir (BBL) menurut IDAI (Ikatatan Dokter Anak Indonesia) adalah
kegagalan nafas secara spontan dan teratur pada saat lahir atau beberapa saat
setelah lahir yang ditandai dengan hipoksemia, hiperkarbia dan asidosis.
(Prambudi, 2013)
Keadaan dimana
asfiksia terjadi karena kurangnya kemampuan fungsi organ bayi seperti
pengembangan paru-paru. Proses terjadinya asfiksia neonatorum ini dapat terjadi
pada masa kehamilan, persalinan atau segera setelah bayi lahir.
B.
Saran
Adapun saran-saran yang penulisharapkanantara lain
1.
perawat mampu
mengaplikasikan tindakan saat dilapangan
2. Keluarga pasien mengerti tentang penyakit tuberculosis dan mengetahui
pencegahan bayi lahir dengan asfiksia
DAFTAR PUSTAKA
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jilid
3. Jakarta : Informedika
Carpenito. 2001. BukuSakuDiagnosaKeperawatan. Edisi 8. Jakarta :
EGC
Wilkinson.
2007. BukuSakuDiagnosaKeperawatandenganIntervensi NIC dan CriteriaHasil
NOC. Edisi 7. Jakarta :
EGC
Bagian ilmu kesehatan anak FKUl 2007. Buku kuliah 3 ilmu kesehatan anak.
Jakarta : Infomedika
Dewi. Vivian nanny. 2011. Asuhan Heonatus Bayi dan Anak Balita.Jakarta : Salemba Medika
Hidayat.A. aziz Alimul 2008. Pengantar ilmu kesehatan anak untuk pendidikan kebidanan. Jakarta :
Salemba Medika
Muslihatun,wati nur 2011. Asuhan
Neonatus bayi dan balita.Yogyakarta : Fitra Maya
Prawiryoharyo Jarwono.2010. buku Ajar Asuhan kesehatan Maternal dan Neonatal Jakarta :YPB.SP
Hidayat A.Aziz. alimul dan Uliyah 2008 keterampilan dasar praktik klinik untuk
kebidanan.Jakarta : Salemba Medika
Arif, Mansjoer, 2000. Kapita
Selekta Kedokteran. Edisi III. Jakarta: FKUI.
Carpenito, Lynda Juall. 2000. Buku
Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi. 8. Jakarta: EGC.
Doengoes, Marilynn. 1999. Rencana
Asuhan Keperawatan. Edisi III. Jakarta: EGC
Markum. AN. 1991. Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Anak. Jilid I. BCS. IKA Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Jakarta.
Laporan Pendahuluan Dan Konsep Asuhan Keperawatan pada Asfiksia.
Reviewed by Nasirul ulum
on
November 24, 2018
Rating:
No comments: