Laporan Pendahuluan Ileus



Laporan Pendahuluan Dan Konsep Asuhan Keperawatan Ileus

BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Istilah gawat abdomen atau gawat perut menggambarkan keadaan klinis akibat kegawatan di rongga perut yang biasanya timbul mendadak dengan nyeri sebagai keluhan utama. Keadaan ini memerlukan penanggulangan segera yang sering berupa tindakan bedah, misalnya pada obstruksi, perforasi, atau perdarahan masif di rongga perut maupun saluran cerna. Infeksi, obstruksi atau strangulasi saluran cerna dapat menyebabkan perforasi yang mengakibatkan kontaminasi rongga perut oleh isi saluran cerna sehingga terjadilah peritonitis.
Ileus adalah gangguan pasase isi usus yang merupakan tanda adanya obstruksi usus akut yang segera memerlukan pertolongan dokter. Di Indonesia ileus obstruksi paling sering disebabkan oleh hernia inkarserata, sedangkan ileus paralitik sering disebabkan oleh peritonitis. Keduanya membutuhkan tindakan operatif.  
1.2  Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud dengan devinisi ileus ?
2.      Apa yang dimaksud dengn etiologi ileus ?
3.      Apa yang dimaksud dengan tanda dan gejala ileus ?
4.      Apa yang dimaksud dengan pemeriksaan penunjang ileus  ?
5.      Apa yang dimaksud dengan penatalaksanaan ileus  ?
6.      Apa yang dimaksud dengan komplikasi ileus ?
7.      Apa yang dimaksud dengan phatway ileus ?
8.      Apa yang dimasud dengan konsep kdm ?
9.      Apa yang dimaksud dengan konsep askep ileus  ?
1.3  Tujuan
1.      Untuk memahami pengertian ileus
2.      Untuk memahami penyebab ileus
3.      Untuk memahami tanda dan gejala ileus
4.      Untuk memahami pemeriksaan penunjang
5.      Untuk memahami  penatalaksaan
6.      Untuk memahami  komplikasi
7.      Untuk memahami phatway
8.      Untuk memahami konsep kdm
9.      Untuk memahami konsep askep

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Devinisi
Ilius adalah gangguan (apapum penyebabnya) aliran darah normal isi usus sepanjang saluran usus. Obsrtuksi usus dapat akut dengan kronik, partial atau total. Obstruksi usus biasanya mengenai kolon sebagai akibat karsinoma dan perkembangan lambat. Sebagian dasar obstruksi justru mengenai usus halus. Obstruksi total halus merupakan keadaan gawat yang memerlukan diagnosis dini dan tindakan pembedahan darurat bila penderita ingin tetap hidup.(amin, 2015 :128)
Ada dua tipe obstruksi yaitu :
1.      Mekanisme (ilius obstruksi )
Suatu penyebab fisik menyumbat usus dan tidak dapat diatasi oleh parastaltik. Ilius obstruksi ini dapat akut seperti pada hernia stragulata atau kronis akibat karsinoma yang melingkari. Misalnya intusepi, tumor polipoid dan plasma stenosis, obstruksi batu empedu, striktura, perlengketan, hernia dan abses.
2.      Neurogenic/fungsional
Keadaan dimana usus gagal/tidak mampu melakukan kontraksi paristaltik untuk menyalurkan isinya. Ilius paralitik ini bukan suatu penyakit primer usus melainkan akibat dari berbagai penyakit primer, tindakan operasi yang berhubungan dengan rongga perut, toksin dan obat – obatan yang dapat mempengaruhi kontraksi otot polos usus. Contoh penyakit tersebut, amyloidosis, distropi otot, gangguan endokrin seperti diabetes mellitus, atau gangguan neurologi seperti penyakit Parkinson (amin, 2015 : 128)





2.2  Etiologi
1.      Perlengkapan : lengkung usus menjadi melekat pada area yang sembuh secara lambat atau pada jaringan parut setelah pembedahan abdomen
2.      Intusepsi : salah satu bagian dari usus menyusup kedalam bagian lain yang ada dibawahnya akibat penyempitan lumen usus. Segmen usus tertarik kedalam segemn berikunya oleh gerakan paristaltik yang memperlakukan segmen itu seperti usus. Paling sering pada anak anak dimana kelenjar limfe mendorong dinding ileum kedalam dan terpijat disepajang bagian usus tersebut (ileocaesal) lewat corcum kedalam usus besar (colon) dan bahkan sampai sejauh rectum dan anus.
3.      Volvulus : usus besar yang mempunyai mesocolon dapat terpuntir sendiri dengan demikian menimbulkan penyumbatan dengan menutupnya gelungan usu tang terjadi amat distensi. Keadaan ini dapat juga terjadi pada usus halus yang terputar pada mesentriumnya
4.      Hernia : protrusi usus melalui area yang lemah dalam usus atau dinding dan otot abdomen
5.      Tumor : tumor yang ada dalam dinding usus meluas kelumen usus atau tumor diluar usus menyebabkan tekanan pada dinding usus
6.      Kelainan kongenital (amin, 2015 : 128)
2.3  Manifestasi klinis
1.      Distensi abdomen
2.      Muntah
3.      Nyeri kostan distensi
4.      Bising usus tenang atau tidak ada secara klasik dapat ditemukan tetapi temuan yang tidak konsisten
5.      Pemeriksaan laborat sering kali normal
6.      Foto polos memperlihatkan loop usus halus yang berdilatasi dengan batas udara cairan
7.      Sulit dibedakan dengan ilius obstruktif tetapi sistensi seluruh panjang kolon lebih sering terjadi pada ilius paralistik (amin, 2015 : 129)

2.4  Pemeriksaan penunjang
1.      Leukosit darah, kadar elektrolit, ureum, glukosa darah, amylase
2.      Foto polos abdomen atau foto abdomen dengan menggunakan kontras
3.      Pemeriksaan feses
4.      Proktoskopi
5.      Enema baitum dan kolonoskopi
6.      Menometri dan elektromiografi (amin, 2015 : 129)
2.5  Penatalaksanaan
1.      Ileus obstruksi
Tujuan utama penatalaksaan adalah dekompresi bagian yang mengalami obstruksi untuk mencegah perforasi. Tindakan operasi biasanya selalu diperlukan. Menghilangkan penyebab obstruksi adalah tujuan kedua. Kadang – kadang suatu penyumbtan sembuh dengan sendirinya tanpa pengobatan, teutama jika disebabkan oleh perlengketan. Penderita penyumbatan usus harus dirawat dirumah sakit
1)      Persiapan
Pipa lambung harus dipasang untuk mengurangi muntah, mencegah aspirasi dan mengurangi sistensi abdomen (dekompresi). Pasien dipuasakan kemudian dilakukan juga resusitasi cairan dan elektrolit untuk perbaikan keadaan umum. Setelah keadaan optimum tercapai barulah dilakukan laparatomi. Pada obstruksi parsial atau karsinomatosis abdomen ditangani dengan pemantauan dan konservatif.
2)       Operasi
Operasi dapat dilakukan bila sudah tercapai rehidrasi dan organ – organ vital berfungsi dengan baik. Tetapi yang paling sering dilakukan adalah pembedahan sesegera mungkin. Tindakan bedah dilakukan bila ada stragulasi, obstruksi lengkap, hernia inkarserata, tidak ada perbaikan dengan pengobatan konservatif (dengan pemasangan NGT, infus, oksigen dan kateter)
3)      Pasca bedah
Pengobatan pasca bedah sangat penting terutama dalam hal cairan dan elektrolit. Kita harus mencegah terjadinya gagal ginjal dan harus memberikan kalori yang cukup, perlu diingat bahwa pasca bedah usus pasien masih dalam keadaan paristaltik.

2.      Ileus paralistik
Penggolongan ileus parlistik bersifat konversavif dan suportif. Tindakannya berupa dekompresi, menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit, mengobati kausa atau penyakit primer dan pemberian nutrisi yang adekuat. Beberapa obat – obatan jenis penyekat simpatik (simpatolitik) atau obat parasimpatomimetik pernah dicoba, ternyata hasilnya tidak konsisten.
Untuk dekompresi dilakukan pemasangan pipa nasogastric (bila perlu dipasang juga rektal tube). Pemberian cairan, koreksi gangguan elektrolit dan nutrisi parenteral hendaknya diberikan sesuai dengn kebutuhan dan prinsip pemberian nutrisi parentral. Beberapa obat yang dapat dicoba yaitu metoklopramid bermanfaat untuk gastroparesis, sisaprid bermanfaat untuk ileus parlistik pasca operasi, dan klonidin dilaporkan bermanfaat untuk mengatasi ileus parlistik karena obat obatan. Neostigmine sering diberikan pada pasien ileus paralistik pasca operasi.
Bila bising usus sudah mulai ada data dilakukan test feeding, bila tidak ada retensi, dapat dimuli dengan diit cair kemudian sisesauikan sejalan dengan toleransi ususnya. (amin, 2015 : 129-130)
2.6     Komplikasi
1.      Peritonitis karena absorbsi toksin dalam rongga peritonium sehinnga terjadi peradangan atau infeksi yang hebat pada intra abdomen.
2.      Perforasi dikarenakan obstruksi yang sudah terjadi selalu lama pada organ intra abdomen.
3.       Sepsis, infeksi akibat dari peritonitis, yang tidak tertangani dengan baik dan cepat.
4.      Syok hipovolemik terjadi akibat dehidrasi dan kehilangan volume plasma.
(Brunner and Suddarth, 2001 : 1122).







KONSEP KDM
A.    Eliminasi Alvi
1.      Definisi
Eliminasi alvi adalah proses pembuangan atau pengeluaran sisa metabolisme berupa feses yang berasal dari saluran pencernaa melalui anus.(haswita dkk, 2015 : 49)
2.      Pencernaa Normal dan Eliminasi
Saluran gastrointestinal (GI) merupakan serangkaian organ muscular berongga yang dilapisi mukosa (Selaput lendir)
Tujuan kerja organ ini adalah :
a.       Mengabsorbsi cairan dan nutrisi
b.      Menyiapkan makanan untuk diabsorbsi dari digunakan sel-sel tubuh
Menyediakan tempat penyimpanan feses sementara(haswita dkk, 2015 : 49)
3.      Faktor-faktor yang mempengaruhi Eliminasi Alvi (Defekasi)
a.       Usia : Pada usia bayi kontrol defekasi belum berkembang sedangkan pada usia manula kontrol defekasi menurun
b.      Diet : Makanan berserat akan mempercepat produksi feses, banyaknya makanan yang masuk ke dalam tubuh juga mempercepat proses defekasi
c.       Intake cairan : intake cairan yang kurang akan menyebabkan feses menjadi lebih keras, disebabkan karena absorpsi cairan meningkat
d.      Aktifitas : Tonus otot abdomen, pelvis, dan diafragma akan sangat membantu proses defekasi. Gerakan peristaltik akan memudahkan bahan feses bergerak sepanjang kolon
e.       Psikologis : Keadaan cemas, takut dan marah akan meningkatkan peristaltik, sehingga menyebabkan diare
f.       Pengobatan : Beberapa jenis obat dapat mengakibatkan diare dan konstipasi
g.      Gaya hidup : Kebiasaan untuk melatih buang air besar sejak kecil secara teratur, fasilitas buang air besar dan kebiasaan menahan buang air besar
h.      Prosedur diagnostic : Klien yang akan dilakukan prosedur diagnostic biasanya dipuasakan atau dilakukan klisma dahulu agar tidak dapat buang air besar kecuali setelah makan
i.        Penyakit : Beberapa penyakit pencernaa dapat menimbulkan diare dan konstipasi
j.        Anestesi dan pembedahan : Anestesi unium dapat menghalangi impuls parasimpatis, sehingga kadang-kadang dapat menyebabkan ileus usus. Kondisi ini dapat berlangsung 24-48 jam
k.      Nyeri : Pengalaman nyeri waktu buang air besar seperti adanya hemoroid fraktur os pubis, episiotomi akan mengurangi keinginan untuk  uang air besar
l.        Kerusakan sensorik dan motorik : Kerusakan spinal cord dan injury kepala akan menimbulkan penurunan stimulus sensorik untuk defekasi
m.    Posisi selama defekasi : Posisi jongkok merupakan posisi yang normal saat melakukan defekasi. Toilet modern dirancang untuk memfasilitasi posisi ini, sehingga memungkinkan individu untuk duduk tegak kearah depan, mengeluarkan tekanan intra abdomen dan mengeluarkan kontraksi otot-otot pahanya(haswita dkk, 2015 : 49-50)
4.      Masalah Defekasi
a.       Diare
Peningkatan jumlah feses dan peningkatan feses cair yang tidak terbentuk. Diare adalah gejala gangguan yang mempengaruhi proses pencernaan, absorbsi, dan sekresi di dalam GI. Isi usus terlalu cepat keluar melalui usus halus dan kolon sehingga absorbsi cairan yang biasa tidak dapat berlangsung 
b.      Konstipasi
Merupakan gejala, bukan penyakit yaitu menurunnya frekuensi BAB disertai dengan pengeluaran feses yang sulit, keras, dan mengejan. BAB yang keras dapat menyebabkan nyeri rektum. Kondisi ini terjadi karena feses berada di intestinal lebih lama, sehingga banyak air diserap
c.       Fecal impaksi
Merupakan akibat konstipasi yang tidak teratur, sehingga tumpukan feses yang keras di rektum tidak bisa dikeluarkan. Impaction berat, tumpukan feses sampai pada kolon sigmoid
d.      Inkontinensia alvi
Ketidakmampuan mengontrol keluarnya feses dan gas dari anus
e.       Kembung/Akumulasi gas/Flatulen
Yaitu menumpuknya gas pada lumen intestinal, dinding usus meregang dan distended, merasa penuh, nyeri dan kram
f.       Hemoroid
Vena-vena yang berdilatasi, membengkak di lapisan rectum
g.      Diversi Usus
Penyakit tertentu menyebabkan kondisi-kondisi yang mencegah pengeluaran feses seara normal dari rectum. Sehingga menimbulkan suatu kebutuhan untuk membentuk suatu lubang (Stoma) buatan yang permanen atau sementara. Lubang yang dibuat melalui pembedahan (ostomi) paling sering di ileum (ileostomi) atau di kolon (kolostomi)(haswita dkk, 2015 : 50-51)
5.      Proses keperawatan untuk masalah eliminasi alvi
a.       Pengkajian
Untuk mengkaji pola eliminasi dan menentukan adanya kelainan, perawat melakukan pengkajian riwayat keperawatan, pengkajian fisik abdomen, menginfeksi karakteristik feses, dan meninjau kembali hasil pemeriksaan yang berhubungan
1)        Riwayat keperawatan
Riwayat keperawatan memfasilitasi peninjauan ulang pola dan kebiasaan defekasi klien. Gambaran yang klien katakan sebagai “normal “atau “ tidak normal “ mungkin berbeda dari faktor dan kondisi yang cenderung meningkatkan eliminasi normal. Dengan mengidentifikasi pola normal dan abnormal, kebiasaan, dan persepsi klien tentang eliminasi fekal memungkinkan perawat menentukan masalah klien. Banyak riwayat keperawatan dapat dikelompokan berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhi eliminasi
a)        Penentuan pola eliminasi klien biasa. Termasuk frekuensi dan waktu defekasi dalam sehari. Pengkajian terkini tentang pola defekasi klien yang akurat dapat ditingkatkan dengan meminta klien atau tenaga kesehatan melingkapi lembar pencatatan eliminasi fekal atau defekasi (Doughty, 1992). Seperti pada penyuluhan klien, perawat harus memastikan bahwa individu yang melengkapi lembaran pencatatan memahami informasi yang harus ia tulis
b)        Identifikasi rutinitas yang dilakukan untuk meningkatkan eliminasi normal. Contoh rutinitas tersebut adalah konsumsi cairan panas, penggunaan laksatif, pengkonsumsian makanan tertentu, atau mengambil waktu untuk defekasi selama kurun waktu tertentu dalam satu hari
c)        Gambaran setiap perubahan terbaru dalam pola eliminasi. Informasi ini mungkin merupakan informasi yang paling penting karena pola eliminasi bervariasi dan klien dapat dengan sangat mudah mendeteksi adanya perubahan
d)       Deskripsi klien tentang karakteristik feses. Perawat menentukan warna khas feses, konsistensi feses yang biasanya encer atau padat atau lunak atau keras
e)        Riwayat diet. Perawat menetapkan jenis makanan yang klien inginkan dalam sehari. Perawat menghitung penyajian buah-buahan, sayur-sayuran, sereal, dan roti
f)         Gambaran asupan cairan setiap hari. Hal ini meliputi tipe dan jumlah cairan. Klien mungkin harus memperkirakan jumlah cairan dengan menggunakan cara pengukuran yang biasa digunakan dirumah
g)        Riwayat olahraga. Perawat meminta klien menjelaskan tipe dan jumlah olahraga yang dilakukannya setiap hari secara spesifik
h)        Pengkajian penggunaan alat bantuan buatan dirumah. Perawat mengkaji apakah klien menggunakan enema, laksatif atau makanan khusus sebelum defekasi
i)          Riwayat pembedahan atau penyakit yang mempengaruhi saluran GI. Informasi ini seringkali dapat membantu mejelaskan gejala-gejala yang muncul
j)          Keberadaan dan status diversi usus. Apabila klien memiliki ostomi, perawat mengkaji frekuensi drainase feses, kerakter feses, penampilan dan kondisi stoma (warna, pembengkakan, dan iritasi), tipe peralatan yang digunakan, dan metode yang digunakan untuk mempertahankan fungsi ostomi
k)        Riwayat pengobatan.perawata menanyakan apakah klien mengimsmsi obat-obatan (seperti laksatif,antasid,suplemen zat besi dan analgesik)yang mingkin mengubah defekasi atau karakteristik feses
l)          Status emosional.emosi klien dapat mengubah frekuensi defekasi secara bermakna.selama pengkajian,observasi emosi klien,nada suara,dan sikap yang dapat menunjukkan perilaku penting yang mengindikasikan adanya stess
m)      Riwayat sosial.klien mungkin memiliki banyak aturan dalam kehidupannya.tempat klien tinggal dapat mempengaruhi kebiasaan klien dalam defekasi dan berkemih.apabila klien tinggal di dalam rumah yang di tempati oleh beberapa orang,berapa banyak kamar mandi yang tersedia? Apakah klien memiliki kamar mandi sendiri atau apakah mereka perlu menggunakan kamar mandi bersama-sama yang menyebababkan mereka harus menyesuaikan waktu dalam menggunakankamar mandi untuk mengakomodasi kebutuhan orang lain yang tinggal bersama mereka? Apakah klien tinggal sendiri,apakah mereka mampu berjalan ke toilet dengan aman?apakah klien tidak dapat defekasi secara mandiri,perawat menentukan orang yang akan membantu klien dan menentukan caranya.
n)        Mobilitas dan ketangkasan.mobilitas dan ketangkasan klien perlu di evaluasi untuk menentukan perlu tidaknya peralatan atau personeltambahan untuk membantu klien.(haswita dkk, 2015 : 51-52)
2)      Pengkajian fisik
Perawat melakukan pengkajian fisik sistem dan fungsi tubuh yang kemungkinan di pengaruhi oleh adanya masalah eliminasi.
a)      Mulut .pengkajian meliputi inspeksi gig,lidah,gisi klien.gigi yang buruk atau strktur gigi yang buruk mempengaruhi kemampuan mengunyah.
b)      Abdomen.perawat menginspeksi keempat kuadran abdomen untuk melihat warna,bentuk,kesimetrisan,dan warna kulit.
·         Inspeksi juga mencakup memeriksa adanya massa,gelombang peristaltik,jaringan parut,pola pembuluh darah vena, stoma dan lessi.dalam kondisi normal,gelombang peristaltik tidak terlihat namun,gelombang peristaltik yang terlihat dapt merupakan tanda adanya obstruksi usus.
·         Distensi abdomen terlihat sebagai suatu tonjolan abdomen kearah luar yang menyeluruh. Gas di dalam usus, tumor berukuran besar, atau cairan berada dalam rongga, peritonium dapat menyebabkan distensi. Distensi abdomen terasa kencang dan kulit tampak tegang, seakan direnggangkan.
·         Perawat mengauskultasi abdomen dengan menggunakan stetoskop untuk mengkaji bising usus di setiap kuadran. Bising usus terjadi setiap 5-15 detik dan berlangsung selama ½ sampai beberapa detik. Sambil mengauskultasi, perawat memperhatikan karakter dan frekuansi bising usus. Peningkatan nada hentakan pada bisisng usus atau bunyi “tinkling” “(bunyi gemerincing dapat terdengar, jika terjadi distensi. Tidak adanya bising usus atau bising usus yang hipoaktif (Bising usus kurang dari 5x permenit). Terjadi pada obstruksi usus dan gangguan inflamasi.
·         Perawat mempalpasi abdomen untuk melihat adanya massa atau area nyeri tekan. Pendting bagi klien untuk rileks. Ketegangan otot-otot abdomen mengganggu hasil palpasi organ atau massa yang berada dibawah abdomen tersebut.
c)      Perkusi mendeteksi lesi, cairan, atau gas di dalam abdomen. Pemahaman tentang 5 bunyi perkusi juga memungkinkan identifiksi struktur abdominal yang berada di bawah abdomen. Gas atau flatulen menghasilkan bunyi timpani. Massa, tumor dan cairan menghasilkan bunyi tumpul dalam perkusi.
d)     Rektum. Perawat menginspeksi daerah disekitar anus untuk melihat adanya lesi, perubahan warna, inflamasi dan hemoroid. Kelainan harus di catat dengan cerman. Untuk memeriksa rektum, perawatan melakukan palpasi dengan hati-hati. Setelah melakukan sarung tangan sekali pakai, perawat mengoleskan lubrikan ke jari telunjuk. Kemudian perawat meminta klien mengedan dan saat klien melakukannya, perawat memasukan jari telunjuknya kedalam sfinter anus yang sedang relaksasi menuju umbilikus klien. Sfinter biasanya berkonstriksi mengelilingi jari perawat. Perawat harus mempalpasi semua sisi dinding rektum klien dengan metode tertentu untuk mengetahui adanya nodul atau tekster yang tidka teratur. Mukosa rektum normalnya lunak dan halus. Mendorong jari telunjuk dengan paksa ke dinding rektum atau memasukan jari telunjuk tang terlalu jauh dapat menyebapkan ketidaknyamanan.  (haswita dkk, 2015 :53-54) 
3)        Karakteristik feses
Menginspeksi karakteristik feses memberikan informasi tentang sifat perubahan eliminasi. Setiap karakteristik feses dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor. Kunci dalam melakukan pengkajian adalah apakah ada perubahan baru yang terjadi.  Klien adalah orang yang paling tepat untuk ditanyai hal ini. (haswita dkk, 2015 :54)
4)        Pemeriksaan laboratorium dan Diagnostik
Pemeriksaan laboratorium dan diagnostik menghasilkan informasi yang bermanfaat untuk mempelajari masalah eliminasi. Analisis kandunga feses di laboratorium dapat mendeteksi kondisi patologis seperti tumor, pendarahan dan infeksi.
a)      Spesimen feses
b)      Tes guaiak
c)      Visualisasi langsung
d)     Visualisasi tidak langsung
b.      Diagnosa Keperawatan
1)      Gangguan eliminasi alvi : konstipasi (aktual atau resiko)
a)      Definisi : gangguan eliminasi alvi yang diakibatkan adanya feses yang kering dan keras melalui usus besar
b)      Kemungkinan berhubungan dengan : imobolisasi, menurunnya aktifitas fisik, ilius, stres, kurang prifasi, menurunnya mobilitas intestinal, perubahan atau pembatasan diet
c)      Kemungkinan ditandai dengan : menurunnya bising usus, mual, nyeri abdomen, adanya massa dalam abdomen bagian kiri bawah, perubahan konsistensi feses, frekuensi buang air besar.
d)     Kondisi klinis yang mungkin terjadi : anemia, hipotiroidisme, dialisa ginjal, pembedahan abdomen, paralisis, cidera spinal codr, imobilisasi yang lama.
e)      Tujuan yang diharapkan:
·         Pasien kembali ke pola normal dari fungsi bowel
·         Terjadi perubahan pola hidup untuk menurunkan faktor penyebab konstipasi
2)      Gangguan eliminasi :diare
a)      Definisi : keluarnya feses cair dan meningkatkan frekuensi buang air besar akibat cepatnya anime meleawati usus besar,sehingga usus besar tidak mempunyai waktu yang cukup untuk menyerap air
b)      Kemungkinan berhubungan dengan : inflamisi,iritasi,dan malapsbsorbsi pola makan,perubahan proses pencernaan,efek samping pengobatan
c)      Kemungkinan data yang di temukan: feses berbentuk cair ,meningkatny frekuensi buang air besar,meningkatnya feristaltik usus,menurunnya nafsu makan.
d)     Kondisi klinik yang mungkin di temukan: peradangan bowel,pembedahan saluran pencernaan,gastritis atau / interistik.
e)      Tujuan yang di harapkan:
·         Pasien kembali buang air besar ke pola normal
·         Keadaan feses berbentuk dan lebih keras
3)      Gangguan eliminasi alvi : inkontinensia
a)      Definisi :  ketidak mampuan mengontrol keluarnya feses dan gas dari anus.
b)      Kemungkinan berhubungan dengan menurunnya tingkat kesadran,gangguan kespinter anus,gangguan neuromuskular
c)      Kemungkinan data yang di temukan : tidak terkontrolnya pengeluaran feses,baju yang kotor oleh feses.
d)     Kondisi klinis yang mungkin ada: injuri spinal cord,pembedahan usus,pembedahan ginokologi,strok,trauma pada daerah pelvis,usia tua.
e)      Tujuan yang di harapkan :
·         Pasien dapat mengontrol pengeluaran feses
·         Pasien kembali pada pola eliminasi normal (haswita dkk, 2015 :54-57)
c.       Rencana keperawatan harus menetapkan tujuan dan kriteria hasil dengan menggabungkan kebiasaan atau rutenitas eliminasi klien sebanyak mungkin.apabila kebiasaan klien menyebabkan masalah eliminasi,perawat membantu klien untuk mempelajari pola eliminasi yang baru.pola defekasi berfariasi pada setiap individu.karena alasan ini,perawat dan klien harus banyak bekerja sama untuk merencanakan intervensi yang efektif.apabila klien tidak mampu melakukan suatu fungsi atau aktivitas,atau mengalami kelemahan fisik akibat penyakit,sangat penting melibatkan keluarga,dalam rencana asuhan keperawatan.sering kali anggota keluarga memiliki kebiasaan eliminasi yang sama tidak efektifnya dengan klien.dengan demikian,penyuluhan kepda klien yang sangat penting,anggota kesehatan penting lainya seperti ahli gisi dan ahli terapi enterostoma dapat menjadi sumber yang berharga.apabila klien membutuhkan intervensi bedah,alur kritis dapat di gunakan untuk mengkoordinasi aktivitas tim perawatan kesehatan multi disiplin.
Tujuan perawatan klien dengan masalah eliminasi meliputi hal hal berikut:
·         Memahami eliminasi “normal”
·         Mengembangkan kebiasaan defekasi yang teratur.
·         Memahami dan mempertahankan asupan cairan dan makanan yang tepat.
·         Mengikuti program olahraga secara teratur.
·         Memperoleh rasa nyaman.
·         Mempertahankan integritas kulit.
·         Mempertahankan konsep diri(haswita dkk, 2015 : 57)
d.      Implementasi
Keberhasilan intervensi keperawatan bergantung pada upaya meningkatkan pemahaman klien dan keluarganya tentang eliminasi fekal. Dirumah, di rumah sakit,atau di fasilitas jangka panjang,klien yang mampu belajar dapat di ajaran tentang kebiasaan defekasi yang efektif.
Perawat harus mengajarkan klien dan keluarga tentang diet yang benar,asupan cairan yang adekuat,dan faktor faktor yang menstimulasi atau memperlambat stimulasi, sepeti sterss emosional.sering kali pegajaran ini paling naik baik di lakukan selama waktu makan klien.klien harus mempelajari pentingnya melakukan defekasi secara teratur dan rutin serta melakukan olahraga secara teratur dan mengambil tindakan yang benar ketika muncl masalah eliminasi.
1)      Meningkatkan kebiasaan defekasi normal
2)      Meningkatkan defekasi normal
a)      Posisi jongkok
b)      Mengatur posisi di atas pispot
c)      Karakteristik dan laksartif
d)     Agens anti diare
e)      Enema
3)      Perawatan ostomi
4)      Mempertahankan asupan cairan dan makanan yang sesuai
5)      Meningkatkan latihan fisik secara teratur
6)      Meningkatkan rasa nyaman
7)      Mempertahankan integritas kulit
8)      Meningkatkan konsep diri(haswita dkk, 2015 : 57-58)
e.       Evaluasi
Keefektifan keperawatan bergantung pada keberhasilan dalam mencapai tujuan dan hasil akhir yang di harapkan dari perawatan.secara optimal klien akan mampu mengeluarkan feses yang lunak secara teratur tanpa merasa nyeri.klien juga akan memperoleh informasi yang di butuhkan untuk menetapkan pola eliminasi normal dan untuk mendemonstrasikan keberhasilan yang berkelanjutan,yang di ukur berdasarkan interval waktu tertentu dalam suatu periode yang panjang.klien akan mampu melakukan defekasi secara normal dengan memaniplasi komponen-komponen alamiah dalam kehidupan sehari hari seperti diet asupan cairan,dan olahraga.ketergantungan klien pada tindakan bantuan untuk membantu defekasi sepert enema dan pengunaan laktasif,menjadi minimal.klien akan merasa nyaman dengan protokol ostomi dan mengdentifikasikan protokol tersebut sebagai sesuatu yang dapat di praktekkan secara pasti
Contoh evaluasi intervensi untuk konstipasi
Tujuan tindakan evaluatif hasil yang di harapkan
·         Klien akan memahami dan mengomsumsi cairan serta makanan yang di butuhkan untuk meningkatkan pengeluaran feses yang lunak
·         Klien akan mendapatkan jadwal defekasi yang teratur.mengefaluasi rencana diet yang di susun oleh klien atau anggota keluarga
·         Mengukur asupan cairan klien
·         Mengobservasi karakter feses
·         Mencatat frekuensi defekasi
·         Meminta klien untuk mendeskripsikan faktor-faktor yang mempengaruhi eliminasi
·         Meminta klien untuk mendiskusikan faktor-faktor yang dalam riwayat kesehatanya yang dapat menyebabkan masalah eliminasi.klien dapat menguraikan sumber sumber makanan yng tinggi serat.klien menyiapkan menu untuk 24 jam,termasuk makan tinggi serat dan cairan.
·         Klien menjelaskan asupan cairan normal untuk meningkatkan defekasi
·         Asupan cairan klien minimal 1400-2000 ml setiap hari
·         Klien mendapat jadwal defekasi yang teratur ,mengeluarkan feses berbentuk lunak tanpa usaha mengedan yang berlebihan.(haswita dkk, 2015 : 58-59)






KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
2.8 Pengkajian
Untuk mengkaji pola eliminasi dan menentukan adanya kelainan, perawat melakukan pengkajian riwayat keperawatan, pengkajian fisik abdomen, menginspeksi karakteristik feses, dan meninjau kembali hasil pemeriksaan yang berhubungan.
1.      Riwayat Keperawatan
1)      Keluhan utama
Gangguan utama/terpenting yang dirasakan klien sehingga ia butuh pertolongan.
2)      Riwayat kesehatan sekarang
Riwayat penyakit sekarang yang ditemukan ketika dilakukan pengkajian yang dijabarkan dari keluhan utama dengan menggunakan teknik PQRST. Pasien ileus obstruktif sering ditemukan nyeri kram, rasa ini lebih konstan apalagi bila bergerak akan bertambah nyeri dan menyebar pada distensi, keluhan ini mengganggu aktivitas klien, nyeri ini bisa ringan sampai berat tergantung beratnya penyakit dengan skala 0 sampai 10. Klien post laparatomi pun mengeluh nyeri pada luka operasi, nyeri tersebut akan bertambah apabila klien bergerak dan akan berkurang apabila klien diistirahatkan, sehingga klien biasanya hanya berbaring lemas. Nyeri yang dirasakan klien seperti disayat-sayat oleh benda tajam letaknya disekitar luka operasi, dengan skala nyeri lebih dari 5 (0-10).
3)      Riwayat kesehatan dahulu
Klien dengan ileus obstruktif mempunyai riwayat pernah dioperasi padabagian abdomen, yang mengakibatkan terjadinya adhesi. Klien post laparatomi biasanya mempunyai riwayat penyakit pada system pencernaan.
4)      Riwayat kesehatan keluarga
Riwayat dalam keluarga sedikit sekali kemungkinan mempunyai ileus obstruktif karena kelainan ini bukan merupakan kelainan genetik, ada kemungkinan pada keluarga dengan ileus obstruktif dan post laparatomi mempunyai riwayat penyakit kanker dan dapat pula mempunyai riwayat cacingan pada keluarga.



2.      Pemeriksaan fisik
Perawat melakukan pengkajian fisik sistem dan fungsi tubuh yang kemungkinan dipengaruhi oleh adanya masalah eliminasi.
1)      Mulut
Pengkajian meliputi inspeksi gigi, lidah, dan gusi klien. Gigi yang buruk atau struktur gigi yang buruk mempengaruhi kemampuan mengunyah.
2)      Abdomen
Perawat menginspeksi keempat kuadran abdomen untuk melihat warna, bentuk, kesimetrisan, dan warna kulit. Inspeksi juga mencakup memeriksa adanya masa, gelombang  peristaltik, jaringan parut, pola pembuluh drah vena, stoma dan lesi. Dalam kondisi normal, gelombang peristaltik yang terlihat dapat merupakan tanda adanya obstruksi usus. Distensi abdomen terlihat sebagai suatu tonjolan  abdomen ke arah luar yang menyeluruh. Gas di dalam usus, tumor berukuran besar, atau cairan di dalam rongga peritoneum dapat menyebabkan distensi. Distensi abdomen terasa kencang dan kulit tampak tegang, seakan di regangkan. Perawat mengauskultasi abdomen dengan menggunakan stetoskop untuk mengkaji bising usus di setiap  kuadran. Bising usus normal tejadi setiap 5 – 15 detik dan berlangsng selama setelah sampai beberapa detik. Sambil mengauskultasi, perawat memperhatikan karakter dan frekuensi bising usus. Peningkatan nada hentakan pada bising usus atau bunyi “tinkling” ( bunyi gemerincing ) dapat  terdengar, jika terjadi distensi. Tidak adanya bising usus atau bising usus yang hipoaktif ( bising usus kurang dari lima kali per menit ) terjadi jika klien menderita ileus paralitik, seperti yang terjadi pada klien setelah menjalani pembedahan abdomen. Bising usus yang bernada tinggi dan hiperaktif ( bising usus 35 kali atau lebih permenit ) terjadi pada obstruksi usus dan gangguan inflamasi. Perawat mempalpasi abdomen untuk melihat adanya masa atau area nyeri tekan. Penting bagi klien untuk rileks. Ketegangan otot-otot abdomen mengganggu hasil palpasi organ atau masa yang berada di bawah abdomen tersebut.
Perkusi mendeteksi lesi, cairan atau gas di dalam abdomen. Pemahaman tentang lima bunyi perkusi juga memungkinkan identifikasi struktur abdominal yang berada dibawah abdomen. Gas atau flatulen menghasilkan bunyi timpani. Masa, tumor, dan cairan menghasilkan bunyi tumpu dalam perkusi.
3)      Rectum
Perawat menginspeksi daerah di sekitar anus untuk melihat adannya lesi, perubahan warna, inflamasi, dan hemoroid. Kelainan harus dicatat dengan cermat. Untuk memeriksa rectum, perawat melakukan palpasi dengan hati-hati. Perawat harus mempalpasi semua sisi dinding rectum klien dengan metode tertentu untuk mengetahui adanya nodul atau tekstur yang tidak teratur. Mukosa rectum normalnya lunak dan halus. Mendorong jari telunjuk yang terlalu jauh dapat menyebabkan ketidak nyamanan.
4)      Keadaan feses
Menginspeksi karakteristik feses, memberikan informasi tentang sifat perubahan eliminasi. Setiap karakteristik  feses dapat dipengaruhi oleh beberapa factor. Kunci dalam melakukan pengkajian ialah mengetahui apakah ada perubahan tebaru yang terjadi. Klien  adalah orang yang paling tepat untuk ditanyai tentang hal ini. Karakteristik Feses, Karakteristik Normal Abnormal Penyebab Abnormal Warna Bayi: kuning, orang Putih atau warna tanah liat. Hitam atau warna ter ( melena ) Kurangnya kadar empedu, perdarahan saluran cerna bagian atas, atau perdarahan, Bau  Konsistensi, Bentuk Unsur-unsur dewasa : coklat , Bau menyengat, dipengaruhi oleh makanan. Lunak dan berbentuk Menyerupai diameter rectum, Makanan yang tidak dicerna, bakteri mati, lemak, pigmen empedu, mukosa usus, air. Merah  Pucat mengandung lemak Amis dan perubahan bau.
2.9  Diagnosa keperawatan
1.      Gangguan eliminasi bowel konstipasi Kemungkinan b/d Kebiasaan defekasi yang tidak teratur
2.      Perubahan nutrisi dari kebutuhan tubuh b/d gangguan absorbsi nutrisi
2.10    Intervensi Keperawatan
1.      Gangguan eliminasi bowel konstipasi Kemungkinan b/d kelemahan otot abdomen
Tujuan
Setelah dilakukan tindakan selama 3x24 jam
a)      konstipasi menurun
b)      pola eleminasi dalam rentang yang diharapkan
c)      feses lunak dan berbentuk
d)     mengeluarkan feses tanpa bantuan
Kriteria Hasil
a)      Pembentukan dan pengeluaran feses
b)      Menunjukkan pengetahuan program defekasi yang dibutuhkan untuk mengatasi efek samping obat
c)      Melaporkan keluarnya feses disertai berkurangnya nyeri dan mengejan
2.      Perubahan nutrisi  dari kebutuhan tubuh b/d gangguan absorbsi nutrisi.
Tujuan: Berat badan stabil dan nutrisi teratasi.

Kriteria hasil:
a)      Tidak ada tanda-tanda mal nutrisi.
b)      Berat badan stabil.
c)      Pasien tidak mengalami mual muntah. 

Intervensi:
a.       Tinjau faktor-faktor individual yang mempengaruhi kemampuan untuk mencerna makanan, mis: status puasa, mual, ileus paralitik setelah selang dilepas.
Rasional: Mempengaruhi pilihan intervensi.
b.      Auskultasi bising usus; palpasi abdomen; catat pasase flatus.
Rasional: Menentukan kembalinya peristaltik (biasanya dalam 2-4 hari).
c.       Identifikasi kesukaan/ketidaksukaan diet dari pasien. Anjurkan pilihan makanan tinggi protein dan vitamin C.
Rasional: Meningkatkan kerjasama pasien dengan aturan diet.
d.      Protein/vitamin C adalah kontributor utuma untuk pemeliharaan jaringan dan perbaikan. Malnutrisi adalah fator dalam menurunkan pertahanan terhadap infeksi.



BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Obstruksi usus (mekanik) adalah keadaan dimana isi lumen saluran cerna tidak bisa disalurkan ke distal atau anus karena ada sumbatan/hambatan yang disebabkan kelainan dalam lumen usus, dinding usus atau luar usus yang menekan atau kelainan vaskularisasi pada suatu segmen usus yang menyebabkan nekrose segmen usus tersebut.
Obstruksi usus halus dapat disebabkan oleh adhesi, hernia inkarserata, neoplasma, intususepsi, volvulus, benda asing, kumpulan cacing askaris, sedangkan obstruksi usus besar penyebabnya adalah karsinoma, volvulus, divertikulum Meckel, penyakit Hirschsprung, inflamasi, tumor jinak, impaksi fekal. Gejala penyumbatan usus meliputi nyeri kram pada perut, disertai kembung. Bising usus yang meningkat dan “metallic sound” dapat didengar sesuai dengan timbulnya nyeri pada obstruksi di daerah distal.
Gejala umum berupa syok, oliguri dan gangguan elektrolit. Kolik dapat terlihat pada inspeksi perut sebagai gerakan usus atau kejang usus dan pada auskultasi sewaktu serangan kolik, hiperperistaltis kedengaran jelas sebagai bunyi nada tinggi. Tujuan utama penatalaksanaan adalah dekompresi bagian yang mengalami obstruksi untuk mencegah perforasi. Tindakan operasi biasanya selalu diperlukan.
3.2 Saran
Dengan adanya makalah ini bermanfaat buat kita semua supaya lebih mengerti dan memahami tentang ileus .









DAFTAR PUSTAKA
Amin, hardhi. 2015 . asuhan keperawatan berdasarkan diagnostic nanda nic-noc. Jogyakarta. Penerbit mediaction
Haswita ,dkk . 2015 buku panduan laboratorium konsep dara keperawatan
Doengoes, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan pasien. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran, EGC.
Muttaqin, Arif. 2009. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan System Kardiovaskular dan Hematologi. Jakarta : Salemba Medika.
Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar : Keperawatan Medikal Bedah.  Jakarta : EGC.
Setiawan, Wawan. 2010. Intervensi dan Rasional Ileus Obstruktif. (Diakses tanggal 11 Januari 2011).
Harnawati. 2008. Obstruksi Usus. (Diakses tanggal 11 Januari 2011).
Vanilow, Barry. 2010. Askep Ileus Obstruksi . (Diakses tanggal 11 Januari 2011).

Laporan Pendahuluan Ileus Laporan Pendahuluan Ileus Reviewed by Nasirul ulum on December 30, 2018 Rating: 5

No comments:

Laporan Pendahuluan Ileus

Laporan Pendahuluan Dan Konsep Asuhan Keperawatan Ileus

Powered by Blogger.