BAB
1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Cholera
adalah penyakit infeksi saluran usus yang bersifat akut dan disebabkan oleh
bakteri Vibrio cholerae. Bakteri ini masuk kedalam tubuh host secara per oral
umumnya melalui makanan atau minuman yang tercemar. Cholera dapat menular
sebagai penyakit yang bersifat epidemik. Meskipun sudah banyak penelitian
berskala besar dilakukan, namun penyakit ini tetap menjadi suatu tantangan bagi
dunia kesehatan. Dalam situasi adanya wabah / epidemi, feces penderita
merupakan sumber infeksi.
Cholera
dapat menyebar dengan cepat di tempat - tempat yang tidak mempunyai penanganan
pembuangan kotoran/sewage dan sumber air yang tidak memadai. Pada kasus berat
yang tidak diobati (kolera gravis), kematian bisa terjadi dalam beberapa jam,
dan CFR-nya bisa mencapai 50%. Dengan pengobatan tepat, angka ini kurang dari
1%. Diagnosa ditegakkan dengan mengisolasi vibrio cholera dari serogrup O1 atau
O139 dari tinja. Jika fasilitas laboratorium tidak tersedia, Cary Blair media
transport dapat digunakan untuk membawa atau menyimpan spesimen apus dubur
(Rectal Swab).
Untuk
diagnosa klinis presumtif cepat dapat dilakukan dengan mikroskop medan gelap
atau dengan visualisasi mikroskopik dari gerakan vibrio yang tampak seperti
shooting stars atau bintang jatuh, dihambat dengan antisera serotipe spesifik
yang bebas bahan pengawet. Untuk tujuan epidemiologis, diagnosa presumtif
dibuat berdasarkan adanya kenaikan titer antitoksin dan antibodi spesifik yang
bermakna.
Di
daerah non-endemis, organisme yang di isolasi dari kasus indeks yang dicurigai
sebaiknya dikonfirmasikan dengan pemeriksaan biokimiawi dan pemeriksaan
serologis yang tepat serta dilakukan uji kemampuan organisme untuk memproduksi
toksin kolera atau untuk mengetahui adanya gen toksin. Pada saat terjadi wabah,
sekali telah dilakukan konfirmasi laboratorium dan uji sensitivitas antibiotik,
maka terhadap semua kasus yang lain tidak perlu lagi dilakukan uji
laboratorium.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar
belakang di atas, maka dapat diambil suatu rumusan masalah, yaitu “ Bagaimana
Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Kolera ? ’’
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Diharapkan mampu
melakukan asuhan keperawatan pada Pasien dengan Kolera.
2. Tujuan Khusus
Diharapkan mampu :
a.
Melakukan pengumpulan
data melalui pengkajian secara menyeluruh terhadap pasien dengan kolera.
b.
Menentukan diagnosa
keperawatan pada pasien dengan kolera.
c.
Menyusun rencana
tindakan keperawatan pada pasien dengan kolera.
d.
Menerapkan tindakan
asuhan keperawatan pada pasien dengan kolera.
e.
Melakukan evaluasi
tindakan asuhan keperawatan pasien dengan kolera.
f.
Mendokumentasikan
asuhan keperawatan pasien dengan kolera.
D. Sistematika
Sistematika penulisan pada makalah
ini meliputi :
1.
Bagian awal terdiri
dari halaman judul, kata pengantar, daftar isi, daftar lampiran.
2.
Bagian inti terdiri
dari 2 bab yaitu :
a.
BAB 1 meliputi : Latar
belakang, rumusan masalah, tujuan, sistematika penulisan
b.
BAB 2 terdiri dari
konsep kolera meliputi : pengertian, etiologi, patofisiologi, gambaran klinis, konsep
asuhan keperawatan meliputi : pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan
keperawatan, dan konsep kebutuhan dasar manusia.
c.
BAB 3 penutup meliputi
kesimpulan dan saran
3.
Bagian akhir terdiri dari
daftar pustaka.
BAB
2
TINJAUAN
PUSTAKA
A. Definisi
Kolera
adalah penyakit infeksi yang disebabkan vibrio cholera dengan manifestasi
diare, disertai muntah yang akut dan hebat akibat enterotoksin yang dihasilkan
bakteri tersebut. Kolera dapat menyebar sebagai penyakit yang endemik,
epidemik, atau pandemik. (Nurarif dan Kusuma, 2015 : 169)
B. Etiologi
Vibrio
cholerae adalah kuman aerob gram negatif berukuran 0,2-0,4 mm x 1,5-4,0 mm
mudah dikenal dalam sediaan tinja. Pada daerah endemik, air terutama berperan
dalam penularan kolera namun pada endemik besar penularan juga terjadi melalui
makanan yang terkontaminasi oleh tinja atau air yang mengandung vibrio
cholerae. (Sudoyo Aru, 2010 : 2843)
Komposisi
elektrolit dalam tinja pasien kolera :
Umur
|
Natrium
|
Kalium
|
Klorida
|
Bikarbonat
|
Dewasa
|
124
|
16
|
90
|
48
|
Anak
|
101
|
27
|
92
|
32
|
(Nurarif
dan Kusuma, 2015 : 169)
C. Manifestasi Klinis
a)
Diare tanpa rasa mulas,
berwarna putih keruh (air cucian beras) tidak berbau busuk maupun amis tanpa
manis menusuk
b)
Dehidrasi
c)
Ketidakseimbangan
elektrolit
d)
Hipovolemia
e)
Masa inkubasi kolera
16-27 jam
f)
Tanpa rasa mulas,
tenesmus
g)
Hilangnya
air, NaCl, kalium dan bikarbonat
|
Tinja cair putih, keruh seperti air cucian beras
bila diendapkan akan keluar gumpalan-gumpalan putih
h)
Tidak berbau busuk
maupun amis
i)
Muntah tanpa didahului
mual
j)
Terdapat kejang otot
(bisep, trisep, betis, pektoralis dan dinding perut)
k)
Nyeri
l)
Lunglai, tak berdaya
namun kesadarannya relatif baik
m) Dapat
terjadi koma
n)
Denyut jantung cepat,
nadi cepat, nafas cepat, suara serak seperti suara bebek (vox cholerica)
o)
Hipoglikemia
p)
Hipotermi
q)
Turgor kulit menurun
(kelopak mata cekung memberi kesan hidung mancung dan tipis, tulang pipi yang
menonjol)
r)
Mulut dan bibir kering
s)
Perut cekung (skafoid)
t)
Peristaltik usus jarang
u)
Jari-jari tangan kurus
dan tampak lipatan-lipatan kulit
v)
Diare bertahan 5 hari
pada pasien yang tidak diobati
(Nurarif dan
Kusuma, 2015 : 169)
D. Patofisiologi
Adanya
bahan makanan yang tidak dapat diabsorbsi oleh lumen usus akan menyebabkan
tekanan osmotik dalam rongga usus meningkat sehingga terjadi penyerapan air dan
elektrolit ke dalam rongga usus. Isi rongga usus yang berlebihan akan
merangsang usus untuk mengeluarkannya sehingga terjadi diare. Bakteri
non-patogen (bakteroides, laktobasilus, klostridium) di dalam lumen usus halus
(sering disebut flora usus) dapat menyebabkan diare. Normalnya melalui proses
fermentasi bakteri non-patogen usus memetabolisir berbagai macam substrat
terutama zat – zat makanan dengan hasil akhir asam lemak dan gas. Metabolisme
anaerob ini akan memberikan tambahan energi bagi tubuh. Akibat stasis usus,
obstruksi dan malnutrisi menyebabkan terjadinya peningkatan jumlah bakteri
non-patogen sehingga pada proses fermentasi zat makanan menghasilkan metabolit
yang tidak diinginkan oleh tubuh. Sebagai contoh : laktosa (dari susu)
merupakan makanan yang baik bagi bakteri non-patogen. Laktosa akan
difermentasikan menghasilkan gas lambung dan menyebabkan distensi. Akibat dari
tingginya konsentrasi laktosa menyebabkan tekanan osmotik dalam lumen usus
meningkat. Keadaan hiperosmolar ini akan menyerap air dari intra selluler yang
diikuti dengan peningkatan peristaltik usus sehingga terjadi diare. (Sudoyo Aru, 2010 :
2845).
E. Pemeriksaan Penunjang
a)
Pemeriksaan darah tepi
lengkap, analisa gas darah, elektrolit, ureum, keratin dan berat jenis.
b)
Pemeriksaan urine
lengkap, feses lengkap dan biakan feses dari colok dubur.
c)
Pemeriksaan biakan empedu
bila demam tinggi dan dicurigai infeksi sistemik
d)
Pemeriksaan sediaan
darah malaria serta serologi helicobacter jeyuni sangat dianjurkan
(Nurarif
dan Kusuma, 2015 : 170)
F. Penatalaksanaan
a)
Rehidrasi
Terapi rehidrasi kolera pada dewasa
Derajat
Dehidrasi
|
Jenis
Cairan
|
Jumlah
Cairan
|
Jangka
Waktu Pemberian
|
Ringan
|
ORS
|
50 ml/kgBB
Maks. 750 ml/jam
|
3-4 jam
|
Sedang
|
ORS
|
100
ml/kgBB
Maks.
750 ml.jam
|
3
jam
|
Berat
|
Intravena
Ringer laktat
|
110 ml/kgBB
|
3 jam pertama guyur sampai nadi teraba kuat,
sisanya dibagi dalam 2 jam berikutnya
|
(Nurarif
dan Kusuma, 2015 : 170)
Pengobatan awal dehidrasi dari kolera
mengikuti rencana terapi dehidrasi seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya.
Untuk pasien dengan dehidrasi seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya. Untuk
pasien dengan dehidrasi berat dan syok, infus intravena harus diberikan segera
untuk memulihkan volume darah, dan perbaikan dinilai dari tekanan darah yang
normal dan denyut nadi radial yang kuat. Dengan kolera, dibutuhkan oralit dalam
jumlah besar yang diperlukan untuk mengganti kehilangan akibat diare setelah
dehidrasi dikoreksi. Jumlah kehilangan cairan melalui diare sangat banyak dalam
24 jam pertama, pada pasien dengan dehidrasi berat. Selama periode ini,
rata-rata kebutuhan cairan pasien adalah 200 ml/kgBB, tapi beberapa memerlukan
350 ml/kgBB atau lebih. Pada pasien yang berkelanjutan diarenya biasanya
membutuhkan terapi pemeliharaan intravena menggunakan larutan Ringer laktat
dengan menambahkan kalium klorida. Tambahan kalium juga dapat diberikan
bersamaan dengan oralit segera setelah pasien dapat minum. Setelah rehidrasi,
pasien harus dinilai ulang untuk mengetahui tanda-tanda dehidrasi
sekurang-kurangnya setiap 1-2 jam dan dilakukan lebih sering jika diare terus
menerus dan banyak. Jika tanda-tanda dehidrasi muncul kembali, larutan oralit
harus diberikan lebih cepat. Jika pasien menjadi lelah, sering muntah atau
distensi abdomen larutan oralit harus dihentikan dan rehidrasi harus diberikan
secara IV menggunakan larutan ringer laktat (50 ml/kgBB dalam 3 jam), dengan
menambahkan kalium klorida. (Nurarif dan Kusuma, 2015 : 170)
b)
Antibiotik
Semua
kasus dugaan kolera dengan dehidrasi berat harus diberi antibiotik oral yang
efektif untuk vibrio cholerae. Hal ini dapat mengurangi volume total kehilangan
cairan, menyebabkan diare berhenti dalam waktu 48 jam. Dosis pertama harus
diberikan segera setelah muntah berhenti, yang biasanya 4-6 jam setelah memulai
terapi rehidrasi. Antiobiotik yang dapat digunakan adalah Doksisiklin 300 mg
dosis tunggal untuk dewasa atau tetrasiklin dengan dosis 12,5 mg/kgBB untuk
anak-anak dan 500 mg untuk dewasa yang diberikan 4 kali sehari selama 3 hari.
Antibiotik alternatif yang dapat digunakan adalah eritromisin dengan dosis 12,5
mg/kgBB untuk anak-anak dan 250 mg untuk dewasa yang diberikan 4 kali sehari
selama 3 hari. (Nurarif
dan Kusuma, 2015 : 170)
G. Komplikasi
Kehilangan
cairan dan elektrolit dalam jumlah besar bisa membahayakan dan berakibat fatal.
Syok dan dehidrasi parah merupakan komplikasi kolera yang paling berbahaya,
namun selain itu ada beberapa masalah kesehatan lain yang bisa muncul akibat
kolera, yaitu:
a)
Hipokalemia atau
kekurangan kalium yang bisa menyebabkan gangguan fungsi jantung dan saraf.
b)
Gagal ginjal yang
diakibatkan oleh hilangnya kemampuan ginjal untuk menyaring, sehingga mengeluarkan
sejumlah besar cairan dan elektrolit dari dalam tubuh. Syok sering muncul pada
penderita kolera yang mengalami gagal ginjal.
c)
Hipoglikemia atau
rendahnya kadar gula darah bisa terjadi jika pasien terlalu sakit untuk makan.
Keadaan ini bisa berbahaya karena glukosa merupakan sumber energi tubuh yang
utama. Hilang kesadaran, kejang, dan bahkan kematian bisa terjadi akibat
komplikasi ini, dan anak-anak lebih rentan mengalaminya. (Sudoyo Aru, 2010 :
2846)
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN KOLERA
A. Pengkajian
1.
Identitas klien.
Perlu diperhatikan
adalah usia. Episode diare terjadi pada 2 tahun pertama kehidupan. Insiden
paling tinggi adalah golongan umur 6-11 bulan. Kebanyakan kuman usus merangsang
kekebalan terhadap infeksi, hal ini membantu menjelaskan penurunan insidence
penyakit pada anak yang lebih besar. Pada umur 2 tahun atau lebih imunitas
aktif mulai terbentuk. Kebanyakan kasus karena infeksi usus asimptomatik dan
kuman enteric menyebar terutama klien tidak menyadari adanya infeksi. Status
ekonomi juga berpengaruh terutama dilihat dari pola makan dan perawatannya .
2.
Keluhan utama
Feses semakin cair,muntah,bila kehilangan banyak air dan elektrolit terjadi
gejala dehidrasi,berat badan menurun. Turgor kulit berkurang,selaput lendir
mulut dan bibir kering,frekwensi BAB lebih dari 4 kali dengan konsistensi
encer.
3. Riwayat kesehatan sekarang
BAB warna kuning kehijauan, bercamour lendir dan
darah atau lendir saja. Konsistensi encer, frekuensi lebih dari 3 kali, waktu
pengeluaran : 3-5 hari (diare akut), lebih dari 7 hari ( diare berkepanjangan),
lebih dari 14 hari (diare kronis).
4. Riwayat penyakit dahulu
Pernah mengalami diare sebelumnya, pemakian
antibiotik atau kortikosteroid jangka panjang (perubahan candida albicans dari
saprofit menjadi parasit), alergi makanan, ISPA, ISK, OMA campak.
5. Riwayat
Nutrisi
Pada anak usia toddler makanan yang diberikan
seperti pada orang dewasa, porsi yang diberikan 3 kali setiap hari dengan
tambahan buah dan susu. kekurangan gizi pada anak usia toddler sangat rentan,.
Cara pengelolahan makanan yang baik, menjaga kebersihan dan sanitasi makanan,
kebiasan cuci tangan,
6. Riwayat
Kesehatan Keluarga
Ada salah satu keluarga yang mengalami diare.
7. Riwayat
Kesehatan Lingkungan
Penyimpanan makanan pada suhu kamar, kurang menjaga
kebersihan, lingkungan tempat tinggal.
8. Pemeriksaan Fisik
a. Pengukuran panjang badan, berat
badan menurun, lingkar lengan mengecil, lingkar kepala, lingkar abdomen
membesar.
b. Keadaan umum : klien lemah,
gelisah, rewel, lesu, kesadaran menurun.
c. Kepala : ubun-ubun tak teraba
cekung karena sudah menutup pada anak umur 1 tahun lebih.
d. Mata : cekung, kering, sangat
cekung.
e. Sistem pencernaan : mukosa mulut
kering, distensi abdomen, peristaltic meningkat > 35 x/mnt, nafsu makan
menurun, mual muntah, minum normal atau tidak haus, minum lahap dan kelihatan
haus, minum sedikit atau kelihatan bisa minum.
f. Sistem Pernafasan : dispnea,
pernafasan cepat > 40 x/mnt karena asidosis metabolic (kontraksi otot
pernafasan).
g. Sistem kardiovaskuler : nadi
cepat > 120 x/mnt dan lemah, tensi menurun pada diare sedang .
h. Sistem integumen : warna kulit
pucat, turgor menurun > 2 dt, suhu meningkat > 375 0 c, akral hangat,
akral dingin (waspada syok), capillary refill time memajang > 2 dt,
kemerahan pada daerah perianal.
i.
Sistem perkemihan : urin produksi oliguria sampai anuria (200-400 ml/ 24
jam ), frekuensi berkurang dari sebelum sakit.
j.
Dampak hospitalisasi : semua anak sakit yang MRS bisa mengalami stress yang
berupa perpisahan, kehilangan waktu bermain, terhadap tindakan invasive respon
yang ditunjukan adalah protes, putus asa, dan kemudian menerima.
9. Pengkajian Pola Gordon (Pola
Fungsi Kesehatan).
a. Persepsi Kesehatan : pasien tidak
mengetahui penyebab penyakitnya, higienitaspasien sehari-sehari kurang baik.
b. Nutrisi metabolic : diawali dengan
mual,muntah,anopreksia,menyebabkan penurunan berat badan pasien.
c. Pola eliminasi : akan mengalami
perubahan yaitu BAB lebih dari 4 kali sehari,BAK sedikit atau jarang.
d. Aktivitas : akan terganggu karena
kondisi tubuh yang lemah dan adanya nyeri akibat distensi abdomen yakni dibantu
oleh orang lain.
e. Tidur/istirahat : akan terganggu
karena adanya distensi abdomen yang akan menimbulkan rasa tidak nyaman.
f. Kognitif/perceptual : pasien
masih dapat menerima informasi namun kurang berkonsentrasi karena nyeri abdomen.
g. Persepsi diri/konsep diri :
pasien mengalami gangguan konsep diri karena kebutuhan fisiologis nya terganggu
sehingga aktualisasi diri tidak tercapai pada fase sakit.
h. Seksual/reproduksi : mengalami
penurunan libido akibat terfokus pada penyakit.
i.
Peran hubungan : pasien memiliki hubungan yang baik dengan keluarga dan
peran pasien pada kehidupan sehari-hari mengalami gangguan.
j.
Manajemen koping/stress : pasien mengalami kecemasan yang berangsur-angsur
dapat menjadi pencetus stress. Pasien memiliki koping yang adekuat.
k. Keyakinan/nilai : pasien memiliki
kepercayaan, pasien jarang sembahyang karena gejala penyakit.
B. Diagnosa
1.
Ketidakefektifan
perfusi jaringan perifer berhubungan dengan
viskositas darah yang meningkat
Definisi
:Penurunan oksigen yang mengakibatkan kegagalan pengantaran nutrisi ke jaringan
pada tingkat kepiler. (Wilkinson & Ahern, 2015 820:821)
Batasan
karakteristik :
Perubahan
sensasi, perubahan karakteristik kulit, perubahan tekanan darah pada
ekstremitas, klaudikasi, bruit, kelambatan penyembuhan, nadi arteri lemah,
edema, tanda homan positif, kulit pucat saat elevasi; tidak kembali saat
tungkai kembali diturunkan, diskolorasi kulit, perubahan suhu kulit, nadi lemah
atau tidak teraba.
Faktor
yang berhubungan :
Perubahan
kemampuan hemoglobin untuk mengikat oksigen, penurunan konsentrasi hemoglobin
dalam darah, keracunan enzim, masalah pertukaran, hipervolemia, hipoventilasi,
hipovolemia, kerusakan transpor oksigen melalui membran alveolar dan/membran
kapiler, gangguan aliran arteri, gangguan aliran vena, ketidaksebandingan
ventilasi dengan aliran darah.
2.
Resiko syok
(hipovolemik) berhubungan dengan diare berat
dan muntah
Definisi
: beresiko terhadap ketidakcukupan aliran darah kejaringan tubuh, yang dapat
mengakibatkan disfungsi seluler yang mengancam jiwa.
Faktor
resiko :
Hipotensi,
hipovolemia, hipoksemia, hipoksia, infeksi, sepsis, sindrom respon inflamasi
sistemik. (Nurarif & Kusuma, 2015:341)
3.
Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan diare berat dan muntah
Definisi
: Asupan nutrisi tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan metabolik (Wilkinson
& Ahern, 2015 503:504)
Batasan
Karakteristik :
Kram
abdomen, nyeri abdomen, menolak makan, indigesti, persepsi ketidakmampuan
mencerna makanan, melaporkan perubahan sensasi rasa, kurangnya makanan, merasa
cepat kenyang setelah mengkonsumsi makanan, pembuluh kapiler rapuh, diare atau
steatore, kekurangan makanan, bising usus hiperaktif, kurang minat terhadap
makanan, membran mukosa pucat, menolak untuk makan, rongga mulut terluka,
kelemahan otot yang berfungsi untuk menelan atau mengunyah. (Wilkinson &
Ahern, 2015 503:504)
Faktor
yang berhubungan :
Ketergantungan
zat kimia, penyakit kronis, kesulitan mengunyah atau menelan, faktor ekonomi,
intoleransi makanan, kebutuhan metabolik tinggi, kurang pengetahuan dasar
tentang nutrisi, akses terhadap makanan terbatas, hilang nafsu makan, mual
muntah, pengabaian oleh orang tua, gangguan psikologis, refleks menghisap pada
bayi tidak adekuat. (Wilkinson & Ahern, 2015 503:504)
4.
Kekurangan volume
cairan berhubungan dengan hilangnya
air, NaCl, kalium dan bikarbonat
Definisi
: Penurunan cairan intravaskular, interstitial, atau intra sel. Diagnosis ini
merujuk pada dehidrasi yang merupakan kehilangan cairan saja tanpa perubahan
kadar natrium. (Wilkinson & Ahern, 2015 :309-310)
Batasan
karakteristik :
Penurunan
berat badan yang tiba-tiba, konsentrasi urin meningkat, kelemahan, peningkatan
frekuensi nadi, penurunan tekanan darah, penurunan volume dan tekanan nadi,
suhu tubuh meningkat, hematokrit meningkat, kulit dan membran mukosa kering,
penurunan pengisian vena, penurunan haluaran urine, penurunan turgor kulit dan
lidah, perubahan status mental. (Wilkinson & Ahern, 2015 :309-310)
Faktor
yang berhubungan :
Kehilangan
volume cairan aktif, kegagalan mekanisme pengaturan
(Wilkinson
& Ahern, 2015 :309-310)
5.
Hipotermi berhubungan dengan kegagalan sirkulasi darah
Definisi
: Suhu tubuh dibawah rentang normal. (Wilkinson & Ahern, 2015 :394-395)
Batasan
karakteristik :
Kulit
dingin, bantalan kuku sianosis, hipertensi, pucat, merinding, menggigil,
penurunan suhu tubuh dibawah rentang normal, pengisian ulang kapiler lambat,
takikardia. (Wilkinson & Ahern, 2015 :394-395)
Faktor
yang berhubungan :
Penuaan,
konsumsi alkohol, kerusakan hipotalamus, penurunan laju metabolik, kulit
berkeringat pada lingkungan yang dingin, penyakit atau trauma, ketidakmampuan
atau penurunan kemampuan untuk menggigil, ketidakaktifan, penggunaan pakaian
yang tidak mencukupi, malnutrisi, obat-obatan, terpajan lingkungan yang dingin
atau kedinginan, hipertiroidisme.
(Wilkinson
& Ahern, 2015 :394-395)
C. Intervensi
1.
Ketidakefektifan
perfusi jaringan perifer berhubungan dengan
viskositas darah yang meningkat
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan sirkulasi kembali normal
Kriteria Hasil
:
a.
Tekanan sistole dan
diastole dalam rentang yang diharapkan
b.
Tidak ada
ortostatik hipertensi
c.
Tidak ada tanda
tanda peningkatan tekanan intrakranial
d.
Berkomunikasi
dengan jelas dan sesuai kemampuan
e.
Menunjukkan
perhatian, konsentrasi dan orientasi
f.
Memproses informasi
g.
Membuat keputusan
dengan benar
Intervensi :
a.
Lakukan pengkajian komprehensif terhadap sirkulasi perifer
b. Pantau tingkat ketidaknyamanan
atau nyeri saat melakukan latihan fisik
c. Pantau status cairan termasuk
asupan dan haluaran
Manajemen sensasi perifer (NIC):
a. Pantau perbedaan ketajaman atau
ketumpulan, panas atau dingin
b. Pantau parestesia, kebas,
kesemutan, hiperestesia dan hipoestesia
c. Pantau tromboflebitis dan
thrombosis vena profunda
d. Pantau kesesuaian alat penyangga,
prosthesis, sepatu dan pakaian
Penuluhan
untuk pasien dan keluarga
a. Ajarkan pasien dan keluarga
tentang:
b. Menghindari suhu yang eksterm
pada ekstremitas
c. Pentingnya mematuhi program diet
dan program pengobatan
d. Tanda dan gejala yang dapat
dilaporkan pada dokter
e. Perawatan sirkulasi (NIC):
ajarkan pasien untuk melakukan perawatan kaki yang tepat
f. Pentingnya pencegahan ststis vena
Manajemen sensasi perifer (NIC):
a. Anjurkan pasien atau keluarga
untuk memantau posisi bagian tubuh saat pasien mandi, duduk, berbaring atau
mengubah posisi
b. Ajarkan pasien atau keluarga
untuk memeriksa kulit setiap hari untuk mengetahui perubahan integritas kulit
Aktivitas kolaboratif
a. Beri obat nyeri, beritahu dokter
jika neri tidak kunjung reda
b. Perawatan sirkulasi (NIC): beri
obat antitrombosit atau antikoagulan, jika perlu
2.
Resiko syok
hipovolemik berhubungan dengan diare berat dan muntah
NIC: shock management
a. Monitor TTV, tekanan darah
ortostatik, status mental dan urine output
b. Monitor nilai laboratorium
sebagai bukti terjadinya perfusi jaringan yang inadekuat (misalnya peningkatan
kadar asam laktat, penurunan pH arteri)
c. Berikan cairan IV kristaloid
sesuai dengan kebutuhan (NaCl 0,9%; RL; D5%W)
d. Berikan medikasi vasoaktif
e. Berikan terapi oksigen dan
ventilasi mekanik
f. Monitor trend hemodinamik
g. Monitor frekuensi jantung fetal
(bradikardia bila HR <110 kali/menit) atau (takikardia bila HR >160
kali per menit) berlangsung lebih lama dari 10 menit
h. Ambil sampel darah untuk
pemeriksaan AGD dan monitor oksigenasi jaringan
i.
Dapatkan patensi akses vena
j.
Berikan cairan untuk mempertahankan tekanan daarah atau cardiac output
k. Monitor penentu pengiriman
oksigen ke jaringan (SaPO2, level Hb, cardiac output)
l.
Catat bila terjadi bradicardia atau penurunan tekanan darah, atau
abnormalitas tekanan arteri sistemik yang rendah misalnya pucat, cyanosis atau
diaphoresis
m. Monitor tanda dan gejala gagal
nafas (rendahnya PaO2, peningkatan PCO2, kelumpuhan otot pernafasan)
n. Monitor kadar glukosa darah dan
tangani bila ada abnormalitas
o. Monitor koagulasi dan complete
blood count dengan WBC differential
p. Monitor status cairan meliputi
intake dan output
q. Monitor fungsi ginjal (nilai BUN
dan creatinin)
r.
Lakukan pemasangan kateter urinaria
s. Lakukan pemasangan NGT dan
monitor residu lambung
t.
Atur posisi pasien untuk mengoptimalkan perfusi
u. Berikan dukungan emosional kepada
keluarga
v. Berikan harapan yang realistic
kepada keluarga
NIC: shock management: cardiac
a. Auskultasi suara paru untuk
menentukan adanya crackles dan suara nafas tambahan lainnya
b. Catat tanda dan gejala penurunan
cardiac output
c. Monitor gejala inadekuatnya
perfusi arteri koronaria (misalnya perubahan gelombang ST pada EKG atau angina)
d. Monitor nilai koagulasi (PT,
PTT,fibrinogen, trombosit)
e. Pertahanankan keseimbangan cairan
dengan memberikan cairan dan diuretic
f. Berikan obat inotropic positif
atau kontraktilitas
g. Tingkatkan preload yang optimal
dengan memperbaiki kontraktilitas ketika meminimalkan gagal jantung (memberikan
nitrogliserin)
h. Tingkatkan penurunan afterload
(memberikan vasodilator atau intraaortic balloon pumping)
i.
Tingkatkan perfusi arteri koronaria (dengan mempertahankan MAP >60 mmHg
dan mengontrol takikardia)
NIC: shock management: vasogenic
a. Lakukan perawatan luka untuk
mencegah infeksi dan meningkatkan penyembuhan
b. Berikan antibiotic sesuai jadwal
c. Berikan antihistamin sesuai instruksi
d. Berikan epinefrin pada keadaan
emergensi bila terjadi anafilaksis
e. Berikan obat
anti-inflammatory sesuai instruksi
f. Hilangkan stimulus yang
menyebabkan reaksi neurogenic
g. Tangani hipertermia dengan obat
antipiretik, mattress pendingin atau sponge bath
h. Cegah dan control menggigil
dengan pemberian obat dan menutup ekstremitas
NIC: management shock : volume
a. Monitor tanda dan gejala adanya
perdarahan yang persisten
b. Catat nilai Hb dan HT sebelum dan
sesudah kehilangan darah
c. Berikan produk darah sesuai instruksi
(platelet or fresh frozen plasma)
d. Cegah kehilangan darah dengan
menekan sisi perdarahan
3.
Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan diare berat dan muntah
Tujuan atau criteria hasil
Memperlihatkan status gizi: asupan makanan
dan cairan, yang dibuktikan oleh indicator sebagai berikut:
a.
tidak adekuat
b.
sedikit adekuat
c.
cukup adekuat
d.
adekuat
e.
sangat adekuat
Intervensi
:
Pengkajian
a.
Tentukan motivasi
pasien untuk mengubah kebiasaan makan
b.
Pantau nilai
laboratotium, khususnya transferin, albumin, dan elektrolit
c.
Manajemen nutrisi:
d.
Ketahui makanan
kesukaan pasien
e.
Tentukan kemampuan
pasien untuk memenuhi kebutuhan nutrisi
f.
Pantau kandungan
nutrisi dan kalori pada catatan asupan
g.
Timbang pasien pada
interval yang tepat
Penyuluhan untuk pasien/keluarga
a.
Ajarkan metode untuk
perencanaan makan
b.
Ajarkan pasien dan
keluarga tentang makanan yang berizi dan tidak mahal
c.
Manajemen nutrisi:
berikan informasi yang tepat tentang kebutuhan nutrisi dan bagaimana
memenuhinya
Aktivitas kolaboratif
a.
Diskusikan dengan ahli
gizi dalam menentukan kebutuhan protein pasien yang mengalami ketidakadekuatak
asupan protein
b.
Diskusikan dengan
dokter kebutuhan stimulasi nafsu makan, makanan lengkap, pemberian makanan
melaui selang, atau nutrisi parenteral total agar asupan kalori yang adekuat
dapat dipertahankan
c.
Rujuk kedokter untuk
menentukan penyebab gangguan nutrisi
d.
Rujuk ke program gizi
dikomunitas yang tepat jika pasien tidak dapat memenuhi asupan nutrisiyang
adekuat
e.
Manajemen nutrisi;
tentukan dengan melakukan kolaborasi dengan ahli gizi jika diperlukan jumlah
kalori, dan jenis zat gizi yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi.
4.
Kekurangan volume
cairan berhubungan dengan hilangnya
air, NaCl, kalium dan bikarbonat
NOC:
Fluid balance
Hydration
Nutritional Status
: Food and Fluid Intake
Setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama….. defisit volume cairan teratasi
dengan kriteria hasil:
a.
Mempertahankan urine
output sesuai dengan usia dan BB, BJ urine normal,
b.
Tekanan darah, nadi,
suhu tubuh dalam batas normal
c.
Tidak ada tanda tanda
dehidrasi, Elastisitas turgor kulit baik, membran mukosa lembab, tidak ada rasa
haus yang berlebihan
d.
Orientasi terhadap
waktu dan tempat baik
e.
Jumlah dan irama
pernapasan dalam batas normal
f.
Elektrolit, Hb, Hmt
dalam batas normal
g.
pH urin dalam batas
normal
h.
Intake oral dan
intravena adekuat
NIC
:
a.
Pertahankan catatan
intake dan output yang akurat
b.
Monitor status hidrasi
( kelembaban membran mukosa, nadi adekuat, tekanan darah ortostatik ), jika
diperlukan
c.
Monitor hasil lab yang
sesuai dengan retensi cairan (BUN , Hmt , osmolalitas urin, albumin, total
protein )
d.
Monitor vital sign
setiap 15menit – 1 jam
e.
Kolaborasi pemberian
cairan IV
f.
Monitor status nutrisi
g.
Berikan cairan oral
h.
Berikan penggantian
nasogatrik sesuai output (50 – 100cc/jam)
i.
Dorong keluarga untuk
membantu pasien makan
j.
Kolaborasi dokter jika
tanda cairan berlebih muncul meburuk
k.
Atur kemungkinan
tranfusi
l.
Persiapan untuk
tranfusi
m.
Pasang kateter jika
perlu
n.
Monitor intake dan urin
output setiap 8 jam
5.
Hipotermi berhubungan dengan kegagalan sirkulasi darah
Kriteria Hasil :
b. Nadi dan RR dalam rentang normal
NIC :
Temperature
regulation
a. Monitor suhu minimal tiap 2 jam
b. Rencanakan monitoring suhu secara
kontinyu
c. Monitor TD, nadi, dan RR
d. Monitor warna dan suhu kulit
e. Monitor tanda-tanda hipertermi
dan hipotermi
f. Tingkatkan intake cairan dan
nutrisi
g. Selimuti pasien untuk mencegah
hilangnya kehangatan tubuh
h. Ajarkan pada pasien cara mencegah
keletihan akibat panas
i.
Diskusikan tentang pentingnya pengaturan suhu dan kemungkinan efek negatif
dari kedinginan
j.
Beritahukan tentang indikasi terjadinya keletihan dan penanganan emergency
yang diperlukan
k. Ajarkan indikasi dari hipotermi
dan penanganan yang diperlukan
l.
Berikan anti piretik jika perlu
Vital sign Monitoring
a. Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
b. Catat adanya fluktuasi tekanan
darah
c. Monitor VS saat pasien berbaring,
duduk, atau berdiri
d. Auskultasi TD pada kedua lengan
dan bandingkan
e. Monitor TD, nadi, RR, sebelum,
selama, dan setelah aktivitas
f. Monitor kualitas dari nadi
g. Monitor frekuensi dan irama
pernapasan
h. Monitor suara paru
i.
Monitor pola pernapasan abnormal
j.
Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit
k. Monitor sianosis perifer
l.
Monitor adanya cushing triad (tekanan nadi yang melebar, bradikardi,
peningkatan sistolik)
m. Identifikasi penyebab dari
perubahan vital sign
BAB IV
KEBUTUHAN DASAR MANUSIA
A.
Konsep
Cairan dan Elektrolit
1.
Definisi Cairan dan
Elektrolit
Cairan
dan elektrolit merupakan komponen tubuh yang berperan dalam memelihara fungsi
tubuh dan proses homeostasis. Tubuh kita terdiri atas sekitar 60 % air yang
tersebar di dalam sel maupun di luar sel. Namun demikian, besarnya kandungan
air yang tergantung dari usia, jenis kelamin, dan kandungan lemak. (Tarwoto dan
Wartonah, 2011)
Deficit
volume cairan dan elektrolit disebabkan oleh beberapa hal, yaitu kehilangan
cairan abnormal melalui kulit, penurunan, asupan cairan, dan perdarahan. Defisit
volume cairan dan elektrolit adalah suatu kondisi ketidakseimbangan antara yang
ditandai defisiensi cairan dan elektrolit di ruang ekstrasel, namun proporsi
antara keduanya (cairan dan elektrolit) mendekati normal (Mubarak M dan
Chayatin, 2008)
a)
Komposisi Cairan Tubuh. Menurut Tarwoto dan
Wartonah, 2010. Komposisi cairan tubuh terdiri dari :
1.
Oksigen yang berasal
dari paru-paru
2.
Nutrisi yang berasal
dari saluran pencernaan
3.
Produk metabolisme
seperti karbon dioksida
4.
Ion-ion yang merupakan
bagian dari senyawa atau molekul atau disebut juga elektrolit. Elektrolit yang
bermuatan positif disebut kation (misalnya Natrium (Na²+), Kalium
(K), Kalsium (Ca2+) ). Elektrolit yang bermuatan negatif disebut
dengan anion (misalnya Klorida (Cl), bikarbonat (HCO3), sulfat (SO4).
(Perry P, 2010)
Berikut adalah kebutuhan asupan
cairan yang diperlukan berdasarkan usia dan berat badan
No
|
Usia
|
Berat Badan (kg)
|
Kebutuhan
Cairan (ml/24 jam)
|
1
|
3 hari
|
3,0
|
250-300
|
2
|
1 tahun
|
9,5
|
1.150-1.300
|
3
|
2 tahun
|
11,8
|
1.350-1500
|
4
|
6 tahun
|
20,0
|
1.800-2.000
|
5
|
10 tahun
|
28,7
|
2.000-2.500
|
6
|
14 tahun
|
45,0
|
2.200-2.700
|
7
|
18 tahun (dewasa)
|
54,0
|
2.200-2.700
|
(Heriana,
2014)
b)
Fungsi Cairan
Menurut
Tarwoto dan Wartonah, 2010. Fungsi cairan dalam tubuh terdiri dari :
1) Mempertahankan
panas tubuh dan pengaturan temperature tubuh
2) Transpor
nutrisi ke sel
3) Transpor
hasil sisa metabolisme
4) Transpor
hormon
5) Pelumas
antar organ
6) Mempertahankan
tekanan hidrostatik dalam sistem kardiovaskular
c)
Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Keseimbangan Cairan dan Elektrolit
Menurut
Mubarak M dan Chayatin, 2008 faktor yang memengaruhi keseimbangan cairan dan
elektrolit :
1) Usia
Dengan
bertambahnya usia semua organ yang mengatur keseimbangan akan menurun
fungsinya, hasilnya fungsi untuk mengatur keseimbangan juga menurun.
2) Temperatur
Lingkungan
Lingkungan
yang panas menstimulus sistem saraf simpatis dan menyebabkan seseorang
berkeringat. Pada cuaca yang sangat panas, seseorang akan kehilangan 700- 200
ml air/jam dan 15-30 g garam/hari.
3) Diet
Asupan
nutrisi yang tidak adekuat dapat berpengaruh terhadap kadar albumin serum. Jika
albumin serum menurun, cairan interstisial tidak bisa masuk ke pembuluh darah
sehingga terjadi pelepasan hormone anti diuretic sehingga produksi urine
menurun.
4) Sakit
Kondisi
sakit yang dapat memengaruhi keseimbangan cairan dan elektrolit antara lain
luka bakar, gagal ginjal dan payah jantung.
d) Keseimbangan
Cairan
Keseimbangan
cairan ditentukan oleh intake atau masukan cairan dan pengeluaran cairan.
Melalui mekanisme keseimbangan, tubuh berusaha agar cairan di dalam tubuh
setiap waktu berada dalam jumlah yang tetap/konstan. Ketidakseimbangan terjadi
pada dehidrasi (kehilangan cairan secara berlebihan). (Tarwoto dan Wartonah,
2010)
Intake
|
Jumlah (ml)
|
Output
|
Jumlah
(ml)
|
Cairan
|
550-1500
|
Ginjal
|
500-1400
|
Makanan
|
700-1000
|
Kulit
|
450-900
|
Air
metabolic
|
200-300
|
Paru-paru
Feses
|
350
150
|
Total
|
1450-2800
|
1450-2800
|
(Lusianah et al, 2012)
e)
Derajat Dehidrasi
Berdasarkan
cairan yang hilang tingkat dehidrasi terbagi menjadi :
1) Dehidrasi
ringan, kehilangan cairan 2-5 % dari berat badan dengan gambaran klinik turgor
kulit kurang elastis, pucat, membran mukosa kering, nadi nomal/meningkat, diare
< 4 kali/hari. (Nugroho, 2011)
2) Dehidrasi
sedang, kehilangan cairan 5-8 % dari berat badan dengan gambaran klinik turgor
kulit jelek, suara serak, pre syok nadi cepat dan dalam. (Bararah T dan Jauhar
M, 2013)
3) Dehidrasi
berat, kehilangan 8-10% dari berat badan dengan gambaran klinik seperti
tanda-tanda dehidrasi sedang ditambah dengan kesadarn menurun, apatis sampai
koma, otot-otot kaku sampai sianosis. (Haryono, 2012)
f) Keluaran
Cairan
Kehilangan
cairan tubuh melalui empar rute (proses) yaitu :
1) Urine
Proses
pembentukan urine oleh ginjal dan ekskresi melaluitraktus urinarius merupakan
proses keluaran cairan tubuh yang utama. Dalam kondisi normal pada orang
dewasa, keluaran urine sekitar 1400-1500 ml per 24 jam, atau sekitar 30-50 ml
per jam.
2) IWL
(Insesible water loss)
IWL
terjadi melalui paru-paru dan kulit. Melalui kulit dengan mekanisme difusi.
Pada orang dewasa normal kehilangan cairan tubuh melalui proses ini adalah
berkisar 300-400 ml/hari.
a) Penghitungan
IWL (Insesible Water Loss)
Dewasa
: 15
ml/kgBB/hari
Anak : 30 usia
(th) ml/kgBB
Jika
ada kelainan suhu : IWL + 200
(suhu badan sekarang – 36,8 °C)
b) Metabolisme
Air
Dewasa : 5
ml/kgBB/hari
Anak :
(1)
Usia 12-14 tahun : 5-6
ml/kgBB/hari
(2)
Usia 7-11 tahun : 6-7
ml/kgBB/hari
(3)
Usia 5-7 tahun : 8-8,5
ml/kgBB/hari
(4)
Balita : 8
ml ml/kgBB/hari
Feses : 100 ml/kgBB/hari
Cara
menghitung IWL/jam
3) Keringat
Berkeringat
terjadi sebagai respon terhadap kondisi suhu yang panas, respon ini berasal
dari anterior hipotalamus, sedangkan impulsnya ditransfer melalui sumsum tulang
belakang yang dirangsang oleh susunan saraf simpatis pada kulit.
4)
Feses
Pengeluaran air melalui
feses berkisar antara 100-200 ml per hari, yang diatur melalui mekanisme
terabsorbsi di dalam mukosa usus besar (kolon).
h)
Pergerakan Cairan Tubuh
Mekanisme pergerakan
cairan tubuh melalui tiga proses berikut ini :
1)
Osmosis dan osmolaritas
Merupakan bergeraknya
pelarut bersih seperti air, membran semipermeabel dari larutan yang
berkonsentrasi lebih rendah ke konsentrasi yang lebih tinggi yang sifatnya
menarik. (Tarwoto dan Wartonah, 2010)
2)
Difusi
Merupakan perpindahan
zat terlarut (gas atau padat) yang berada dalam larutan melalui membran
semipermeabel dari area yang berkonsentrasi tinggi ke area yang berkonsentrasi
rendah. (Perry P, 2010)
3)
Filtrasi
Tekanan hidrostatik
dalam kapiler cenderung untuk menyaring cairan yang keluar dari kompartemen
vaskuler ke dalam cairan intraseluler. (Lusianah et al, 2012)
4)
Transpor aktif
Partikel bergerak dari
konsentrasi rendah ke konsentrasi tinggi karena adanya daya aktif dari tubuh
seperti pompa jantung. (Tarwoto dan Wartonah, 2010)
BAB 3
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kolera
adalah suatu penyakit akut yang menyerang saluran pencernaan yang disebabkan
oleh kelompok enterotoksin yang dihasilkan oleh vibrio Kolera yang ditandai
dengan diare cair ringan, diare cair berat dengan muntah yang dengan cepat
dapat menimbulkan syok hipovolemik, asidosis metabolik dan tidak jarang
menimbulkan kematian. Penyebab kolera adalah bakteri bernama Vibrio cholerae.
Bakteri kolera memproduksi CTX atau racun berpotensi kuat di usus kecil.
Dinding usus yang ditempeli CTX akan mengganggu aliran mineral sodium dan
klorida hingga akhirnya menyebabkan tubuh mengeluarkan air dalam jumlah besar
(diare) dan berakibat kepada kekurangan elektrolit dan cairan. Penularan
biasanya melalui feses si penderita, bias juga makanan yang terkontaminasi oleh
bakteri kolera. Gejalanya seperti diare yang sangat encer, tinja seperti air
cucian beras yang berbau busuk, terjadi muntah setelah diare, kejang otot perut
dan dehidrasi. Untuk pencegahan biasanya
dilakukan pemberian vaksin. Sedangkan untuk pemberantasan dilakukan tindakan
pencegahan terlebih dahulu seperti pemberian vaksin, dan melakukan pengawasan
terhadap penderita, kontak atau lingkungan sekitarnya.
B. Saran
Diharapkan
mahasiswa dapat meningkatkan pengetahuan tentang penyakit kolera dan penyakit
menular lainnya. Diharapkan
masyarakat hendaknya selalu melakukan hidup bersih, melakukan sanitasi
lingkungan, terutama kebersihan air dan pembuangan kotoran (feces) pada
tempatnya yang memenuhi standar lingkungan. Lainnya ialah meminum air yang
sudah dimasak terlebih dahulu, cuci tangan dengan bersih sebelum makan memakai
sabun/antiseptik,cuci sayuran dangan air bersih terutama sayuran yang dimakan
mentah.
DAFTAR
PUSTAKA
Amin huda Nurarif, H. K. (2015). APLIKASI Asuhan
Keperawatan Berdasarkan Diagnosis dan NANDA NIC-NOC. Yogyakarta:
MediAction.
Haryono. (2012). Keperawatan
Medikal Bedah Sistem Pencernaan. Yogyakarta: Gosyen Publisher.
Judith M.
Wilkinson, N. R. (2014). Buku Saku Diagnosa Keperawatan NANDA NIC NOC.
Jakarta: EGC.
M, B. T. (2013). Asuhan
Keperawatan Panduan Lengkap Menjadi Perawat Profesional. Jakarta: Prestasi
Pustaka Publisher.
Mubarak, C. (2008).
Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta: EGC.
Sudoyo, d. (2010).
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: InternaPublishing.
Tarwoto, W.
(2011). Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keoerawatan. Jakarta: Salemba
Medika.
Laporan Pendahuluan Dan Konsep Asuhan Keperawatan pada Kolera
Reviewed by Nasirul ulum
on
November 27, 2018
Rating:
No comments: