Laporan Pendahuluan Dan Konsep Asuhan Keperawatan pada Fraktur.
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR
BELAKANG
Fraktur
atau patah tulang merupakan suatu kondisi terputusnya jaringan tulang dan atau
tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa.Pada penderita fraktur,
nyeri merupakan masalah yang paling sering dijumpai, resiko infeksi juga dapat
terjadi pada fraktur jenis terbuka. Dari berbagai jenis fraktur akibat
kecelakaan, fraktur femur merupakan kasus yang banyak terjadi.
Berdasarkan hasil penelitian You Wanda
Fadlani dan Ikhsanuddin Ahmad Harahap, tahun 2010 di RSUP .H Adam Malik Medan, didapatkan pada
penderita fraktur, nyeri merupakan masalah yang paling sering ditemukan,
sebanyak 85% pasien fraktur mengalami nyeri
Fraktur
terjadi karena kelebihan beban mekanis pada suatu tulang. Saat tekanan yang
diberikan pada tulang terlalu banyak diandingkan yang mampu ditanggungnya.
Resiko terjadinya infeksi diakibatkan karena adanya diskontinuitas tulang yang
menyebabkan perubahan jaringan dan laserasi kulit hal ini yang mengakibatkan
resiko infeksi. Penyebab nyeri yang
dirasakan merupakan bagian dari trauma
yang mengakibatkan pergeseran fragmen
tulang hal inilah yang mengakibatkan
nyeri.
Penyembuhan
fraktur terjadi dalam lima tahap. Tahap I stadium hematoma (1-3 hari), tahap II
pembentukan fibrokartilago (3hari-2minggu), tahap III pembentukan kalus (2-6
minggu), tahap IV penulangan (3minggu-6bulan), Tahap V konsolidasi dan
remodeling (6 minggu – 1 tahun). Tahap tahap tersebut tidak terjadi sendiri
sendiri, tapi cenderung tumpang tindih seiring penyembuhan tulang.untuk
mengurangi edema dan nyeri bisa dilakukan dengan melakukan kompres dingin
dengan merendam handuk dengan potongan es kemudian menempelkan handuk pada
bagian yang nyeri ataupun odema.
1.2 RUMUSAN
MASALAH
Berdasarkan
latar belakang diatas didapatkan rumusan masalah bagaimana asuhan keperawatan
pada pasien dengan fraktur.
1.3 TUJUAN
Tujuan Umum
Setelah
menyelesaikan tugas ini, mahasiswa mampu menerapkan asuhan keperawatan pada
pasien dengan fraktur.
Tujuan
Khusus
1. Mahasiswa
mampu menyusun pengkajian pada pasien dengan fraktur
2. Mahasiswa
mampu merumuskan diagnose pada pasien dengan fraktur
3. Mahasiswa
mammpu membuat perencanaan pada pasien dengan fraktur
1.4 MANFAAT
1. Mahasiswa
Sebagai
referensi dan pengetahuan mahasiswa tentang asuhan keperawatan fraktur
1.5 SISTEMATIKA
PENULISAN
Penulisan
makalah ini disusun berdasarkan BAB I
Pendahuluan, berisi tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan, manfaat,
sitematika penulisan dan teknik pengumpulan data. BAB II Tinjauan Pustaka,
membahas tentang tinjauan pustaka yang terdiri dari defines fraktur, etiologi
fraktur, klasifikasi fraktur, patofisiologis dari fraktur, manifestasi klinis
dari fraktur, pemeriksaan penunjang, penatalaksanaan, dan komplikasi dari fraktur.
BAB III Penutup yang memuat lesimpulan dan saran dari makalah ini.
1.6 TEKNIK
PENGUMPULAN DATA
1. Studi
kepustakaan
Dilakukan
dengan pengunaan buku buku sumber untuk mendapatkan landasan teori sehingga
dapat membandingkan teori dengan fakta dilahan praktik.
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1 KONSEP DASAR
FRAKTUR
2.1.1 DEFINISI
Fraktur
adalah patah tulang yang biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik.
Kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang dan jaringan lunak
disekitar tulang akan menentukan apakan fraktur yang terjadi itu lengkap atau
tidak lengkap. (NANDA NIC NOC, 2015:8)
Fraktur
adalah gangguan dari kontinuitas yang normal dari suatu tulang. Jika teradi
fraktur maka jaringan lemak disekitarnya juga sering kali terganggu, radiografi
(Sinar-X) dapat menunjukkan kebaradaan cedera tulang tetapi tidak mampu
menunjukkan otot atau ligament yang robek, syaraf yang putus atau pembuluh
darah yang pecah yang dapat menjadi komplikasi dari pemulihan kesehatan klien. (Black
Joyce M, 2013 : 643)
Fraktur
adalah gangguan komplet atau tak komplet pada kontiunitas
struktur tulangdan didefinisikan sesuai dengan jenis dan keluasannya (Burner
& Suddart:250)
Fraktur
atau patah tulang merpakan suatu kondisi terputusnya kontiuitas jaringan dan
atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh trauma, untuk mendeteksi adanya
cedera tulang dapat menggunakan radiografi (Sinar-X) namun sistem ini tidak
mampu menunjukkan otot ligament yang robek dan syaraf yang terputus.
2.1.2 ETIOLOGI
1) Kekerasan langsung
Kekersan
langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya kekerasan. Fraktur
demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan garis patah melintang atau
miring
2) Kekerasan tidak langsung
Kekerasan
tidak langsung menyebabkan patah tulang di tempat yang jauh dari tempat
terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah bagian yang paling lemah dalam
jalur hantaran vektor kekerasan
3)
Kekerasan akibat tarikan
otot
Patah
tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi. Kekuatan dapat berupa
pemuntiran, penekukan, penekukan dan penekanan, kombinasi dari ketiganya, dan
penarikan.( Rosyidi, 2013 : 35).
Fraktur
terjadi karena kelebihan beban mekanis pada suatu tulang, saat tekanan yang
diberikan pada tulang terlalu banyak dibandinkan yang mampu ditanggungnya.
Jumlah gaya pasti yang diperlukan untuk menimbukan suatu fraktur dapat
bervariasi, sebagian bergantung pada karakteristik tulang itu sendiri. Seorang
klien dengan gangguan metabolic tulang seperti osteoporosis dapat mengalami
fraktur dari trauma minor karena kerapuhan tulang akibat gangguan yang telah
ada sebelumnya.
Fraktur
dapat terjadi karena gaya secara langsung seperti saat sebuah benda bergerak
menghantam suatu area tubuh diatas tulang. Gaya yang terjadi secara tidak
langsung seperti ketika suatu kontraksi kuat dari otot menekan tulang.selain
itu tekanan dan kelelahan dapat menyebabkan fraktur karena penurunan kemampuan
tulang menahan gaya mekanikal.
Predisposisi
fraktur antara lain berasal dari kondisi biologis seperti osteopenia atau
osteogenesis imperfekta , tulang akanmenjadi rapuh dan mudah patah. Neoplasma
juga dapat melemahkan tulang dan berperan pada fraktur. Kehilangan estrogen
pascamenopause dan malnutrisi protein juga menyebabkan penurunan massa tulang
serta meningkatkan risiko fraktur, Bagi orang yang sehat fraktur dapat terjadi
akibat aktivitas hobi risiko-tinggi atau aktivitas terkait pekerjaan serta
korban korban korban kekerasan rumah tangga juga sering dirawat karena cedera
traumatic.(Rosyidi, 2013 : 35)
2.1.3 KLASIFIKASI
Fraktur
dapat dijelaskan dengan banyak cara.bahkan ada lebih dari 150 tipe fraktur yang
telah dinamai bergantung pada berbagai metode klasifikasi. Metode klasifikasi
paling sederhana adalah bedasarkan pada apakah fraktur tertutup ataupun
terbuka, berikut adalah klasifikasi fraktur :
a) Klasifikasi
Klinis
1. Fraktur
tertutup (simple fraktur), memiliki kulit yang masih utuh diatas lokasi cidera
atau tidak ada hubungan antara fragmen dan dunia luar.
2. Fraktur
terbuka (compound fraktur), dicirikan oleh adanya robekan kulit di atas cedera
tulang atau terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar karena
adanya perlukaan dikulit. Kerusakan jaringan dapat sangat luas pada fraktur
terbuka yang dibagi berdasarkan keparahannya.
a. Derajat
I. Luka kurang dari 1 cm; kontaminasi minimal.
b. Derajat
II. Luka lebih dari 2cm; Kontaminasi sedang
c. Derajat
III. Luka melebihi 6 hingga 8 cm; ada kerusakan luas pada jaringan lunak,
saraf, dan tendon; serta kontaminasi banyak
3. Fraktur
dengan komplikasi, missal malunion, delayed, union, nonunion, infeksi tulang.
b) Klasifikasi
radiologis
1. Lokalisasi;
diafisial, metafisial, intra-artikuler, fraktur dengan dislokasi.
2. Konfigurasi;
Fraktur Tranfersal, fraktur oblik, fraktur spiral, fraktur Z, fraktur
segmental, fraktur komunitif, (lebih dari deaf ragmen), fraktur baji biasanya
pada vertebra karena trauma, fraktur avulse, fraktur depresi, fraktur pecah,
fraktur epifis
3. Menurut
ekstensi; Fraktur total, fraktur tidak total, fraktur buckle atau torus,
fraktur garis rambut , fraktur green stick.
4. Menurut
hubungan antara fragmen dengan fragmen lainnya; tidak bergeser, bergeser
(bersampingan, angulasi, rotasi, distraksi, over-riding, impaksi)
Fraktur dapat
dikategorikan berdasarkan :
1. Jumlah
garis
a.
Simple fraktur :
Terdapat satu garis fraktur
b.
Multiple Fraktur :
Lebih dari satu garis fraktur
c.
Comminutive fraktur :
Lebih banyak garis fraktur dan patah
menjadi
fragmen kecil
2. Luar
garis fraktur
a.
Fraktur inkomplit :
Tulang tidak terpotong secara total
b.
Fraktur komplikasi :
Tulang terpotng total
c.
Hair line fraktur :
garis fraktur tidak tampak
3.
Bentuk Fragmen
a.Green
stick :
retak pada sebal sisi dari tulang
b.
Fraktur transfersal :
fraktur fragmen melintang
c.
Fraktur obligue :
fraktur fragmen miring
d.
Fraktur spral :
fragtur fragmen melintang
2.1.4 PATOFISIOLOGI
Tulang
bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas untuk menahan.
Tapi apabila tekanan ekternal yang datang lebih besar dari yang dapat diserap
tulang., maka trejadi trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya atau
terputusnya kontuitas tulang. Setelah terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh
darah serta saraf dalam korteks, marrow dan jaringan lunak yang membungkus
tulang rusak.Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah
hematoma di rongga medulla tulang.Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian
tulang yang patah.jaringan yang mengalami nekrosis ini mendtimulasi terjadinya
respon inflamasi yang ditandai dengan vasodilatasi, eksudasi plasma dan
leokosit, dan infiltrasi sel darah putih. Kejadian inilah yang merupakan dasar
dari proses penyembuhan tulang nantinya. (Rosyidi, 2013 : 36)
Factor-faktor yang mempengaruhi fraktur
Factor Ekstrinsik
Adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang
yang tergantungterhadap besar, waktu, dan arah tekanan yang dapat menyebabkan
fraktur.. (Rosyidi, 2013 : 36)
Factor intrinsic
Beberapa sifat yang terpenting dari tulang yang
menentukan daya tahan untuk timbulnya fraktur sepertti kapasitas absorbsi dari
tekanan, elastisitas, kelelahan, dan kepadatan atau kekerasan tulang.(Rosyidi,
2013 : 36)
2.1.5
MANIFESTASI KLINIS
Mendiagnosis frakturur harus berdasarkan
manifestasi klinis klien, riwayat, pemeriksaan, fisik dan temuan radiologis.
Beberapa fraktur tampak jelas; beberapa lainnya terdeteksi hanya dengan rontgen
(Sinar-X)
Berikut adalah
hal hal yang sering ditemukan :
1. Deformitas,
pembekakan dari perdarahan local dapat menyebabkan deformitas pada lokasi
fraktur. Spasme otot dapat menyebabkan pemendekan tungkai , deformitas
transional atau angulasi. Dibandingkan sisi yang
sehat lokasi fraktur dapat memiliki deformitas yang nyata.
2. Pembengkakan,
edema dapat muncul segera sebagai akibat dari akumulasi cairan berosa lokasi
fraktur serta ekstravasasi darah ke jaringan sekitar.
3. Memar
(Ekimosis), memar terjadi akibat perdarahan subkutan pada lokasi fraktur,
4. Spasme
otot, sering mengiringi fraktur, spasme otot involuntary sebenarnya berfungsi
sebagai bidai alamai untuk mengurangi gerakan lebih lanjut dari fragmen
fraktur.
5. Nyeri,
jika klien secara neurologis masih baik, nyeri akan selalu mengiringi fraktur;
intensitas dan keparahan dari nyeri akan berbeda dari masing masing klien.
Nyeri biasanya terus menerus, meningkat jika fraktur tidak diimobilisasi. Hal
ini terjadi karena spasme otot, fragmen fraktur yang bertindihan, atau cedera
pada struktur sekitar.
6. Ketegangan,
ketegangan di atas fraktur terjadi karena cidera yang terjadi.
7. Kehilangan
fungsi, hilangnya fungsi yang karena nyeri yang diseabkan fraktur atau karena
hilangnya fungsi pengungkit-lengan pada tungkai yang terkena. Kelumpuhan juga
terjadi karena cidera syaraf.
8. Gerakan
abnormal dan krepitasi, manifestasi ini terjadi karena gerakan dari bagian
tengah tulang atau gesekan antar fragmen fraktur yang menciptakan sensasi dan
suara deritan.
9. Perubhan
neurovascular, cedera neurovasklar
terjadi karena adanya kerusakan syaraf perifer atau struktur faskuler yang
terkait. Klien dapat mengeluh rasa kebas atau kesemutan atau tidak teraba nadi
pada daerah distal dari fraktur.
10. Syok,
fragmen tulang dapat merobek pembuluh darah. Perdarahan besar atau
tersembunyinya dapat menyebabkan syok.
2.1.6
PEMERIKSAAN
PENUNJANG
Radiologi
merupakan metode umum untuk mengkaji fraktur, penggunaan posisi radiologis yang
tepat sangat penting untuk mengkaji kecurigaan fraktur dengan tepat.dua posisi
(anterioposterior dan lateral)yang diambil pada sudut yang tepat merupakan
jumlah minimal yang diperlukan untuk pengkajian fraktur, dan gambar tersebut
harus mencangkup sendi di atas dan di bawah lokasi fraktur untuk
mengidentifikasi adanya dislokasi atau sublikasi. Temuan rontgen yang tidak
normal antara lain edema jaringan lunak atau pergeseran udara kerena pergeseran
tulang setelah cidera. Radiografi dari tulang yang patah akan menunjukkan
perubahan pada kontur normalnya dan dirupsi dari hubungan sendi normal. Garis
fraktur akan tampak radiolusen. Radiologi biasanya dilakukan sebelum reduksi
fraktur, setelah reduksi, dan kemudian secara periodic saat penyembuhan tulang.
Tomografi
computer (computed tomography [CT]) dapat digunakan untuk mengetahui adanya
fraktur. Keuntungan dari CT adalah kita bisa melihat gangguan (hematoma) pada
struktur lain (pembuluh darah).
Hal yang dapat
dilakukan selain radiografi dan CT adalah sebagai berikut :
1. Arteriogram,
digunakan untuk memastikan ada tidaknya kerusakan vaskuler.
2. Hitung
darah lengkap, hemokonsentrasi mungkin meningkat, menurun pada perdarahan;
peningkatan leukosit dan respon terhadap peradangan.
3. Kretinin,
trauma otot meningkatkan beban kreinin untuk klirens ginjal
4. Profil
koagulasi, perunbahan dapat terjadi pada kehilangn darah, tranfusi atau cidera
hati.
2.1.7
PENATALAKSANAAN
Prinsip
peanganan fraktur meliputi
a. Reduksi
Fraktur
Langkah
pertama dalam penangan fraktur adalah reduksi adalah manipulasi tulang untuk
mengembalikan kelurusan, posisi, dan panjang dengan mengembalikan fragmen
tualang sedekat mungkin. Reduksi juga disebut dengan bone setting, mengurangi
tekanan atau tarikan pada saraf dan pembuluh drah, oleh Karena itu reduksi
sangat menyakitkan dan dibutuhkan sedasi atau anastesi local ayau umum.
Tidak
semua fraktur harus direduksi. Fraktur yang tidak bergeser masih memiliki
kelurusan yang baik. Pembidaian dan gips akan menjaga kelurusan tulang saat
proses penyembuhan.beberapa fraktur tidak dapat dibidai dengan baik dan
ditangani dengan mengistirahatkan area yang terkena hingga penyembuhan usai
(fraktur tulang distal).
Jika
suatu fraktur pada tungkai mematahkan suatu tulang menjadi 2 fragmen,
fragmen-fragmen tersebut dibagi menjadi fragmen proksimal (lebih dekat dari
badan) dan distal (lebih jauh dari badan). Oleh karena perlekatan otot dan
lokasinya, maka fragmen proksimal tidak dapat dimanipulasi atau digerakkan
ketika tulang yang patah ditangani. Maka bagian distal yang digerakkan untuk
menyesuaikan kelurusannya dengan fragmen proksimal, metode metode reduksi dapat
digunakan sendiri sendiri atau dalam kombinasi.
b. Reduksi
Tertutup
Untuk
melakukan reduksi tertutup, seorang tenaga medis memberikan traksi manual untuk
menggerakkan fragmen tulang dan mengembalikan kelurusan tulang. Reduksi
tertutup harus dilakukan segera setelah ciderauntuk meminimalkan resiko
kehilangan fungsi, untuk mencegah atau menghambat terjadinya artritis
traumatic, dan meminimalkan efek deformitas dari cedera tersebut. Reduksi
fraktur bukan prosedur darurat, dan kelangsungan hidup klien tidak boleh
diabaikan dengan melakukan reduksi dini.
Oleh
karena fragmen tulang dpat bergerak lagi karena gravitasi , beban dan kontraksi
otot maka alat imobilisasi harus digunakan setelah rontgen (Sinar-X)
mengonfirmasi kelurusan tulang. Alat imobilisasi yang digunakan paling sering
digunakan setelah reduksi tertutup adalah gips, adalah suatu alat sementara
yang terbuat dari bahan sintetik seperti fiberglass, polimer plastic-thermal
atau plaster paris (kalsium fosfat anhidrosa). Selain untuk imobilisasi, gips
digunakan untuk beberaa tujuan : pencegahan atau koreksi deformitas,
pemeliharaan, penyangga, dan pelindung dari tulang yang diluruskan. Untuk gips
plaster butuh paling tidak 24 jam lebih lama dari pada gips sintetik agar dapat
kering, dan gips ini akan kehilangan bentuknya jika basah karena terkena air.
c.
Reduksi Terbuka dan
fiksasi internal
Beberapa
fraktur memiliki terlalu banyak serpihan tulang. Memiliki cedera neurovascular,
atau tidak dapat lurus dengan baik hingga sembuh setelah reduksi tertutup.
Reduksi terbuka merupakan prosedur bedah dimana fragmen fraktur disejajarkan.
Reduksi terbuka sering dkombinasikan dengan fiksasi internal untuk fraktur
femur dan sendi. Skrup, plat, pin, kawat, atau paku dapat digunakan untuk
menjaga kelurusan dari fragmen fraktur . batang logam dapat ditempatkan melalui
fragmen fragmen tulang atau difiksasi terhadap sisi tulang, atau dapat
dimasukkan langsung di dalam rongga medullaris tulang. Fiksasi internal
memberikan imobilisasi dan membantu mencegah deformitas, namun bukan suatu
pengganti untuk penyembuhan tulang, jika penyembuhan gagal, alat fiksasi
internal dapat menjadi longgar atau pecah karena adanya tekanan.
d.
Reduksi Eksternal
Begantung pada kondisi klien dan
intruksi dokter, mungkin akan digunakan alat fiksasi eksternal untuk
imobilisasi fragmen fraktur. Misalnya kerusakan jaringan lunak menghalangi penggunaan
gips, fiksasi eksternal dapat diindikasikan untuk imobilisasi fraktur. Alat
fiksasi eksternal menjaga posisi untuk fraktur fraktur yang tidak stabil dan
untuk otot otot yang melemah, dan alat tersebut dapat menjaga area area dengan
infeksi jaringan atau tulang. Alat tersebut memungkinkan klien menggunakan
sendi yang disekatnya sementara area yang terkena tetap diimobilisasi.fiksasi eksternal
juga diindikasikan untuk non union tulang jika penyembuhan tulang tidak
berhasil setelah waktu tertentu, alat yang digunakan dalam fiksasi eksternal
juga cukup rumit.
e.
Traksi
Traksi
telah digunakan untuk menangani fraktur sejak masa pra sejarah, dan prinsip
prinsipnya telah diketahui dengan baik oleh Hipokrates. Traksi adalah pemberian
gaya tarik terhadap baian tubuh yang cedera atau kepada tungkai, sementara
kontraksi akan menarik kearah yang berlawanan. Gaya tarik ini yang dapat
dicapai dengan menggunakan tangan atau lebih umum dengan pemberian beban.
Traksi tungkai bawah seperti traksi buck atau russel saat ini penggunaannya
sangat terbatas pada manajemen pra operasi untuk klien dengan misalnya patah
panggul. Bagaimanapun juga traksi skeletal menjadi salah satu pilihan untuk
klien dengan rauma multiple yang bukan merupakan prioritas untuk reduksi
terbuka, dan fiksasi internal. Berbagai jenis traksi juga menjadi pilihan
terapi sebelum dan setelah pembedahan reduksi fraktur seperti fraktur servikal.
f.
Traksi kulit
traksi kulit adalah pemberan gaya tarik secara
langsung pada kulit dengan menggunakan skin trips , sepatu boot, atau bidai
busa. Traksu bucj adalah jenis traksi yang paling umum digunakan. Untuk traksi
buck, sebuah bot busa diletakkan pada tungkai klien yang terluka dan
disambungkan dengan beban yang menggantung pada ujung tulang. Tipe traksi ini
dapat digunakan pada klien dengan fraktur pelvis yang tidak dapat menjalani
pembedahan hingga secara medis dapat distabilkan traksi kulit memeberikan beban
gaya longitudinal yang randah yang memberikan efektivitas yang cukup rendah.
Oleh karena adanya resiko kerysakan kulit, traks ini digunakan secara
sementara.
g.
Traksi skeletal
Traksi
skeletal menggunakan pin untuk memberikan gaya pada tulang. Pada traksi ini
gaya dapat langsung diberikan setelah dokter memasukkan pin stainlees steel
melalui tulang itu sendiri. Lokasi yang paling sering dilakukannya insersi pin
adalah femur distal, tibia proksimal dan ulna proksimal. Traksi skeletal dapat
ditoleransi untuk waktu yang lama dibandingkan traksi kulit. Biasanya digunakan
berat lebih daro 10 pon.
Berdasarkan
car pemberiannya traksi dapat digolongkan menjadistatis (terus menerus), atau
dinamis (inteniten). Suspense dapat bersifat langsung atau lurus (memberikan
tarikan langsung kepada bagian yang sakit) atu seimbang (memberikan tarikan
pada bagian yang sakit dan juga menyangga ekstremitas dalam suatu bidai
).Kerugian yang banyak terjadi antara lain akibat dari keharusan tirah baring
lebih lama dan dari imobilitas yang diperlama. Rawat inap tidak selalu
diperpanjang jika klien dengan traksi dapat dirawat dirumah bergantung jenis
traksinya, mendapat terapi tambahan sebagai klien rawat jalan.
2.1.8
PROSES PENYEMBUHAN TULANG
Tulang bisa bergenerasi sama seperti jaringan tubuh yang
lain. Fraktur merangsang tubuh untuk menyembuhkan tulang yang patah dengan
jalan membentuk tulang baru di antara ujung patahan tulang .tulang baru
dibentuk oleh aktifitas sel-sel tulang .ada lima stadium penyembuhan tulang,
yaitu :
1.
Stadium satu – pembentukan
hematoma
Pembuluh
darah robek dan terbentuk hematoma di sekitar daerah fraktur. Sel-sel darah
membentuk fibrin guna melindungi tulang yang rusak dan sebagai tempat tumbuhnya
kapiler baru dan fibroblast. Stadium ini berlangsung 24-48 jam dan perdarahan
berhenti sama sekali.
2.
Stadium dua – proliferasi
seluler
Pada
stadium ini terjadi proliferasi dan diverent siasi sel menjadi fibro kartilago
yang berasal dari periosteum, endosteum dan bone marrow yang telah mengalami
trauma. Sel-sel yang mengalami profeliferasi ini terus masuk kedalam lapisan
yang lebih dalam dan disanalah osteoblast beregenerasi dan terjadi proses
osteogenesis. Dalam beberapa hari terbentuknya tulang baru yang menggabungkan ke
dua fregman tulang yang patah. Fase ini berlangsung selama 8 jam setelah
fraktur sampai selesai, tergantung frakturnya.
3.
Stadium tiga – pembentukan
kalus
Sel-sel
yang berkembang memiliki potensi yang kondrogenik dan osteogenik, bila
diberikan keadaan yang tepat, sel itu akan mulai membentuk tulang dan
kartilago. Populasi sel ini dipengaruhi oleh kegiatan osteoblast dan osteoklast
mulai berfungsi dengan mengabsorpsi sel-sel tulang yang mati. Massa sel yang
tebal dengan tulang yang imatur dan kartilago, membentuk kalus atau bebat pada
permukaan endosteal dan periosteal. Sementara tulang yang imatur anyaman tulang
menjadi lebih padat sehingga gerakan pada tempat fraktur berkurang pada 4
minggu setelah fraktur menyatu.
4.
Stadium empat –
konsolidasi
Bila
aktifitas osteoklast dan osteoblast berlanjut, anyaman tulang berubah menjadi
lameral. Sistem ini sekarang cukup kaku dan memungkinkan osteoclast menerobos
melalui reruntuhan pada garis fraktur, dan tepat di belakangnya osteoklast
mengisi celah-celah yang tersisa diantara fragmen dengan tulang yang baru. Ini
adalah proses yang lambat dan mungkin perlu beberapa bulan sebelum tualang kuat
untuk membawa beban yang normal.
5.
Stadium lima – remodelling
Fraktur
telah dijembatani oleh suatu manset tulang yang padat. Selama beberapa bulan
atau tahun, pengelasan kasar ini dibentuk ulang oleh proses resopsi dan
pembentukan tulang yang terus-menerus. Lamellae yang lebih tebal diletakkan
pada tempat yang tekanannya lebih tinggi, dinding yang tidak di kehendaki
dibuang, rongga sumsum dibentuk, dan akhirnya dibentuk struktur yang mirip
dengan normalnya.
(Rosyidi,
2013 : 44)
2.1.9
KOMPLIKASI
Ada
beberapa komplikasi fraktur. Komplikasi bergantung pada jenis cedera., usia
klien, dan adanya masalah kesehatan lain (komordibitas), dan penggunaan obat
yang mempengarui perdarahan , seperti warfarin, kortikosteroid, dan NSAID.
Pengkajian yang berkelanjutan dari status neurovaskuler klien untuk adanya
komplikasi sangatlah penting, seperti halnya intervensi yang cepat untuk
meminimalkan efek samping yang ada.
1. Cedera
saraf. Fragmen tulang dan edema jaringan yang berkaitan dengan cedera dapat
menyebabkan cedera syaraf. Hati hati jika ada pucat dan tungkai klien yang
sakit teraba dingin, perubahan pada kemampuan klien untuk menggerakkan jari
jari tangan atau tungkai, parestesia, atau adanya keluhannyeri yang meningkat.
2. Sindroma
kompartemen. Kompartemen otot pada tungkai bawah dilapisi oleh jaringan fasia
yang keras dan tidak elastis yang tidak akan membesar jika otot mengalami
pembengkakan. Edema yang terjadi sebagai respon terhadap fraktur dapat
menyebabkan peningkatan tekanan kompartemen yang dapat mengurangi perfusi darah
kapiler.
3. Kontraktur
Volkmann. Kontraktur Volkmann adalah suatu deformitas tungkai akibat sindroma
kompartemen yang tidak tertangani. Oleh karena tekanan terus menerus
mengakibatkan iskemia, otot kemudian perlahan diganti oleh jaringan fibrosa
yang menjepit tendon dan syaraf.
4. Sindroma
emboli lemak
Emboli lemak
serupa dengan emboli paru, kecuali bahwa embolusnya adalah lemak dan kondisi
ini muncul pada klien dengan fraktur. Imsidensi tinggi hingga 90% dari
keseluruhan kasus, dari sindroma embolilemak terjadi setelah fraktur dari
tulang panjang, seperti femur, tibia, tulang rusuk, fibula dan panggul.
5. Trombosis
Vena Dalam dan Emboli Paru
Klien dengan
cedera tulang beresiko tinggi mengalami kondisi trombone,bolik seperti
thrombosis vena dalam dan emboli paru. Peningkatan resiko ini terjadi karena
statis dari aliran darah vena, peningkatan koagulabilitas, dan cedera pada
pembuluh darah. Pencegahan DVT merupakan tujuan utama. Profilaksis pengumpulan
direkomendasikan dengan menggunakan agen farmakologis seperti antikoagulan oral
atau heparin berat-molekul-rendah
subkutan (dosis tetap atau disesuaikan
–berat). Untuk klien tertentu beberaa alat fsik –mekanikal seperti alat
kompresi pneumatic intermiten atau stoking elastis dapat berperan dalam
pencegahan DVT.
6. Sindroma
gips
Sindroma gips
(sindroma arterymesenterika superior) terjadi hanya pada gips spika badan.
Duodenum tertekan antara arteri mesenterika superior dibagian depan dan aorta
serta badan vertebral dibagian belakang, menyebabkan penurunan aliran darah
yang dapat menyebabkan perdarahan dan nekrosis dari usus. Sindroma gips terjadi
dari beberapa hari hingga minggu setelah imobilisasi, terutama jika klien
mengalami penurunan berat badan dari hilangnya lemak retroperitoneal.
BAB
III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Fraktur
adalah gangguan dari kontinuitas yang normal dari suatu tulang. Jika teradi
fraktur maka jaringan lemak disekitarnya juga sering kali terganggu, radiografi
(Sinar-X) dapat menunjukkan kebaradaan cedera tulang tetapi tidak mampu
menunjukkan otot atau ligament yang robek, syaraf yang putus atau pembuluh
darah yang pecah yang dapat menjadi komplikasi dari pemulihan kesehatan klien.
Fraktur terjadi karena kelebihan beban mekanis pada suatu tulang, saat tekanan
yang diberikan pada tulang terlalu banyak dibandinkan yang mampu ditanggungnya.
Jumlah gaya pasti yang diperlukan untuk menimbukan suatu fraktur dapat
bervariasi, sebagian bergantung pada karakteristik tulang itu sendiri.Klasifikasi
Fraktur tertutup, Fraktur terbuka (compound fraktur), dan Fraktur dengan
komplikasi, missal malunion, delayed, union, nonunion, infeksi tulang. Penatalaksanaan
pada fraktur dapat dilakukan adalah reduksi Fraktur, reduksi tertup, reduksi
terbuka dan fiksasi internal, reduksi eksternal, traksi, traksi kulit, traksi
skeletal.
3.2 Saran
1. Bagi
Mahasiswa
Mahasiswa
diharapkan mampu menerapkan asuhan keperawatan pada pasien dengan fraktur, menyusun pengkajian pada pasien , merumuskan
diagnose , dan membuat perencanaan pada
pasien dengan fraktur.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner&Suddarth.2014.KEERAWATAN
MEDIKAL BEDAH.Jakarta.EGC
Lukman, Ningsih. 2013. Asuhan
Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem MUSKULOSKELETAL. Jakarta :
Salemba Medika.
M. Black, Hawks. 2014.
Keperawatan Medikal Bedah. Singapura : CV Pentasada Media Edukasi.
M. Wilkinson, Nanc. 2015. Buku
Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta : EGC.
Nurarif, Kusuma. 2015. Aplikasi
Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda NIC-NOC. Jogjakarta :
MediAction
Rosyidi Kholid. 2013.
MUSKULOSKELETAL. DKI Jakarta : CV. TRANS INFO MEDIA.
Laporan Pendahuluan Dan Konsep Asuhan Keperawatan pada Fraktur
Reviewed by Nasirul ulum
on
November 27, 2018
Rating:
No comments: