BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Berkembangnya
pola makan dan gaya hidup masyarakat seiring perkembangan dunia menyebabkan
transisi epidemiologi penyakit. Menurut WHO sejak tahun 2008, penyakit tidak
menular (PTM) 3,4 kali meningkat lebih pesat dari sebelumnya. Dilaporkan
terjadi kasus kematian sebanyak 57 juta jiwa, (36%) diantaranya disebabkan
karena penyakit tidak menular. Diprediksi kasus kematian karena penyakit tidak
menular ini meningkat 15% secara global antara tahun 2010 sampai dengan 2020. Kasus
kematian akibat penyakit tidak menular terbanyak disebabkan oleh penyakit
jantung. Menurut data American Heart Association ada 81.100.000 kasus penyakit
jantung diseluruh dunia, diantaranya sebanyak 17.600.000 kasus penyakit jantung
koroner dimana jantung koroner adalah manifestasi infark miokard akut.
(Budiman, Sihombing, Pradina, 2015 : 32).
Infark
miokard akut adalah suatu keadaan lanjutan mekanisme iskemia miokardium, yang
umumnya disebabkan oleh adanya sumbatan total pembuluh darah koroner yang telah
mengalami insufisiensi sebelumnya dan sistem kolateralnya tidak bekerja dengan
baik serta mengakibatkan rusaknya sebagian miokardium yang bersangkutan.
Penyakit ini adalah penyebab utama kematian pada orang dewasa. Laporan American Heart Association tahun 2010 kasus infark
miokard akut tercatat terjadi 8.500.000. Terhitung sebanyak 7.200.000 (12,2%)
kematian terjadi akibat penyakit ini di seluruh dunia. (Budiman, Sihombing,
Pradina, 2015 : 32)
Infark
miokard akut adalah penyebab kematian nomor dua pada negara berpenghasilan
rendah, dengan angka mortalitas 2.470.000 (9,4%). Direktorat Jenderal Pelayanan
Medik Indonesia meneliti, bahwa pada tahun 2002, penyakit Infark Miokard Akut
merupakan penyebab kematian pertama, dengan angka mortalitas 220.000 (14%).
Direktorat Jendral Pelayanan Medik meneliti, bahwa pada tahun 2007, jumlah
pasien penyakit jantung yang menjalani rawat inap dan rawat jalan di Rumah
Sakit di Indonesia adalah 239.548 jiwa. Kasus terbanyak adalah penyakit jantung
iskemik, yaitu sekitar 110.183 kasus. Case Fatality Rate (CFR) tertinggi
terjadi pada infark miokard akut (13,49%) dan kemudian diikuti oleh gagal
jantung (13,42%) dan penyakit jantung lainnya (13,37%). (Budiman, Sihombing,
Pradina, 2015 : 32)
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan kriteria di atas maka rumusan masalah
pada penelitian ini adalah “Bagaimana asuhan keperawatan Infark Miokard Akut
(IMA)” ?
C. Tujuan
1.
Tujuan
Umum
Menjelaskan asuhan keperawatan pasien dengan IMA
2.
Tujuan
Khusus
a.
Definisi IMA (Infark
Miokard Akut)
b.
Klasifikasi IMA (Infark
Miokard Akut)
c.
Etiologi dan faktor
risiko IMA (Infark Miokard Akut)
d.
Patofisiologi IMA
(Infark Miokard Akut)
e.
Manifestasi klinis IMA
(Infark Miokard Akut)
f.
Komplikasi IMA (Infark
Miokard Akut)
D. Manfaat
1.
Teoritis
Diharapkan dapat turut serta dalam
meningkatkan perkembangan dan peningkatan ilmu pengetahuan serta manajemen
asuhan keperawatan.
Sebagai tolak ukur tingkat
kemampuan mahasiswa dalam penguasaan materi dan kasus Infark Miokard Akut.
Penguasaan proses keperawatan, perkembangan penyakit serta manajemen dalam
tatalaksana kasus ini sangat menjadi pertimbangan kemampuan pencapaian
kompetensi.
2.
Praktis
Diharapkan mahasiswa dapat
mengaplikasikan bagaimana penatalaksanaan asuhan keperawatan
E. Sistematika Penulisan
Sistematika
penulisan terdiri dari:
1.
Bagian awal meliputi:
Cover judul, kata pengantar, daftar
isi.
2. Bagian
inti terdiri dari 5 BAB meliputi:
a. BAB
I Pendahuluan
Latar
Belakang, Rumusan Masalah, Tujuan, Manfaat,
Sistematika Penulisan.
b. BAB
II Konsep IMA
Konsep
dasar IMA meliputi: Definisi, Klasifikasi, Etiologi dan Faktor Risiko,
Patofisiologi, Manifestasi Klinis, Klasifikasi, Komplikasi.
c. BAB
IIIKonsep Asuhan Keperawatan
Konsep
Asuhan Keperawatan, bab ini berisi: pengkajian, diagnosa, intervensi, implementasi,
evaluasi.
d.
BAB IV Penutup
Pada
bab ini akan menguraikan tentang kesimpulan dari Asuhan Keperawatan Pasien
dengan IMA.
3.
Bagian akhir meliputi:
Daftar Pustaka, Lembar Konsul.
F. Teknik Pengumpulan Data
Cara pengumpulan data
yang digunakan penulis dalam mengumpulkan data guna penyusunan penulisan
makalah ini meliputi:
Dilakukan dengan cara
penggunaan buku-buku dan jurnal terbaru untuk
mendapatkan landasan teori yang berkaitan dengan asuhan keperawatan pasien
dengan IMA.
BAB
II
KONSEP
INFARK MIOKARD AKUT (IMA)
A.
Definisi
Infark Miokard Akut (IMA)
Akut Miokard Infark atau yang sekarang dikenal dengan Sindrom Koroner Akut
(SKA) adalah suatu istilah atau terminologi yang digunakan untuk menggambarkan
spektrum keadaan atau kumpulan proses penyakit yang meliputi angina pektoris
tidak stabil/APTS (unstable angina/UA), infark miokard gelombang non-Q atau
infark miokard tanpa elevasi segmen ST (Non-ST elevation myocardial
infarction/NSTEMI), dan infark miokard akut gelombang Q atau infark miokard
akut dengan elevasi segmen ST (ST elevation myocardial infarction/STEMI). (Nurarif,
Kusuma, 2015 : 23)
Infark miokard akut adalah penyakit
jantung yang disebabkan oleh karena sumbatan pada arteri koroner. Sumbatan akut
terjadi oleh karena adanya aterosklerotik pada dinding arteri koroner sehingga
menyumbat aliran darah ke jaringan otot jantung. (M. Black, Joyce, 2014 : 343)
Infark Miokard Akut (IMA) adalah
nekrosis miokard akibat aliran darah ke otot jantung terganggu. (M. Black,
Joyce, 2014: 343)
B.
Etiologi
dan Faktor Risiko
1.
Faktor penyebab
a.
Suplai oksigen ke
miocard berkurang yang disebabkan oleh 3 faktor:
1.
Faktor pembuluh
darah : Aterosklorosis, Spasme, Arteritis.
2.
Faktor sirkulasi :
Hipotensi, Stenosos Aurta, Insufisiensi
3.
Faktor darah :
Anemia, Hipoksemia, Polisitemia.
b.
Curah jantung yang
meningkat :
1.Aktifitas berlebihan
2. Emosi
3. Makan terlalu banyak
4. Hypertiroidisme
c. Kebutuhan oksigen miocard menigkat pada :
1.
Kerusakan miocard
2.
Hypertropimiocard
3.
Hypertensi
diastolic
2.
Faktor predisposisi
a.
Faktor resiko
biologis yang tidak dapat diubah :
1.
Usia lebih dari 40 tahun
2.
Jenis kelamin :
insiden pada pria tinggi, sedangkan pada wanita meningkat setelah menopause
3.
Hereditas
4.
Ras : lebih tinggi
insiden pada kulit hitam
b.
Faktor resiko yang
dapat diubah:
1.
Mayor :
Hiperlipidemia, Hipertensi, Merokok, Diabetes, Obesitas, Diet tinggi lemak
jenuh, kalori.
2.
Minor : Inaktifitas
fisik, pola kepribadian tipe A (emosional, agresif, ambisius, kompetitif),
Stress psikologis berlebihan.
(Nurarif, Kusuma, 2015 : 24)
Penyebab IMA paling sering adalah oklusi
lengkap atau hampir lengkap dari arteri coroner, biasanya dipicu oleh ruptur
plak arterosklerosis yang rentan dan diikuti oleh pembentukan trombus. Ruptur plak
dapat dipicu oleh faktor-faktor internal maupun eksternal. (M.Black, Joyce,
2014 : 343)
Factor internal antara lain karakteristik
plak, seperti ukuran dan konsistensi dari inti lipid dan ketebalan lapisan
fibrosa , serta kondisi bagaimana plak tersebut terpapar, seperti status
koagulasi dan derajat vasokontriksi arteri. Plak yang rentan paling sering
terjadi pada area dengan stenosis kurang dari 70 % dan ditandai dengan bentuk
yang eksentrik dengan batas tidak teratur; inti lipid yang besar dan tipis ;dan
pelapis fibrosa yang tipis. (M. Black, Joyce, 2014: 343)
Factor eksternal berasal dari aktivitas
klien atau kondisi eksternal yang memengaruhi klien. Aktivitas fisik berat dan
stress emosional berat, seperti kemarahan, serta peningkatan respon system
saraf simpatis dapat menyebabkan rupture plak. Pada waktu yang sama, respon
system saraf simpatis akan meningkatkan kebutuhan oksigen miokardium. Peneliti
telah melaporkan bahwa factor eksternal, seperti paparan dingin dan waktu
tertentu dalam satu hari, juga dapat memengaruhi rupture plak. Kejadian coroner
akut terjadi lebih sering dengan paparan terhadap dingin dan pada waktu –waktu pagi
hari. Peneliti memperkirakan bahwa peningkatan respon system saraf simpatis
yang tiba-tiba dan berhubungan dengan faktor-faktor ini dapat berperan terhadap
ruptur plak. Peran inflamasi dalam memicu ruptur plak masih dalam penelitian.
(M. Black, Joyce, 2014 : 343)
Apapun penyebabnya, ruptur plak
aterosklerosis akan menyebabkan (1) paparan aliran darah terhadap inti plak
yang kaya lipid, (2) masuknya darah ke dalam plak, menyebabkan plak membesar,
(3) memicu pembentukan trombus, dan (4) oklusi parsial atau komplet dari arteri
coroner.(M.Black, Joyce, 2014 :344)
Angina tak stabil berhubungan dengan
oklusi parsial jangka pendek dari arteri coroner, sementara IMA berasal dari
oklusi lengkap atau signifikan dari arteri coroner yang berlangsung lebih dari
1 jam. Ketika aliran darah berhenti mendadak, jaringan miokardium yang disuplai
oleh arteri tersebut akan mati. Spasme arteri coroner juga dapat menyebabkan
oklusi akut. Faktor risiko yang memicu serangan jantung pada klien sama untuk
semua tipe PJK. (M.Black, Joyce, 2014 : 344)
C.
Patofisiologi
IMA dapat dianggap sebagai titik akhir
dari PJK. Tidak seperti iskemia sementara yang terjadi dengan angina, iskemia
jangka panjang yang tidak berkurang akan menyebabkan kerusakan ireversibel
terhadap miokardium. Sel-sel jantung dapat bertahan dari iskemia selama 15
menit sebelum akhirnya mati. Manifestasi iskemia dapat dilihat dalam 8 hingga
10 detik setelah aliran darah turun karena miokardium aktif secara metabolic.
Ketika jantung tidak mendapatkan darah dan oksigen, sel jantung akan
menggunakan metabolisme anaerobic, menciptakan lebih sedikit adenosine
trifosfat (ATP) dan lebih banyak asam laktat sebagai hasil sampingannya. Sel
miokardium sangat sensitif terhadap perubahan pH dan fungsinya akan menurun.
Asidosis akan menyebabkan miokarium menjadi lebih rentan terhadap efek dari
enzim lisosom dalam sel. Asidosis menyebabkan gangguan sistem konduksi dan
terjadi disritmia. Kontraktilitas juga akan berkurang, sehingga menurunkan
kemampuan jantung sebagai suatu pompa. Saat sel miokardium mengalami nekrosis,
enzim intraselular akan dilepaskan ke dalam aliran darah, yang kemudian dapat
dideteksi dengan pengujian laboratorium. (M.Black, Joyce, 2014 :345)
Dalam beberapa jam IMA, area nekrotik
akan meregang dalam suatu proses yang disebut ekspansi infark. Ekspansi ini
didorong juga oleh aktivasi neurohormonal yang terjadi pada IMA. Peningkatan
denyut jantung, dilatasi ventrikel, dan aktivasi dari system renin-angiotensin
akan meningkatkan preload selama IMA untuk menjaga curah jantung. Infark
transmural akan sembuh dengan menyisakan pembentukan jaringan parut di
ventrikel kiri, yang
disebut remodeling. Ekspansi dapat terus berlanjut hingga enam minggu setelah
IMA dan disertai oleh penipisan progresif serta perluasan dari area infark dan
non infark. Ekspresi gen dari sel-sel jantung yang mengalami perombakan akan
berubah, yang menyebabkan perubahan structural permanen ke jantung. Jaringan
yang mengalami remodelisasi tidak berfungsi dengan normal dan dapat berakibat
pada gagal jantung akut atau kronis dengan disfungsi ventrikel kiri, serta
peningkatan volume serta tekanan ventrikel. Remodeling dapat berlangsung
bertahun-tahun setelah IMA. (M.Black, Joyce,2014 : 345)
Lokasi IMA
paling sering adalah dinding anterior ventrikel kiri di dekat apeks, yang
terjadi akibat trombosis dari cabang desenden arteri coroner kiri. Lokasi umum
lainnya adalah (1) dinding posterior dari ventrikel kiri di dekat dasar dan di
belakang daun katup/ kuspis posterior dari katup mitral dan (2) permukaan
inferior (diafragmantik) jantung. Infark pada ventrikel kiri posterior terjadi
akibat oklusi arteri coroner kanan atau cabang sirkumfleksi arteri coroner
kiri. Infark inferior terjadi saat arteri coroner kanan mengalami oklusi. Pada
sekitar 25 % dari IMA dinding
inferior, ventrikel kanan merupakan lokasi infark. Infark atrium terjadi pada
kurang dari 5 %. Peta konsep menjelaskan efek selular yang terjadi selama
infark miokard. (M.Black, Joyce, 2014 : 345)
Pathway
D.
Manifestasi
Klinis Infark Miokard Akut (IMA)
1.
Lokasi substernal,
rerosternal, dan prekordial.
2.
Sifat nyeri : rasa
sakit sperti ditekan, rasa terbakar, rasa tertindih benda berat, seperti
ditusuk, rasa diperas, dan dipelintir.
3.
Nyeri hebat pada
dada kiri menyebar ke bahu kiri, leher kiri dan lengan atas kiri.
4.
Nyeri membaik
dengan istirahat atau dengan obat nitrat.
5.
Faktor pencetus :
latihan fisik, stres emosi, udara dingin, dan sesudah makan.
6.
Gejala yang
menyertai : keringat dingin, mual, muntah, sulit bernapas, cemas dan lemas.
7.
Dipsnea.
8.
Pada pemeriksaan
EKG
a.
Fase hiperakut
(beberapa jam permulaan serangan).
1.
Elevasi yang curam
dari segmen ST.
2.
Gelombang T yang
tinggi dan lebar.
3.
VAT memanjang.
4.
Gelombang Q tampak.
b.
Fase perkembangan
penuh (1-2 hari kemudian).
1.
Gelombang Q
patologis
2.
Elevasi segmen ST
yang cembung ke atas.
3.
Gelombang T yang
terbalik (arrowhead)
c.
Fase resolusi
(beberapa minggu/bulan kemudian).
1.
Gelombang Q
patologis tetap ada.
2.
Segmen ST mungkin
sudah kembali iseolektris.
3.
Gelombang T mungkin
sudah menjadi normal.
9.
Pada pemeriksaan
darah (enzim jantung : CK & LDH).
a.
CKMB berupa serum
creatinin kinase (CK) dan fraksi MB merupakan indikator penting dari nekrosis
miokard Creatinin Kinase (CK) meningkat pada 6-8 jam setelah awitan infark dan
memuncak antara 24 & 28 jam pertama. Pada 2-4 hari setelah awitan AMI normal.
b.
Dehidrogenase
laktat (LDH) mulai tampak melihat pada serum setelah 24 jam pertama setelah
awitan dan akan tinggi selama 7-10 hari.
c.
Petanda biokimia
seperti troponin I (TnI) dan troponin T (TnT) mempunyai nilai prognostik yang
lebih baik dari pada CKMB. Troponin C, TnI dan TnT berkaitan dengan kontraksi
dari sel miokard. (Nurarif, Kusuma, 2015 : 25).
Manifestasi klinis yang berhubungan
dengan IMA berasal dari iskemia otot jantung dan penurunan fungsi serta
asidosis yang terjadi. Manifestasi klinis utama dari IMA adalah nyeri dada yang
serupa dengan angina pectoris tetapi lebih parah dan tidak berkurang dengan
nitrogliserin. Nyeri dapat menjalar ke leher, rahang, bahu, punggung atau
lengan kiri. Nyeri juga dapat ditemukan di dekat epigastrium, menyerupai nyeri
pencernaan. IMA juga dapat berhubungan dengan manifestasi klinis yang jarang
terjadi berikut ini. (M.Black, Joyce, 2014 : 346)
a.
Nyeri dada, perut,
punggung, atau lambung yang tidak khas.
b.
Mual atau pusing.
c.
Sesak napas dan
kesulitan bernapas.
d.
Kecemasan, kelemahan,
atau kelelahan yang tidak dapat dijelaskan
e.
Palpitasi, keringat dingin, pucat
Wanita
yang mengalami IMA sering kali datang dengan satu atau lebih manifestasi yang
jarang terjadi di atas. (M.Black, Joyce, 2014 : 346)
E.
Klasifikasi
Infark Miokard Akut (IMA)
a. Angina tidak
stabil
Angina
pectoris adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan nyeri dada atau
ketidaknyamanan yang disebabkan oleh penyakit arteri koronari, pasien dapat
menggambarkan sensasi seperti tekanan, rasa penuh, diremas, berat atau nyeri.
Agina pectoris disebabkan oleh iskemia
mycocardium reversible dan sementara yang dicetuskan oleh ketidakseimbangan
antara kebutuhan oksigen mycocardium dan suplai oksigen mycocardium yang
berasal dari penyempitan arterosklerosis arteri koroner.
Klasifikasi
angina :
1.
Angina stabil
(dikenal sebagai angina stabil kronis, angina pasif, atau angina ekssersional).
Nyeri yang dapat diprediksi, nyeri terjadi pada saat aktifitas fisik atau
stress emosional dan berkurang dengan istirahat atau nitrogliserin.
2.
Angina tidak stabil
juga disebut angina pra infark atau angina kresendo yang mengacu pada nyeri
dada jantung yang biasanya terjadi pada saat istirahat.
3.
Angina varian yang
juga dikenal sebagai angina Prizmental atau angina vasospatik, adalah bentuk
angina tidak stabil.
b. Infark Miokard
Akut tanpa elevasi ST (NSTEMI)
Disebabkan
oleh penurunan suplai oksigen dan atau peningkatan kebutuhan oksigen miokard
yang diperberat oleh obstruksi koroner.
c. Infark Miokard
Akut dengan elevasi ST (STEMI)
Umumnya
terjadi jika aliran darah koroner meurun secara mendadak setelah oklusi trombus
pada plak aterosklerotik yang sudah ada sebelumnya. Ini disebabkan karena
injuri yang disebabkan oleh faktor-faktor seperti merokok, hipertensi, dan
akumulasi lipid.
Penentuan
kelas angina pectoris menurut Canadian Cardiovascular Society Classification
System:
Kelas 1 Aktifitas
fisik biasa tidak menyebabkan angina, seperti berjalan, menaiki tangga. Angina
terjadi dengan aktifitas fisik yang berat, cepat atau lama pada saat kerja atau
rekreasi.
Kelas 2 Terjadi
sedikit keterbatasan dalam melakukan aktifitas biasa. Angina terjadi ketika
berjalan atau menaiki tangga dengan cepat, berjalan mendaki, berjalan atau
menaiki tangga setelah makan, pada saat
dingin, pada saat ada angin, dalam keadaan stress emosional, atau selama
beberapa jam setelah bangun. Angina terjadi ketika berjalan lebih dari dua blok
dan menaiki lebih dari satu anak tangga biasa dengan kecepatan normal dan dalam
kondisi normal.
Kelas 3 Aktifitas
fisik biasa terbatas secara nyata. Agina terjadi ketika berjalan satu sampai
dua blok dan menaiki satu anak tangga dalam kondisi normL dengan kecepatan
normal.
Kelas 4 Aktifitas
fisik tanpa ketidaknyamanan tidak mungkin dilakukan, gejala angina dapat timbul
saat istirahat.
Sumber : (Campeau L:Grading of angina pectoris, buku
keperawatan kritis vol. 1 Ed. 8 hal 545, dkk).( Nurarif, Kusuma, 2015 : 24)
a. Infark Miokard
Subendokardial
Infark Miokard
Subendokardial terjadi akibat aliran darah subendokardial yang relatif menurun
dalam waktu yang lama sebagai akibat perubahan derajat penyempitan arteri
koroner atau dicetuskan oleh kondisi-kondisi seperti hipotensi, perdarahan dan
hipoksia (Rendy & Margareth, 2012 : 87).
b.
Infark Miokard Transmural
Pada lebih dari 90%
pasien infark miokard transmural berkaitan dengan trombosis koroner. Trombosis
sering terjadi di daerah yang mengalami penyempitan arteriosklerosik. Penyebab
lain lebih jarang di temukan (Rendy & Margareth, 2012 : 87).
F.
Komplikasi
Infark Miokard Akut (IMA)
Perluasan infark dan iskemia paska infark, aritmia, (sinus bradikardi,
supraventrikular, takiaritmia, aritmia ventrikular, gangguan konduksi),
disfungsi otot jantung (gagal jantung kiri, hipotensi, dan syok), infark
ventrikel kanan, defek mekanik, ruptur miokard, aneurisma ventrikel kiri,
perikarditis, dan trombus mural. (Nurarif, Kusuma, 2015 : 26)
Kemungkinan kematian akibat komplikasi
selalu menyertai IMA. Oleh karena itu, tujuan kolaborasi utama antara lain
pencegahan komplikasi yang mengancam jiwa atau paling tidak mengenalinya.
(M.Black, Joyce, 2014 : 347)
Disritmia. Disritmia merupakan penyebab
dari 40 % hingga 50 % kematian setelah IMA. Ritme ektopik muncul pada atau
sekitar batas dari jaringan miokardium yang iskemik dan mengalami cedera parah.
Miokardium yang rusak juga dapat mengganggu system konduksi, menyebabkan
disosiasi atrium dan ventrikel (blok jantung). Supraventrikel takikardia (SVT)
kadang kala terjadi sebagai akibat gagal jantung. Reperfusi spontan atau dengan
farmakologis dari area yang sebelumnya iskemik juga dapat memicu terjadinya
ventrikel disritmia. (M.Black, Joyce, 2014 ; 347)
Syok kardiogenik. Syok kardiogenik
berperan hanya pada 9 % kematian akibat IMA, tetapi lebih dari 70 % klien syok
meninggal karena sebab ini. Penyebabnya antara lain (1) penurunan kontraksi
miokardium dengan penurunan curah jantung, (2) disritmia tak terdeteksi, dan
(3) sepsis. (M.Black, Joyce, 2014 :347)
Gagal jantung dan edema paru. Penyebab
kematian paling sering pada klien rawat inap dengan gangguan jantung adalah
gagal jantung. Gagal jantung melumpuhkan 22 % klien laki-laki dan 46 % wanita
yang mengalami IMA serta bertanggung jawab pada sepertiga kematian setelah IMA.
(M.Black, Joyce, 2014 :347)
Emboli paru. Emboli paru (PE) dapat
terjadi karena flebitis dari vena kaki panggul (trombosis vena) atau karena
atrial flutter atau fibrilasi. Emboli paru terjadi pada 10 % hingga 20 % klien
pada suatu waktu tertentu, saat serangan akut atau pada periode konvalensi.
(M.Black, Joyce, 2014: 347)
Infark miokardum berulang. Dalam 6 tahun
setelah IMA pertama, 18 % laki-laki dan 35 % wanita dapat mengalami IMA
berulang. Penyebab yang mungkin adalah olahraga berlebih, embolisasi, dan
oklusi trombotik lanjutan pada arteri coroner oleh atheroma. (M.Black, Joyce,
2014 : 347)
Komplikasi yang disebabkan oleh nekrosis
miokardium. Komplikasi yang terjadi karena nekrosis dari miokardium antara lain
aneurisme ventrikel, ruptur jantung (ruptur miokardium), defek septal ventrikel
(VSD), dan otot papiler yang ruptur. Komplikasi ini jarang tetapi serius, biasanya
terjadi sekitar 5 hingga 7 hari
setelah MI. Jaringan miokardium nekrotik yang lemah dan rapuh akan meningkatkan
kerentanan terkena komplikasi ini. (M.Black, Joyce, 2014 : 347)
Perikarditis. Sekitar 28 % klien dengan
MI akut transmural akan mengalami pericarditis
dini (dalam 2 hingga 4 hari). Area yang mengalami infark akan bergesekan
dengan permukaan pericardium dan menyebabkan hilangnya cairan pelumas. Gesekan
friksi pericardium dapat didengar di area prekardial. Klien mengeluh bahwa
nyeri dada memburuk dengan gerakan, inspirasi dalam, dan batuk. Nyeri
pericarditis akan mereda dengan duduk dan condong ke depan. (M.Black, Joyce,
2014 : 348)
Sindrom dressler (perikarditis akut).
Sindrom dressler, suatu bentuk pericarditis, dapat terjadi paling akhir enam
minggu hingga beberapa bulan setelah IMA. Walaupun agen penyebabnya tidak
diketahui, diduga terjadi karena faktor autoimun. Klien biasanya datang dengan
demam berlangsung satu minggu atau lebih, nyeri dadaperikardium, gesekan friksi
pericardium, dan kadang kala pleuritis dengan efusi pleura. Ini merupakan
fenomena yang akan sembuh sendiri dan tidak ada pengobatan yang telah
diketahui. Terapi meliputi aspirin, prednisone, dan analgesic opioid untuk
nyeri. Terapi antikoagulasi dapt memicu tamponade kordis dan harus dihindari
pada klien ini. (M.Black, Joyce, 2014 : 348)
BAB
III
KONSEP
ASUHAN KEPERAWATAN
A.
Pengkajian
a. Identitas
Perlu ditanyakan :
nama, umur, jenis kelamin, alamat, suku, agama, nomor register, pendidikan,
tanggal MRS, serta pekerjaan yang berhubungan dengan stress atau sebab dari
lingkungan yang tidak menyenangkan. Identitas tersebut digunakan untuk
membedakan antara pasien yang satu dengan yang lain dan untuk mementukan resiko
penyakit jantung koroner yaitu laki-laki umur di atas 35 tahun dan wanita lebih
dari 50 tahun (William C Shoemarker, 2011 : 143)
b. Alasan Masuk Rumah
Sakit
Penderita dengan infark
miokard akut mengalami nyeri dada, perut, punggung, atau lambung yang tidak
khas, mual, muntah
atau pusing, sesak napas dan kesulitan bernapas.(Ni Luh Gede Y, 2011 : 94)
c. Keluhan Utama
Pasien Infark Miokard
Akut mengeluh nyeri pada dada substernal, yang rasanya tajam dan menekan sangat
nyeri, terus menerus dan dangkal. Nyeri dapat menyebar ke belakang sternum
sampai dada kiri, lengan kiri, leher, rahang, atau bahu kiri. Nyeri miokard
kadang-kadang sulit dilokalisasi dan nyeri mungkin dirasakan sampai 30 menit
tidak hilang dengan istirahat atau pemberian nitrogliserin (Ni Luh Gede Y, 2011
: 94)
d. Riwayat Penyakit
Sekarang
Pada pasien infark
miokard akut mengeluh nyeri pada bagian dada yang dirasakan lebih dari 30 menit,
nyeri dapat menyebar sampai
lengan kiri, rahang dan bahu yang disertai rasa mual, muntah, badan lemah dan
pusing.(Ni Luh Gede Y, 2011 : 94)
e. Riwayat Penyakit
Dahulu
Pada klien infark
miokard akut perlu dikaji mungkin pernah mempunyai riwayat diabetes mellitus,
karena diabetes mellitus terjadi hilangnya sel endotel vaskuler berakibat
berkurangnya produksi nitri oksida sehingga terjadi spasme otot polos dinding
pembuluh darah.
Hipersenti yang
sebagian diakibatkan dengan adanya penyempitan pada arteri renalis dan hipo
perfusi ginjal dan kedua hal ini disebabkan lesi arteri oleh arteroma dan
memberikan komplikasi trombo emboli (J.C.E Underwood, 2012 : 130)
f. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat penyakit
jantung keluarga, diabetes mellitus, peningkatan kolesterol darah, kegemukan,
hipertensi, yang beresiko diturunkan secara genetik berdasarkan kebiasaan
keluarganya. (Ni Luh Gede Y, 2011 : 94)
g. Riwayat Psikososial
Rasa takut, gelisah dan
cemas merupakan psikologis yang sering muncul pada klien dan keluarga. Hal ini
terjadi karena rasa sakit, yang dirasakan oleh
klien. Peubahan
psikologis tersebut juga muncul akibat kurangnya pengetahuan terhadap penyebab,
proses dan penanganan penyakit infark miokard akut. Hal ini terjadi dikarenakan
klien kurang kooperatif dengan perawat.(Ni Luh Gede Y, 2011 : 94)
h. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum
Pada
pemeriksaan keadaan umum, kesadaran klien IMA biasanya baik atau compos mentis
(CM) dan akan berubah sesuai tingkatan gangguan yang melibatkan perfusi sistem
saraf pusat. (Muttaqin, 2010:78)
2. Tanda-Tanda Vital
Didapatkan
tanda-tanda vital, suhu tubuh meningkat dan menurun, nadi meningkat lebih dari
20 x/menit. (Huda Nurarif, Kusuma, 2015 : 25)
3.
Pemeriksaan Fisik Persistem
a. Sistem Persyarafan
Kesadaran
pasien kompos mentis, pusing, berdenyut, sakit kepala, disorientasi, bingung,
letargi. (Bararah dan Jauhar, 2013 : 123)
b.Sistem Penglihatan
Pada
pasien infark miokard akut penglihatan terganggu dan terjadi perubahan pupil.
(Bararah dan Jauhar, 2013 : 123)
c.
Sistem Pernafasan
Biasanya
pasien infark miokard akut mengalami penyakit paru kronis, napas pendek, batuk,
perubahan kecepatan/kedalaman pernapasan, bunyi napas tambahan (krekels, ronki,
mengi), mungkin menunjukkan komplikasi pernapasan seperti pada gagal jantung
kiri (edema paru) atau fenomena romboembolitik pulmonal, hemoptysis. (Bararah
dan Jauhar, 2013 : 123)
d.
Sistem Pendengaran
Tidak ditemukan gangguan pada sistem
pendengaran(Bararah dan Jauhar, 2013 : 123)
e.
Sistem Pencernaan
Pasien
biasanya hilang nafsu makan, anoreksia, tidak toleran terhadap makanan, mual
muntah,perubahan berat badan, perubahan kelembaban kulit. (Bararah dan Jauhar,
2013 : 123)
f.
Sistem Perkemihan
Pasien
biasanya oliguria, haluaran urine menurun bila curah jantung menurun berat.
(Bararah dan Jauhar, 2013 : 123)
g.
Sistem Kardiovaskuler
Biasanya
bunyi jantung irama tidak teratur, bunyi ekstra, denyut menurun. (Bararah dan Juhar, 2013 : 123)
Nyeri dada yang
timbul mendadak (dapat/tidak berhubungan dengan aktifitas), tidak hilang dengan
istirahat atau nitrogliserin. Lokasi nyeri tipikal pada dada anterior,
substernal, prekordial, dapat menyebar ke tangan, rahang, wajah. Tidak tertentu
lokasinya seperti epigastrium, siku, rahang, abdomen, punggung, leher. Kualitas
nyeri menusuk, berat, menetap, tertekan, seperti dapat dilihat. Intensitas
nyeri biasanya 10 pada skala 1-10, mungkin pengalaman nyeri paling buruk yang
pernah dialami. (M. Black, Joyce, 2014 : 350)
h.
Sistem Endokrin
Pasien
infark miokard akut biasanya tidak
terdapat gangguan pada sistem endokrin. (Bararah dan Jauhar, 2013 : 123)
i.
Sistem Muskuluskeletal
Biasanya
pada pasien infark miokard akut terjadi nyeri, pergerakan ekstremitas menurun dan
tonus otot menurun. (Huda Nurarif dan Kusuma,2015 : 25)
j.
Sistem Integumen
Pada
pasien infark miokard akut turgor kulit menurun, kulit pucat, sianosis.
(Bararah dan Jauhar, 2013 : 123)
k.
Sistem Reproduksi
Tidak ditemukan gangguan pada sistem reproduksi (Bararah dan Jauhar,
2013 : 124).
4. Pada pemeriksaan EKG
a. Fase hiperakut
(beberapa jam permulaan serangan)
Elevasi
yang curam dari segmen ST
Gelombang
T yang tinggi dan lebar
VAT
memanjang
Gelombang
Q tampak
b. Fase perkembangan
penuh (1-2 hari kemudian)
Gelombang
Q patologis
Elevasi
segmen ST yang cembung ke atas
Gelombang
T yang terbalik (arrowhead)
c. Fase resolusi (beberapa minggu /
bulan kemudian)
Gelombang
Q patologis tetap ada
Segmen
ST mungkin sudah kembali iseolektris
Gelombang
T mungkin sudah menjadi normal
Pada
pemeriksaan darah (enzim jantung CK & LDH)
a. CKMB berupa serum creatinine kinase
(CK) dan fraksi MB merupakan indikator penting dari nekrosis miokard creatinine
kinase (CK) meninngkat pada 6-8 jam setelah awitan infark dan memuncak antara
24 & 28 jam pertama. Pada 2-4 hari setelah awitan AMI normal
b. Dehidrogenase laktat (LDH) mulai
tampak pada serum setelah 24 jam pertama setelah awitan dan akan selama 7-10
hari
c. Petanda biokimia seperti troponin l
(Tnl) dan troponin T (TnT) mempunyai nilai prognostik yang lebihh baik dari
pada CKMB. Troponin C, Tnl dan TnT berkaitan dengan konstraksi dari sel
miokard.
(Huda Nurarif dan Kusuma, 2015 : 25)
5. Penatalaksanaan
Prinsip penatalaksanaannya
adalah mengembalikan aliran darah koroner untuk menyelamatkan jantung dari
infark miokard, membatasi luasnya infark miokard, dan mempertahankan fungsi
jantung.
Pada prinsipnya, terapi pada
kasus ini di tujukan untuk mengatasi nyeri angina dengan cepat, intensif dan
mencegah berlanjutnya iskemia serta terjadinya infark miokard akut dan kematian
mendadak. Oleh karena setiap kasus berbeda derajat keparahan atau rriwayat
penyakitnya, maka cara terapi yang baik adalah individualisasi dan bertahap,
dimulai dengan masuk rumah sakit (ICCU) dan istirahat total (bed rest). (Huda
Nurarif dan Kusuma, 2015 : 25)
BAB
IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
IMA (infark miokard akut) Merupakan
salah satu penyakit yang di akibatkan karena berkurangnya suplai oksigen
kejaringan .sehingga kematian sel-sel mikokardium
yang terjadi akibat kekurangan oksigen berkepanjangan .
Selain itu , serangan jantung terjadi
jika ada suatu sumbatan pada arteri koroner menyebabkan terbatasnya atau
terputusnya aliran darah kesuatu bagian dari jantung .dimana arteri koroner
kiri memperdarahi sebagian besar ventrikel kiri, septum dan arteri kiri serta
arteri kanan memperdarahi sisi diafragmatik ventrikel kiri sedikit bagian
posterior septum dan vetrikel serta antrium kanan .
Akan tetapi , IMA(infark miokard akut)
bisa diatasi. apabila , perawat atupun tim medis segera melakukan tindakan
kepada kliennya untuk cepat tanggap terhadap gejala-gejala yang ditimbulkan
dalam IMA ini .
4.2 Saran
Sebaiknya , untuk menghindari penyakit
IMA ini . maka hindarilah hal-hal yang dapat menyebabkan fungsi otot jantung
terganggu ,dengan melakukan pola nafas efektif dengan baik karena penyakit ini
cukup membahayakan bagi tubuh dalam menjalankan aktivitas sehari-hari .
DAFTAR PUSTAKA
Bararah,
Jauhar. 2013. ASUHAN KEPERAWATAN Panduan Lengkap Menjadi Perawat Profesional.
Jakarta : Prestasi Pustaka Publisher.
Huda
Nurarif, Kusuma. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis
dan NANDA NIC-NOC. Jakarta : MediAction Publishing.
Wilkinson,
2010. Buku Saku Diagnosis Keperawatan.Jakarta : EGC.
M. Black.
2014. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : Salemba Medika
Prabowo,
Pranata. 2014. Asuhan Keperawatan Sistem Perkemihan.Yogyakarta : Nuha Medika.
Laporan Pendahuluan Dan Konsep Asuhan Keperawatan pada Infark Miokard Akut (IMA)
Reviewed by Nasirul ulum
on
November 24, 2018
Rating:
No comments: