PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Salah
satu masalah gangguan kesehatan yang menonjol pada usia lanjut adalah
muskuluskeletal, terutama osteoporosis. Menghadapi problem ini tanpa adanya
persiapan yang baik, dikhawatirkan akan menjadikan beban yang akan ditanggung
pemerintah, masyarakat, dan warga usia lanjut dengan keluarga akan menjadi
sangat besar dan akan menghambat perkembangan ekonomi serta memperburuk
kualitas hidup manusia secara utuh. (Lukman, : 140)
Osteoporosis
adalah suatu problem klimakterium yang serius. Di Amerika Serikat dijumpai satu
kasus osteoporosis di antara dua sampai tiga wanita pasca menopause. Massa
tulang pada manusia mencapai maksimum pada usia sekitar 35 tahun, kemudian
terjadi penurunan massa tulang secara eksponensial. Penurunan massa tulang ini
berkisar antara 3-5 % setiap decade, sesuai dengan kehilangan massa otot dan
hal ini dialaami baik pada pria maupun wanita. Pada masa klimakterium,
penurunan massa tulang pada wanita lebih mencolok dan dapat mencapai 2-3 %
setahun secara eksponensial. Pada usia 70 tahun kehilangan massa tulang pada
wanita mencapai 50 %, sedangkan pada pria usia 90 tahun kehilangan massa tulang
ini baru mencapai 25 %. (Lukman, : 140)
Menurut
Ganong, perempuan dewasa memiliki massa tulang yang lebih sedikit daripada pria
dewasa, dan setelah menopause mereka mulai kehilangan tulang lebih cepat
daripada pria. Akibatnya perempuan lebih rentan menderita osteoporosis serius.
Penyebab utama berkurangnya tulang setelah menopause adalah defisiensi hormone
estrogen. Pada osteoporosis, matriks dan mineral tulang hilang, hilang massa
dan kekuatan tulang dengan peningkatan fraktur. (Lukman, : 140)
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas,
maka dapat diambil suatu rumusan masalah, yaitu “Bagaimana Konsep Dasar Osteoporosis dan Konsep Asuhan
Keperawatan?”
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Menerapkan asuhan keperawatan pada
pasien dengan osteoporosis.
2. Tujuan Khusus
Mahasiswa mampu
1)
Menjelaskan definisi,
etiologi, manifestasi klinis, patofisiologi, pathway, pemeriksaan diagnosis,
penatalaksaanaan dari osteoporosis.
2)
Menjelaskan pengkajian
keperawatan penyakit osteoporosis
3)
Merumuskan diagnosa
keperawatan penyakit osteoporosis
4)
Merencanakan tindakan
keperawatan pasien penyakit osteoporosis
D. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan terdiri dari:
1.
Bagian awal meliputi:
Cover judul, kata pengantar, daftar isi
2.
Bagian inti terdiri
dari 3 BAB meliputi:
a.
BAB 1 Pendahuluan
Latar belakang, Rumusan Masalah,
Tujuan, Sistematika Penulisan.
b.
BAB 2 Tinjauan Pustaka
Konsep Dasar Osteoporosis meliputi:
Definisi, Etiologi, Klasifikasi, Manifestasi Klinis Patofisiologi, Pathway, Pemeriksaan
Diagnosis, Penatalaksanaan. Konsep asuhan keperawatan osteoporosis meliputi:
Pengkajian, Diagnosa Keperawatan, Intervensi.
c.
BAB 3 Penutup
Pada bab ini akan menguraikan
tentang kesimpulan dari konsep osteoporosis dan saran yang dapat diberikan
penulis tentang paper yang berjudul Konsep Penyakit Osteoporosis.
3.
Bagian akhir meliputi:
Daftar pustaka, lampiran-lampiran.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Dasar Osteoporosis
6. Definisi
Osteoporosis
yang lebih dikenal dengan keropos tulang menurut WHO adalah penyakit skeletal
sistemik dengan karakteristik massa tulang yang rendah dan perubahan
mikroarsitektur dari jaringan tulang dengan akibat meningkatnya fragilitas
tulang dan meningkatnya kerentanan terhadap patah tulang. Osteoporosis adalah
kelainan di mana terjadi penurunan massa tulang total. (Lukman, 2009: 140)
Osteoporosis
didefinisikan sebagai suatu penyakit dengan karakteristik massa tulang yang
berkurang dengan kerusakan mikroarsitektur jaringan yang menyebabkan kerapuhan
tulang dan risiko fraktur yang meningkat. (Lukman, 2009: 140)
Osteoporosis
adalah kelainan metabolik tulang di mana terdapat penurunan massa tulang tanpa
disertai pada matriks tulang. (Nurarif, 2015 : 31)
Osteoporosis
adalah kelainan dengan penurunan massa tulang total. Pada kondisi ini terdapat
perubahan pergantian tulang homeostatis normal, kecepatan resorpsi tulang lebih
besar daripada kecepatan pembentukan tulang, yang mengakibatkan penurunan massa
tulang total. (Suratun dkk, 2008 : 74)
Jadi
osteoporosis adalah kelainan atau gangguan yang terjadi karena penurunan massa
tulang total. (Suratun dkk, 2008 : 74)
7. Etiologi
Osteoporosis post menopause terjadi karena
kekurangan estrogen (hormon utama pada wanita), yang membantu mengatur
pengangkutan kalsium ke dalam tulang pada wanita. Biasanya gejala timbul pada
wanita yang berusia di antara 51-75 tahun, tetapi bisa mulai muncul lebih cepat
ataupun lebih lambat. Tidak semua wanita memiliki risiko yang sama untuk
menderita osteoporosis post menopause, pada wanita kulit putih dan daerah timur
lebih mudah menderita penyakit ini daripada wanita kulit hitam. (Lukman, 2009 :
142)
Osteoporosis senilis kemungkinan
merupakan akibat dari kekurangan kalsium yang berhubungan dengan usia dan
ketidakseimbangan di antara kecepatan hancurnya tulang dan pembentukan tulang
yang baru. Senilis yaitu keadaan penurunan massa tulang yang hanya terjadi pada
usia lanjut. Penyakit ini biasanya terjadi pada usia di atas 70 tahun dan dua
kali lebih sering menyerang wanita. Wanita seringkali menderita osteoporosis
senilis dan post menopause. (Lukman, 2009 : 142)
Kurang dari lima persen penderita
osteoporosis juga mengalami osteoporosis sekunder, yang disebabkan oleh keadaan
medis lainnya atau oleh obat-obatan. Penyakit ini bisa disebabkan oleh gagal
ginjal kronis dan kelainan hormonal (terutama tiroid, paratiroid, dan adrenal)
dan obat-obatan (misalnya kortikosteroid, barbiturate, anti kejang, dan hormone
tiroid yang berlebihan). Pemakaian alkohol yang berlebihan dan kebiasaan
merokok bisa memperburuk keadaan ini. (Lukman, 2009 : 142)
8. Klasifikasi
a)
Osteoporosis primer
yang terjadi bukan sebagai akibat penyakit yang lain, yang dibedakan atas :
1)
Osteoporosis tipe I
(pasca menopause), yang kehilangan tulang terutama di bagian trabekula.
2)
Osteoporosis tipe II
(senilis), terutama kehilangan massa tulang daerah korteks.
3)
Osteoporosis idiopatik
yang terjadi pada usia muda dengan penyebab tak diketahui.
b)
Osteoporosis sekunder,
yang terjadi pada atau diakibatkan oleh penyakit lain, antara lain hiper
paratiroid, gagal ginjal kronis, artritis rematoid, dan lain-lain
Perbedaan
osteoporosis tipe pasca menopause dan tipe senilis
Tipe Pasca Menopause
|
Tipe Senilis
|
|
Usia terjadinya
(…….…Tahun……….)
Rasio jenis kelamin
(Wanita : Pria)
Hilangnya tulang
Derajat hilangnya
tulang
|
51-75
6 : 1
Terutama trabekuler
Dengan percepatan
|
> 70 tahun
2 : 1
Trabekuler dan
kortikal
Tanpa percepatan
|
Letak fraktur
Penyebab utama
|
Veterbral (crush) dan
radius (distal)
Faktor yang
berhubungan dengan menopause
|
Vertebral (multiple, wedge) dan pinggul (kol.
femur)
Faktor yang berhubungan dengan proses menua
|
(Rosyidi, 2013 : 85)
9. Manifestasi Klinis
Kepadatan tulang berkurang secara
perlahan (terutama pada penderita osteoporosis senilis), sehingga pada awalnya
osteoporosis tidak menimbulkan gejala pada beberapa penderita. Jika kepadatan
tulang sangat berkurang yang menyebabkan tulang menjadi kolaps atau hancur,
maka akan timbul nyeri tulang dan kelainan bentuk. Tulang-tulang yang terutama
terpengaruh pada osteoporosis adalah radius distal, korpus vertebra terutama
mengenai T8-L4, dan kollum femoris. (Lukman, 2009 : 144)
Kolaps tulang belakang menyebabkan nyeri
punggung menahun. Tulang belakang yang rapuh bisa mengalami kolaps secara
spontan atau karena cedera ringan. Biasanya nyeri timbul secara tiba-tiba dan
dirasakan di daerah tertentu dari punggung, yang akan bertambah nyeri jika
penderita berdiri atau berjalan. Jika disentuh, daerah tersebut akan terasa
sakit, tetapi biasanya rasa sakit ini akan menghilang secara bertahap setelah
beberapa minggu atau beberapa bulan. Jika beberapa tulang belakang hancur, maka
akan terbentuk kelengkungan yang abnormal dan tulang belakang (punuk Dowager),
yang menyebabkan terjadinya ketegangan otot dan rasa sakit. (Lukman, 2009 : 144)
Tulang lainnya bisa patah, yang sering
kali disebabkan oleh tekanan yang ringan atau karena jatuh. Salah satu patah
tulang yang paling serius adalah patah tulang panggul. Selain itu, yang juga
sering terjadi adalah patah tulang lengan (radius) di daerah persambungannya
dengan pergelangan tangan yang disebut fraktur colles. Pada penderita
osteoporosis, patah tulang cenderung mengalami penyembuhan secara perlahan. (Lukman,
2009 : 144)
10.
Patofisiologi
Genetic, nutrisi, gaya hidup (misal
merokok, konsumsi kafein, dan alkohol), dan aktivitas mempengaruhi puncak massa
tulang. Kehilangan massa tulang mulai terjadi setelah tercapainya puncak massa
tulang. Pada pria massa tulang lebih besar dan tidak mengalami perubahan
hormonal mendadak. Sedangkan pada perempuan, hilangnya estrogen pada saat
menopause dan pada ooforektomi mengakibatkan percepatan resorpsi tulang dan
berlangsung terus selama tahun-tahun pascamenopause. (Rosyidi, 2013 : 93)
Diet kalsium dan vitamin D yang sesuai
harus mencukupi untuk mempertahankan remodeling tulang dan fungsi tubuh. Asupan
kalsium dan vitamin D yang tidak mencukupi selama bertahun-tahun mengakibatkan
pengurangan massa tulang dan pertumbuhan osteoporosis. Asupan harian kalsium
yang dianjurkan (RDA : recommended daily allowance) meningkat pada usia 11-24
tahun (adolesen dan dewasa muda) hingga 1200 mg per hari, untuk memaksimalkan
puncak massa tulang. RDA untuk orang dewasa tetap 800 mg, tetapi pada perempuan
pasca menopause 1000-1500 mg per hari. Sedangkan pada lansia dianjurkan
mengonsumsi kalsium dalam jumlah tidak terbatas, karena penyerapan kalsium
kurang efisien dan cepat diekskresikan melalui ginjal. (Rosyidi, 2013 : 93)
Demikian pula, bahan katabolik endogen
(diproduksi oleh tubuh) dan eksogen dapat menyebabkan osteoporosis. Penggunaan
kortikosteroid yang lama, sindrom Cushing, hipertiroidisme, dan
hiperparatiroidisme menyebabkan kehilangan tulang. Obat-obatan seperti
isoniazid, heparin, tetrasiklin, antasida yang mengandung aluminium,
furosemide, antikonvulsan, kortikosteroid, dan suplemen tiroid memengaruhi
penggunaan tubuh dan metabolism kalsium. (Rosyidi, 2013 : 93)
Imobilitas juga memengaruhi terjadinya
osteoporosis. Ketika diimobilisasi dengan gips, paralisis atau inaktivitas
umum, tulang akan diresorpsi lebih cepat dari pembentukannya sehingga terjadi
osteoporosis. (Rosyidi, 2013 : 93)
11.
Pemeriksaan
Diagnosis
a)
Pemeriksaan
laboratorium
Pemeriksaan
laboratorium terutama ditujukan untuk mengetahui secara tidak langsung adanya
resorpi tulang (gangguan terhadap keseimbangan antara resorpsi dan pembentukan
tulang). Pemeriksaan untuk mengetahui adanya resorpsi tulang secara tidak
langsung antara lain :
1)
Mengukur kadar kalsium
dalam air kemih puasa dibagi dengan kreatini; perlu di ingat bahwa adanya
gangguan absorsbi kalsium dalam intestine akan akibat pengetahuan kalsium dalam
air kemih pun sangat rendah.
2)
Mengukur kadar
hidroksi-prolin dalam air kemih puasa bagi dengan kreatinin. Hidroksiporin
dipakai sebagai indicator adanya resorpsi tulang, akan tetapi hidrosiprolin
dalam air kemih akan dijumpai pula pada orang dengan diet tinggi protein. Jadi
pemeriksaan ini spesifisitalis serta sensitivitasnya rendah. Pemeriksaan untuk
mengetahui adanya pembentukan tulang adalah :
(a) Mengukur kadar fosfatase alkali serum;
fosfatase alkali di produksi oleh osteoblast, jadi hal ini dapat di pakai
sebagai indicator adanya pembentukan tulang, akan tetapi fosfatase alkali juga
di bentuk oleh jaringan lain. Agar pemeriksaan ini mempunyai arti uang
spesifik, perlu adanya pemeriksaan bone spesifik assay.
(b) Mengukur bon-gla-protein plasma
(osteocalcin). Osteokalsin desekresi hanya oleh obteoblas, jadi pemeriksaan ini
dapat dipakai sebagai indicator adanya pembentukan osteoid yang bertambah.
b)
Penilaian Massa Tulang
Osteoporosis
adalah suatu keadaan dimana terjadi kehilangan masa tulang yang berlebihan
dengan komposisi tulang yang masih normal (tidak berubah), sehingga
mengakibatkan mudahnya terjadi fraktur pada tulang yang bersangkutan.
Tulang terdiri
dari dua komponen :
1)
Komponen/bagian
trabekula
2)
Komponen/bagian korteks
Pada
pasien osteoporosis, bagian tarbekula akan mengalami penipisan dan tampak lebih
jarang, sedang bagian korteks akan terjadi pengurangan tebal korteks dan
pelebaran kanal haversi. Pengurangan pada kontreks dan trabekula ini tidak
mempunyai pola yang sama untuk setiap pasien, oleh karena itu pada setiap kasus
osteoporosis perlu untuk menentukan status / keadaan kedua bagian tulang
tersebut. (Rosyidi, 2013 : 95)
12.
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan
penderita yang hanya dengan osteoporosis tanpa disertai patah tulang lebih
sederhana disbanding bila penderita sudah dating dengan fraktur. Penderita
lanjut usia dengan fraktur osteoporosis terutama bila akibat jatuh, memerlukan
asesmen bertingkat, antrara lain :
a)
Asesmen mengenai sebab
jatuh, apa yang menyebabkannya apakah akibat factor lingkungan, gangguan intra
atau ekstra serebral dan lain sebagian. Perlu diadakan tindak pencegahan da
atau pengobatan agar lain kali tidak jatuh lagi.
b)
Asesmen mengenai
osteoporosisnya, primer atau sekunder, manifestasi di tempat lain.
c)
Asesmen mengenai
frakturnya. Operabel (dapat di operasi)atau tidak, kalua operabel harus di
lakukan pendekatan pada dokter bedah. Setelah operasi, tindakan rehabilitasi
yang baik di sertai pemberian obat untuk upaya perbaikan osteoporosis bisa di
kerjakan.
Tindakan
dietetik: Diet tinggi kalsium (sayur hijau, dan lain-lain).
Terapi ini lebih
bermanfaat sebagai tindakan pencegahan. Pada usia lanjut harus di berikan
bersama jenis terapi yang lain.
Olah raga. Yang
terbaik adalah yang bersifat mendukung beban (weight bearing), misalnya
jogging, berjalan cepat, dan lain-lain. Lebih baik di lakukan di bawah sinar
matahari pagi karena membantu pembuatan vitamin D.
Obat-obatan
.yang membantu pembentukan tulang (steroid anabolic, flourida). Yang mengurangi
perusakan tulang (estrogen, kalsium, difosfonat, kalsitonin).
(Rosyidi, 2013 :
92)
B. Konsep Asuhan
Keperawatan
1. Pengkajian
a)
Identitas
Osteoporosis biasanya terjadi di
atas usia 45 tahun, tinggi badan menurun dan rasa nyeri atau sakit tulang
punggung (bagian bawah), leher dan pinggang. (Suratun, 2008 : 75)
b)
Alasan Masuk Rumah
Sakit
Penderita dengan osteoporosis
mengalami penurunan tinggi badan, badan lemas dan kurang vitamin D dan C serta
kalsium. (Suratun, 2008 : 75)
c)
Keluhan Utama
Penderita osteoporosis mengeluhkan
nyeri atau sakit tulang punggung (bagian bawah), leher dan pinggang atau rasa
kebas di sekitar mulut dan ujung jari pada hipokalsemia. (Suratun, 2008 : 75)
d)
Riwayat Penyakit
Sekarang
Keluhan yang
dirasakan pasien seperti nyeri pada punggung.
e)
Riwayat Penyakit Dahulu
Adanya penyakit
endokrin: diabetes mellitus, hipertiroid, hiperparatiroid, sindrom cushing,
akromegali, hipogonadisme atau penyakit-penyakit lain yang ada kaitannya dengan
penurunan mikroarsitektur tulang. Adanya riwayat penyakit jantung, obesitas,
maupun arterosklerosis, tindakan medis yang pernah didapat mauoun obat-obatan
yang biasanya digunakan oleh penderita. (Suratun, 2008 : 76)
f)
Riwayat Penyakit
Keluarga
Dari genogram
keluarga biasanya terdapat salah satu anggota keluarga yang juga menderita
osteoporosis atau beberapa penyakit tulang metabolik yang bersifat herediter. (M. Black, Joyce, 2014: 2655)
g)
Riwayat Psikososial
Penyakit ini
sering terjadi pada wanita. Biasanya sering timbul kecemasan, takut melakukan
aktivitas, dan perubahan konsep diri. Perawat perlu mengkaji masalah-masalah
psikologis yang timbul akibat proses ketuaan dan efek penyakit yang
menyertainya. (Suratun, 2008 : 75)
h)
Pemeriksaan Fisik
1)
Keadaan Umum
Pada pasien
osteoporosis keadaan umum lemah, dan nyeri punggung. (Suratun, 2008 : 76)
2)
Tanda-Tanda Vital
Didapatkan
tanda-tanda vital, menurun suhu meningkat dan kadang menurun, RR meningkat
lebih dari 20x/menit. (Suratun, 2008 : 76)
3)
Pemeriksaan Fisik
a)
Kulit
Inspeksi:
biasanya tidak adanya lesi, hiperpigmentasi (warna kehitaman/kecoklatan), dan
edema.
Palpasi:
biasanya turgor kulit menurun, tekstur : kasar , suhu : akral dingin atau
hangat.
b)
Rambut
Inspeksi =
biasanya disribusi rambut merata atau tidak, kotor atau tidak, bercabang
Palpasi = mudah
rontok/tidak, tekstur: kasar/halus
c)
Kuku
Inspeksi = biasanya kuku normal tidak terjadi sianosis,
merah: peningkatan visibilitas Hb, bentuk: clubbing karena hypoxia pada kanker
paru, beau’s lines pada penyakit defisiensi fe/anemia fe
Palpasi =
biasanya tidak adanya nyeri tekan.
d)
Kepala
Inspeksi = biasanya wajah simetris
Palpasi =
biasanya tidak adanya luka, tonjolan patologik, dan tidak adanya nyeri tekan
e)
Mata
Inspeksi =
biasanya kelopak mata tidak ada radang, simetris kanan dan kiri, reflek kedip
baik, konjungtiva dan sclera: merah/konjungtivitis, ikterik/indikasi
hiperbilirubin/gangguan pada hepar, pupil: isokor kanan dan kiri (normal).
f)
Hidung
Inspeksi = biasanya hidung simetris, tidak ada inflamasi
Palpasi = tidak
ada nyeri tekan, massa
g)
Telinga
Inspeksi = daun
telinga simetris, warna, ukuran, bentuk, kebresihan, tidak adanya lesi.
Palpasi = tidak
ada nyeri tekan
h)
Mulut
Inspeksi =
biasanya bibir tidak ada kelainan kongenital (bibir sumbing), warna,
kesimetrisan, kelembaban, pembengkakkan, lesi.
Palpasi =
biasanya tidak ada pembengkakkan dan nyeri.
i)
Leher
Inspeksi =
biasanya tidak adanya pembengkakkan kelenjar tirod/gondok, dan tidak adanya
massa.
Palpasi = biasanya tidak ada nyeri tekan, biasanya JVP
dalam normal.
j)
Dada
Inspeksi = ditemukan ketidaksimetrisan rongga dada dan
tulang belakang., retraksi interkosta
Palpasi = Taktil fremitus seimbang kanan dan kiri
Perkusi = Suara
resonan pada seluruh lapang paru
Auskultasi =
Pada kasus lanjut usia, biasanya didapatkan suara ronki.
k)
Jantung
Inspeksi = biasanya denyut apek jantung pada area
midsternu lebih kurang 2 cm disamping bawah xifoideus.
Palpasi =
spasium interkostalis ke-2 kanan area aorta dan spasium interkosta ke-2 kiri
letak pulmonal kiri. spasium interkostalis ke-5 kiri area
trikuspidalis/ventikuler amati adanya pulsasi interkosta ke-5 pindah tangan
secara lateral 5-7 cm ke garis midklavicula kiri dimana akan ditemukkan daerah
apical jantung
Perkusi = suara
redup
Auskultasi =
Bunyi S1 suara “LUB” yaitu bunyi dari menutupnya katub mitral (bikuspidalis)
dan tikuspidalis pada waktu sistolik.
Bunyi S2: suara
“DUB” yaitu bunyi menutupnya katub semilunaris (aorta dan pulmonalis) pada saat
diastolic.
l)
Abdomen
Inspeksi =
bentuk perut simetris, tidak adanya retraksi, penonjolan, tidak adanya asites.
Palpasi =
tidak adanya massa dan respon nyeri
tekan
Perkusi =
timpani
Auskultasi =
biasanya bising usus normal 5- 30 x/menit
m) Genetalia
Inspeksi =
biasanya tidak ada lesi, pembengkakan
Palpasi = tidak
ada nyeri tekan
(Suratun, 2008 : 77)
2. Diagnosa
a)
Nyeri berhubungan
dengan fraktur dan spasme otot
Definisi :
Nyeri akut
adalah pengalaman sensori dan emosi yang tidak menyenangkan akibat adanya
kerusakan jaringan yang actual atau potensial, atau digambarkan dengan istilah
seperti (international association for the study of pain); awitan yang tiba
tiba atau perlahan dengan intensitas ringan sampai berat dengan akhir yang
dapat diramalkan dan durasinya kurang dari enam bulan. (Wilkinson, 2015 : 530)
Batasan
Karakteristik :
Subjektif
·
Mengungkapkan secara
verbal atau melaporkan (nyeri) dengan isyarat
Objektif
·
Posisi untuk
menghindari nyeri
·
Perubahan tonus otot
(dengan rentang dari lemas tidak bertenaga samapi kaku)
·
Respon autonomic
(misalnya diaphoresis : perubahan tekanan darah, pernafasan atau nadi, dilatasi
pupil)
·
Perubahan selera makan
·
Perilaku distraksi
(misalnya mondar – mandir, mencari orang atau aktivitas lain, aktivitas
berulang)
·
Perilaku ekpresif
(misalnya, gelisah, merintih, menangis, kewaspadaan berlebihan, peka terhadap
rangsang dan menghela nafas panjang)
·
Wajah topeng (nyeri)
·
Perilaku menjaga atau
sikap melindungi
·
Focus menyempit
(misalnya gangguan persepsi waktu, gangguan proses pikir, interaksi dengan orang
lain atau lingkungan menurun)
·
Bukti nyeri yang dapat
diamati
·
Berfokus pada diri
sendiri
·
Gangguan tidur (mata
terlihat kuyu, gerakan tidak teratur atau tidak menentu dan menyeringai)
Batasan
karakteristik lain
·
Mengomunikasikan
descriptor nyeri (misalnya rasa tidak nyaman, mual, berkeringat malam ini, kram
otot, gatal kulit, mati rasa, dan kesemutan pada ekstremitas)
·
Menyeringai
·
Rentang perhatian terbatas
·
Pucat
·
Menarik diri
Faktor
yang hubungan
·
Agens – agens penyebab
cedera (misalnya biologis, kimia, fisik, dan psikologis) (Wilkinson, 2015 : 531)
b)
Hambatan mobilitas
fisik berhubungan dengan fraktur, gangguan muskuluskeletal
Definisi :
Keterbatasan
kebebasan bergerak diatas tempat tidur dari satu posisi ke posisi yang lain
(sebutkan tingkat ketergantungan). (Wilkinson, 2015 : 468)
Batasan
Karakteristik :
Hambatan
kemampuan untuk :
·
Mengubah posisi dari
terlentang ke posisi duduk
·
Mengubah posisi dari
duduk ke posisi terlentang
·
Mengubah posisi dari
terlentang ke posisi telungkup
·
Mengubah posisi dari
telungkup ke posisi telentang
·
Mengubah posisi dari
terlentang ke posisi duduk selonjor
·
Mengubah posisi dari
duduk selonjor ke posisi telentang
·
“bergerak cepat” atau
mengatur terposisi diri ditempat tidur berbalik dari sisi ke sisi
Faktor yang
Berhubungan :
·
Gangguan kognitif
·
Dekondisi
·
Kendala lingkungan
·
Kekuatan otot yamg
tidak memcukupi
·
Gangguan
musculoskeletal
·
Gangguan neuromuscular
·
Obesitas
·
Nyeri
(Wilkinson, 2015 : 468)
c)
Resiko cedera
berhubungan dengan tulang rapuh dan mudah patah
Definisi :
Berisiko
mengalami cedera sebagai akibat dari kondisi lingkungan yang berinteraksi
dengan sumber – sumber adaptif dan pertahankan individu (Wilkinson, 2015 : 428)
Faktor resiko
Internal
·
Profil darah yang tidak
norma
·
Gangguan faktor
pembekuan
·
Disfungsi biokimiawi
·
Penurunan kadar
hemoglobin
·
Usia perkembangan
·
Penyakit imun atau
autoimun
·
Trombositopenia
·
Hipoksia jaringan
·
Malnutrisi
Eksternal
·
Tingkat imunisasi
komunitas
·
Mikroorganisasi
·
Racun
·
Polutan
·
Obat – obatan
·
Zat gizi
·
Individu atau penyedia
layanan kesehatan (Wilkinson, 2015 : 428)
d)
Gangguan citra tubuh
berhubungan dengan deformitas.
Definisi :
Konfusi pada gambaran mental fisik diri seseorang.
Subjektif :
·
Depersonalisasi bagian
(tubuh) atau kehilangan melalui kata gantiretral
·
Penekanan pada kekuatan
yang tersisa dan pencapaian yang tertinggi
·
Rasa takut terhadap
penolakan atau reaksi dari orang lain.
·
Berfokus pada kekuatan,
fungsi atau penampilan di masa lalu
·
Perasaan negatif
tentang tubuh (misalnya perasaan putus asa, tidak mampu, atau tidak berdaya)
·
Personalisasi dari
bagian tubuh atau bagian tubuh yang hilang dengan menggunakan nama
·
Fokus pada perubahan
atau kehilangan
·
Menolak untuk
memverifikasi perubahan aktual
·
Mengungkapkan secara
verbal perubahan gaya hidup
Objektif
·
Perubahan aktual pada
struktur atau fungsi (tubuh)
·
Perilaku menghindar,
memantau, atau mencari tahu tentang tubuh individu
·
Perubahan pada
kemampuan untuk memperkirakan hubungan spasial tubuh terhadap lingkungan.
·
Perubahan dalam
keterlibatan sosial
·
Memperluas batasan
tubuh untuk menggabungkan benda-benda di lingkungan
·
Menutupi atau terlalu
memperlihatkan bagian tubuh (dengan sengaja atau tidak sengaja)
·
Kehilangan bagian tubuh
·
Tidak melihat pada
bagian tubuh
·
Tidak menyentuh bagian
tubuh
·
Trauma terhadap bagian
tubuh yang tidak berfungsi
Faktor
yang Berhubungan
·
Biofisik (misalnya
penyakit kronis, defek kongenital, dan kehamilan)
·
Kognitif/persepsi
(misalnya nyeri kronis)
·
Kultural atau spiritual
·
Perubahan perkembangan
·
Penyakit
·
Perseptual
·
Psikososial (misalnya
gangguan makan)
·
Trauma atau cedera
·
Penanganan (misalnya
pembedahan, kemoterapi, dan radiasi)
(Wilkinson,
2015 : 69)
e)
Ansietas berhubungan
dengan tahu penanganan.
Definisi :
Perasaan tidak
nyaman atau kekhawatiran yang smaar disertai respons autonom (sumber seringkali
tidak spesifik atau tidak diketahui oleh individu) ; perasaan takut yang
disebabkan oleh antisipasi terhadap bahaya. Perasaan ini merupakan isyarat
kewaspadaan yang memperingatkan bahaya yang akan terjadi dan memampukan
individu melakukan tindakan untuk menghadapi ancaman.
Batasan Karakteristik
Perilaku
·
Penurunan produktivitas
·
Mengekspresikan
kekhawatiran akibat perubahan dalam peristiwa hidup
·
Gerakan yang tidak
relevan (misalnya mengeret kaki, gerakan lengan)
·
Gelisah
·
Memandang sekilas
·
Insomnia
·
Kontak mata buruk
·
Resah
·
Menyelidiki dan tidak
waspada
Afektif
·
Gelisah
·
Kesedihan yang mendalam
·
Distress
·
Ketakutan
·
Perasaan tidak adekuat
·
Fokus pada diri sendiri
·
Peningkatan
kekhawatiran
·
Iritabilitas
·
Gugup
·
Gembira berlebihan
·
Nyeri dan peningkatan
ketidakberdayaan yang persisten
·
Marah
·
Menyesal
·
Perasaan takut
·
Ketidakpastian
·
Khawatir
Fisiologis
·
Wajah tegang
·
Insomnia
·
Peningkatan keringat
·
Peningkatan ketegangan
·
Terguncang
·
Gemetar atau tremor di
tangan
·
Suara bergetar
Faktor
yang Berhubungan :
·
Terapajan toksin
·
Hubungan
keluarga/hereditas
·
Transmisi dan penularan
interpersonal
·
Krisis situasi dan
maturasi
·
Stress
·
Penyalahgunaan zat
·
Ancaman kematian
·
Ancaman atau perubahan
pada status peran,fungsi peran, lingkungan, status kesehatan, status ekonomi,
atau pola interaksi
·
Ancaman terhadap konsep
diri
·
Konflik yang tidak
disadari tentang nilai dan tujuan hidupyang esensial
·
Kebutuhan yang tidak
terpenuhi
f)
Kurang pengetahuan
berhubungan dengan tahu penanganan.
Definisi :
Tidak ada atau
kurang informasi kognitif tentang topik tertentu
Batasan
Karakteristik
Subjektif
·
Mengungkapkan masalah
secara verbal
Objektif
·
Tidak mengikuti
instruksi yang diberikan secara akurat
·
Performa uji tidak
akurat
·
Perilaku yang tidak
sesuai atau terlalu berlebihan (sebagai contoh, histeris, bermusuhan, agitasi,
atau apatis)
Faktor
yang Berhubungan :
·
Keterbatasan kognitif
·
Kesalahan dalam
memahami informasi yang ada
·
Kurang pengalaman
·
Kurang kemampuan
mengingat kembali
·
Kurang familier dengan
sumber-sumber informasi
3. Intervensi
a)
Nyeri berhubungan
dengan fraktur dan spasme otot
Tujuan:
Memperlihatkan
pengendalian nyeri , yang dibuktikan oleh indicator sebagai berikut (sebutkan
1-5 tidak pernah, jarang, kadang kadang, sering atau selalu).
Kriteria Hasil
NOC:
Aktivitas
keperawatan
Pengkajian
·
Gunakan laporan dari
pasien sebagai pilihan pertama untuk mengumpulkan informasi pengkajian
·
Minta pasien untuk
menilai nyeri atau ketidaknyamanan pada skala 0 sampai 10 (0 = tidak ada nyeri
atau ketidaknyamanan 10 = nyeri hebat)
·
Gunakan bagan alir
nyeri untuk memantau peredaan nyeri oleh analgesic adan kemungkinan efek
samping
·
Dalam mengkaji nyeri
pasien, gunakan kata – kata yang sesui usia dan tingkatan perkembangan klien
Manajemen nyeri NIC
Lakukan pengkajian nyeri yang komprehensif meliputi
lokasi, karakteristik, awitan dan durasi, frekuensi, kualitas, intensitas atau
keparahan nyeri dan fakror presipitasinya
Penyuluhan untuk
pasien / keluarga
·
Sertakan dalam
instruksi pemulangan pasien dalam obat khusus
yang harus diminum, frekuensi pemberian, kemungkinan efek samping,
kemungkinan interaksi obat, kewaspadan khusus saat mengkonsumsi obat tersebut
·
Intruksikan pasien
untuk menginformasikan kepada perawat jika peredaan nyeri tidak dapat dikaji /
dicapai
·
Informasikan kepada
pasien tentang prosedur yang dapat meningkatkan nyeri dan tawaran strategi
koping yang disarankan
Manajemen nyeri (NIC):
Ajarkan
penggunaan teknik nonfamakologi (misalnya umpan balik biologis, TENS , hypnosis
relaksasi, imajinasi terbimbing, terapi music, distraksi, terapi bermain,
terapi aktivitas, kompres hangat atau dingin dan masase)
Aktivitas
kolaborasi
·
Kolaborasi nyeri pasca
bedah awal dengan pemberian opiate yang terjadwal (misalnya setiap 4 jam selama
36 jam) atau PCA
Manajemen nyeri (NIC)
Gunakan tindakan
pengendalian nyeri sebelum nyeri menjadi lebih berat
Laporkan kepada
dokter jika tindakan tidak berhasil atau jika keluhan saat ini merupakan
perubahan yang berkmana dari pengalaman nyeri pasien dimasa lalu
Aktivitas lain
·
Sesuaikan frekuensi
dosis sesuai indikasi menilai pengkajian nyeri dan efek samping
·
Bantu pasien
mengidentifikasi tindakan kenyamanan yang efektif dimasa lalu, seperti
distraksi, relaksasi atau kompres hangat / dingin
·
Bantu pasien untuk
lebih berfokus pada aktivitas, bukan nyeri dan rasa tidak nyaman dengan
melakukan pengalihan melalui televise, radio, tape, dan interaksi dengan
pengunjung
·
Manajemen nyeri (NIC)
Libatkan klien
dalam modalitas peredaan nyeri, jika memungkinkan
Kendalikan
faktor lingkungan yang dapat memengaruhi respon pasien terhadap ketidaknyaman
Intervensi NIC:
·
Pemberian anlgesik :
menggunakan agens – agens farmakologi untuk mengurangi nyeri atau menghilangkan
nyeri
·
Manajemen nyeri :
meringankan atau mengurangi nyeri sampai pada tingkat kenyamanan yang dapat
diterima oleh pasien
·
Manjemen sedasi :
memberikan sedative , memantau respon pasien dan memberikan dukungan fisiologis
yang dibutuhkan selama prosedur diagnostik atau terapeutik
(Wilkinson,
2015 : 533-536)
b)
Hambatan mobilitas
fisik berhubungan dengan fraktur, gangguan muskuluskeletal
Tujuan:
Mencapai mobilitas
ditempat tidur, yang dibuktikan oleh pengaturan posisi tubuh : kemauan sendiri,
performa mekanika tubuh, gerakan terkoordinasi, pergerakan sendi aktif dan
mobilitas yang memuaskan (Wilkinson, 2015 : 470)
Kriteria Hasil
NOC:
Aktivitas
keperawatan
Pengkajian
·
Lakukan pengkajian
mobilitas pasien secara terus – menerus
·
Kaji tingkat kesadaran
·
Kaji kekuatan otot dan
mobilitas sendi (rentang pergerakan)
Penyuluhan untuk
pasien / keluarga
·
Latih rentang
pergerakan sendi aktif dan pasif untuk memperbaiki kekuatan dan daya tahan otot
·
Latih teknik membalik
dan memperbaiki kesejajarab tubuh
Aktivitas
kolaborasi
·
Gunakan ahli terapi
fisik / okupasi sebagai sumber dalam penyuluhan rencana untuk mempertahankan
dan meningkatkan mobilitas ditempat tidur
Aktivitas lain
·
Tempatkan tombol atau
lampu pemanggil bantuan ditempat yang mudah diraih
·
Berikan alat bantu
(misalnya trapeze)
·
Berikan penguatan
positif selama aktivitass
·
Berikan tindakan
pengendalian nyeri sebelum memulai latihan atau terapi fisik
Intervensi NIC:
·
Perawatan tirah baring
: meningkatkan kenyamanan dan keamanan serta pencegahan komplikasi untuk pasien
yang tidak mampu bangun dari tempat tidur
·
Promosi mekanikasi
tubuh : memfasilitasi penggunaan postur dan pergerakan dalam aktivitas sehari –
hari untu mencegah keletihan dan ketenganngan atau cedera musculoskeletal
·
Pengaturan posisi :
mengatur penempatan pasien atau bagian tubuh pasien secara hati – hati untuk
meningkatkan kesejateraan fisiologi dan psikologi
·
Bantuan perawatan diri
: membantu orang lain dalam melakukan aktivitas kehidupan sehari – hari
(Wilkinson,
2015 : 470-471)
c)
Resiko cedera
berhubungan dengan tulang rapuh dan mudah patah
Tujuan:
Resiko cidera
akan menurunkan yang dibuktikan oleh keamanan personal, pengendalian resiko dan
lingkungan rumah yang aman .
(Wilkinson, 2015
hal 430)
Kriteria Hasil NOC:
Aktivitas keperawatan
Pengkajian
·
Identifikasi faktor
yang memengaruhi kebutuhan keamanan, ,misalnya perubahan status mental, derajat
keracunan, keletihan, usia kematangan, pengobatan dan deficit motoric atau
sensorik (misalnya berjalan dan keseimbangan)
·
Identifikasi faktor
lingkungan yang memungkinkan risiko terjatuh (misalnya lantai licin, karpet
yang sobek, anak tangga tanpa pagar pengaman, jendela, dan kolam renang)
Penyuluhan untuk
pasien / keluarga
·
Ajarkan pasien untuk
berhati – hati dengan alat terapi panas
·
Berikan materi edukasi
yang berhubungan dengan strategi dan tindakan untuk mencegah cedera
·
Pemantauan janin
elektronik NIC
Jelaskan kepada
ibu dan orang terdekatanya tentang rasional menggunakan alat pemantauan secara
elektrolit dan juga informasi yang harus diperoleh
Aktivitas
kolaborasi
·
Rujuk ke kelas
pendidikan dalam komunitas
·
Pemantauan janin
elektronik
Tetap
informasikan kepada dokter tentang perubahan yang terjadi pada irama jantung
janin, intervensi untuk pola yang mengkahawatirkan, respon janin selanjurnya,
kemajuan persalinan dan respon ibu terhadap persalin.
Aktivitas lain
·
Orientasikan kembali
pasien terhadap realitas dan lingkungan saat ini bila dibutuhkan
·
Bantu ambulasi pasien,
jiak perlu
·
Sediakan alat bantu berjalan
·
Gunakan alat pemanas
dengan hati hati untuk mencegah luka bakar pada pasien dengan deficit sensori
·
Ajarkan pasien untuk
meminta bantuan dengan gerakan
·
Jangan lakukan
perubahan yang tidak diperlukan di lingkungan fisik
Pemantauan janin elektrolit intrapartum NIC :
Kalibrasi peralatan dengan tepat untuk pemantauan
internal mengunakan elekroda spiral dan kateter tekanan intrauterus
Intervensi NIC:
·
Peningkatan komunikasi
: gangguan pendengaran : membantu dalam menerima dan mempelajari metode
alternative agar dapat hidup dengan penurunann kemampuan pendengaran
·
Fasilitas komunikasi :
gangguan penglihatan : membantu dalam menerima dan mempelajari metode
alternative agar dapat hidup dengan penurunan kemampuan melihat
·
Manajemen lingkungan
keamanan : memantau dan memanipulasi lingkungan fisik untuk memfasilitasi
keamanan
·
Edukasi kesehatan :
mengembangkan dan memberikan bimbingan dan pengalaman belajar untuk
memfasilitasi adaptasi secara sadar perilaku yang kondusif untuk kesehatan
individu, keluarga, kelompok, dan
komunitas
·
Identifikasi resiko :
menganalisis faktor risiko potensial, menentukan risiko kesehatan dan
memprioritaskan strategi penurunan risiko untuk individu atau kelompok
(Wilkinson,
2015 hal 431-434)
d)
Gangguan citra tubuh
berhubungan dengan deformitas.
Tujuan
Gangguan citra tubuh
berkurang yang dibuktikan oleh selalu menunjukkan adaptasi dengan ketunadayaan
fisik, penyesuain psikososial : perubahan hidup, citra tubuh positif tidak
mengalami keterlambatan dalam perkembangan anak dan harga diri positi (Wilkinson,
2015 : 71)
Aktivitas lain
Pengkajian
·
Kaji dan dokumentasikan
respon verbal dan nonverbal pasien terhadap tubuh pasien
·
Identifikasi mekanisme
koping yang biasa digunakan pasien
·
Peningkatan citra tubuh
NIC :
Tentukan harapan pasien
tentang citra tubuh berdasarkan tahap perkembangan
Tentukan apakah
perubahan fisik saat ini telah dikaitkan kedalam citra tubuh pasien
Penyuluhan untuk pasien
/ keluarga
·
Ajarkan tentang cara
merawat dan perawatan diri, termasuk komplikasi kondisi medis
Aktivitas kolaboratif
·
Rujuk ke layanan sosial
untuk merencanakan perawatan dengan pasien dan keluarga
·
Rujuk pasien untuk
mendaptkan terapi fisik untuk latihan kekuatan dan fleksibilitas, membantu
dalam berpindah tempat dan ambulasi atau penggunaan prostesis
·
Rujuk ke tim
interdisipliner untuk klien yang memiliki kebutuhan kompleks (komplikasi
pembedahan)
Aktivitas lain
·
Dengarkan pasien dan
keluarga secara aktif dan akui realitas kekhawatiran terhadap perawatan ,
kemajuan dan prognosis
·
Bantu pasien dan
keluarga untuk mengidentifikasi dan menggunakan mekanisme koping
·
Berikan perawatan
dengan cara yang tidak menghakimi, jaga privasi dan martabat pasien
·
Peningkatan citra tubuh
NIC :
Identifikasi cara
mengurangi dampak “kecacatan” penampilan melalui pakaian, rambut palsu, atau
kosmetik
Fasilitasi kontak
dengan ndividu yang mengalami perubahan citra tubuh yang mirip dengan pasien
Gunakan latihan
pengungkapan diri dengan kelompok remaja atau pengungkapan diri dengan kelompok
remaja atau pengungkapan lain keputusan atas karakteristik fisik normal lain
(judith, 2015 : 73-74)
Intervensi NIC
·
Bimbingan antisipasi :
mempersiapkan pasien terhadap krisis perkembangan atau krisis situasional
·
Peningkatan citra tubuh
: meningkatkan presepsi sadar da taksadar pasien serta sikap terhadap tubuh
pasien
·
Peningkatan koping :
membantu pasien untuk beradaptasi dengan persepsi stresor, perubahan atau
ancaman yang menghambat pemenuhan tuntunan dan peran hidup
·
Edukasi orang tua :
remaja membantu orang tua untuk memahami dan membantu anak –anak remaja mereka
·
Identifikasi resiko :
menganalisis faktor risiko potensial , menetapkan risiko kesehatan dan
meprioritaskab strategi menurunkan resiko untuk individu atau kelompok
·
Peningkatan harga diri
: membantu pasien untuk meningkatan penilaian personal terhadap harga diri
(judith, 2015 : 72)
e)
Ansietas berhubungan
dengan tahu penanganan
Tujuan
Ansietas berkurang
dibuktikan oleh bukti tingkat ansietas hanya ringan sampai sedang, dan selalu
menunjukkan pengendalian diri terhadap ansietas, konsentrasi, dan koping (Wilkinson,
2015 : 47)
Aktivitas keperawatan
Pengkajian
·
Kaji dan dokumentasi
tingkat kecemasan pasien, termasuk reaksi fisik, setiap
·
Kaji untuk faktor
budayan (misalnya, konflik nilai) yang menjadi penyebab ansietas
·
Gali bersama pasien
tentang teknik yang berhasil dan tidak berhasil menurunkan asietas dimasa lalu
Penyuluhan untuk pasien
/ keluarga
·
Buat rencana penyuluhan
dengan tujuan yang realistis, termasuk kebutuhan untuk pengulangan, dukungan,
dan pujian terhadap tugas – tugas yang telah dipelajari
·
Berikan informasi
mengenai sumber komunitas yang tersedia, seperti teman, tetangga, kelompok swabantu,
tempat ibadah, lembaga sukarelawan dan pusat reaksi
·
Informasikan tentang
gejala ansietas
·
Ajarkan anggota
keluarga bagaimana membedakan antara serangan panik dan gejala penyakit fisik
·
Penurunan ansietas NIC
:
Sediakan informasi
faktual menyangkut diagnosis, terapi dan prognosis
Instruksikan pasien
tentang penggunaan teknik relaksasi
Jelaskan semua
produser, termasuk sensasi yang biasannya dialami selama prosedur
Aktivitas kolaboratif
·
Penurunan ansietas NIC
: berikan obat untuk menurunkan ansietas, jika perlu
Aktivitas ain
·
Pada saat ansietas
berat, dampingi pasien, bicara dengan tenang, dan berikan ketenangan serta rasa
nyaman
·
Beri dorongan kepada
pasien untuk mengungkapkan secara verbal pikiran dan perasaan untuk
mengeksternalisasikan ansietas
·
Bantu pasien untuk
memfokuskan pada situasi saat ini, sebagai cara untuk mengidentifikasi
mekanisme koping yang dibutuhkan untuk mengurangi ansietas
·
Yakinkan penguatan
positif ketika mampu menurunkan aktivitas sehari – hari dan aktivitas lainnya
meskipun mengalami ansietas
·
Yakinkan kembali pasien
melalui sentuhan, dan sikap empatik secara verbal dan non verbal secara
bergantian
·
Sarankan terapi
alternatif untuk mengurangi ansietas yang dapat diterima oleh pasien
·
Singkirkan sumber –
sumber ansietas jika memungkinkan
·
Penurunkan ansietas NIC
Gunakan pendekatan yang
tenang dan yakinkan
Nyatakan dengan jelas
tentang harapan terhadap perilaku pasien
Bantu pasien untuk
mengidentifikasi situasi yang mencetus ansietas (judith, 2015 : 48-50)
Intervensi NIC
·
Bimbingan astisipasi :
mempersiapkan pasien menghadapi kemungkinan krisis perkembangan atau
situasional
·
Penurunan ansietas :
meminimalkan kekhawatiran, kekuatan, prasangka atau perasaan tidak tenang yang
berhubungan dengan sumber bahaya yang diantisipasi dan tidak jelas
·
Teknik menenangkan diri
: meredakan kecemasan pada pasien yang mengalami distres akut
·
Peningkatan koping :
membantu pasien untuk beradaptasi dengan persepsi stersor, perubahan, atau
ancaman yang menghambat pemenuhan tuntunan dan peran hidup
·
Dukungan emosi :
memberikan penenangan, penerimaan, dan bantuan / dukungan selama masa stres.
(judith, 2015 : 48)
f)
Kurang pengetahuan
berhubungan dengan tahu penanganan
Tujuan
Pasien dan keluarga
Mengidentifikasi
kebutuhan terhadap informasi tambahan mengenai perilaku promosi kesehatan atau
program terapi (informasi mengenai diet). (judith, 2015 : 450)
Aktivitas keperawatan
Catatan : lihat
aktivitas keperawatan untuk defiensi pengetahuan. Defisiensi pengetahuan
merupakan diagnosis yang sangat luas.
Aktivitas lain
·
Bantu pasien menetapkan
tujuan pembelajaran yang realistis
·
Gunakan berbagai
strategi penyuluhan
·
Hubungkan muatan yang
baru dengan pengetahuan dan pengalaman sebelumnya
·
Berikan waktu kepada
pasien untuk mengajukan pertanyaan
(Wilkinson,
2015 : 450-451)
Intervensi NIC
·
Edukasi kesehatan :
mengembangkan dan berikan bimbingan dan pengalaman belajar untuk memfasilitasi
adaptasi secara sadar perilaku yang kondusif untuk kesehatan individu,keluarga,
kelompok, dan komunitas
·
Panduan sistem kesehatan
: memfasilitasi lokasi pasien dan penggunaan layanan kesehatan yang sesuai
·
Fasilitas pembelajaran
: meningkatkan kemampuan untuk memproses dan memahami informasi
·
Peningkatan kesiapan
untuk belajar : memperbaiki kemampuan dan keinginan untuk menerima informasi
(Wilkinson, 2015 : 450)
BAB 3
PENUTUP
A. Kesimpulan
Osteoporosis
adalah kelainan dengan penurunan massa tulang total. Pada kondisi ini terdapat
perubahan pergantian tulang homeostatis normal, kecepatan resorpsi tulang lebih
besar daripada kecepatan pembentukan tulang, yang mengakibatkan penurunan massa
tulang total. (Suratun dkk, 2008 : 74)
B. Saran
Sebagai perawat dalam
melakukan tindakan asuhan keperawatan berperan dalam upaya pendidikan dengan
memberikan penyuluhan tentang pengertian osteoporosis, penyebab dan gejala
osteoporosis serta penanganan osteoporosis. Berperan juga dalam meningkatkan
mutu dan pemerataan pelayanan kesehatan serta peningkatan pengetahuan, sikap
dan praktik pasien serta keluarganya dalam melaksanakan pengobatan
osteoporosis. Peran yang terakhir adalah peningkatan kerja sama dan sistem
rujukan antar berbagai tingkat fasilitas pelayanan kesehatan, hal ini akan
memberi nilai posistif dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Amin Huda Nur arief, H. K. (2015). Aplikasi
Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnostik dan Nanda nic - noc . Jogjakarta
: Mediaction.
Digiulio, M. (2014). Keperawatan Medikal
Bedah Demystified. Yogyakarta: Rapha Publishing.
Kholid Rosyidi, d. (2013). Muskuloskeletal.
Jakarta: TRANS INFO MEDIA.
Lukman, N. (2009). Asuhan Keperawatan
Pada Klien dengan Gangguan Sistem Muskuloskeletal. Jakarta: Salemba Medika.
M. Black, H. (2009). Keperawatan Medikal
Bedah. Jakarta: Salemba Medika.
Suratun, d. (2008). Klien Gangguan
Sistem Muskuloskeletal. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
Wilkinson. (2010). Buku Saku Diagnosis
Keperawatan. Jakarta: EGC.
FULL MATERI SILAHKAN DOWNLOAD LINK DI ATAS
Laporan Pendahuluan Dan Konsep Asuhan Keperawatan pada Osteoporosis
Reviewed by Nasirul ulum
on
November 27, 2018
Rating:
No comments: