BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Di Amerika Serikat, hemoroid adalah
penyakit yang cukup banyak terjadi, dimana pasien dengan umur 45 tahun yang
didiagnosis hemoroid mencapai 1.294 per 100.000 jiwa (Everheart, 2004). Sebuah
penelitian yang dilakukan di Iran menunjukkan sebanyak 48 persen dari pasien
yang menjalani prosedur sigmoidoskopi dengan keluhan perdarahan anorektal
memperlihatkan adanya hemoroid (Nikpour dan Asgari, 2008).
Hemoroid penyakit yang sering dijumpai dan telah ada sejak jaman dahulu. Sepuluh
juta orang di Indonesia menderita hemoroid
dengan prevalensi lebih dari 4%. Umur rata-rata penderita
hemoroid antara
45-65 tahun. Laki-laki dan
perempuan merupakan resiko yang sama. Rumah
Sakit Cipto Mangun Kusumo,
Jakarta tahun 2005 sekitar 39,6% mengalami hemoroid
sedangkan di Rumah
Sakit Bhakti Wira Tamtama Semarang pada tahun 2008 terdapat 252 kasus hemoroid
(Irawad, 2009).
Pada umumnya klien hemoroid tidak
mengetahui pentingnya makanan tinggi serat dan kebiasaan BAB yang tidak teratur
sering mengejan saat BAB. Penyebab hemoroid antara lain kongesti, peningkatan
tekanan intra abdominal misal karena adanya fibroma uteri, konstipasi,
kehamilan, tumorrectum, pekerjaan yang terlalu lama duduk, penyakit hati kronik
serta pengaruh hiprtensi portal yang bisa mengakibatkan terjadinya aliran balik
karena peningkatan vena portal dan sistemik.(smeltzer,2004).
Probosuseno tahun 2009 juga
menjelaskan, semua orang dapat terkena wasir. Namun yang paling sering adalah
multipara (pernah melahirkan anak lebih dari sekali). Insidensinya sekitar 5-35
% dari masyarakat umum dan terutama yang berusia lebih dari 25 tahun, dan
jarang terjadi di bawah usia 20 tahun kecuali wanita hamil.
Kesehatan dalam masyarakat sangatlah
penting dalam kehidupan. Petugas kesehatan
diharapkan menjadi sarana informasi
dan sebagai pelayanan yang baik. Kadang
masyarakat tidak sadar dalam kehidupan
sehari hari yang tidak benar misalnya posisi buang air besar yang salah
dan makan makanan yang kurang serat merupakan salah satu penyebab
dari hemoroid (Irawad, 2009).
Hemoroid sering dianggap sebagai
penyakit tumor anorectal yang tidak
berbahaya walapun diagnosa tersebut merupakan contoh namun
sering tidak tepat. Hemoroid merupakan penyakit yang cukup sering terjadi walaupun patogenesisnya
belum sepenuhnya dipahami
tetapi peranan kerusakan penyangga pembuluh darah hipertrofi
sfingter anus dan beberapa faktor pemburuk yang menyebabkan peningkatan tekanan intrarektum mempunyai kontribusi
untuk terjadinya hemoroid. Lingkaran
setan berupa protrusi pleksus
hemorroid yang akan meningkatkan tekanan sfinkterani kemudian menambah kongesti aliran darah dan menambah besar hemoroid (Djumhana, 2003).
Tanda dan gejala dari hemoroid adalah perdarahan
yang berwarana merah terang
saat defekasi, nyeri akibat inflamasi dan edema yang disebabkan oleh trombosis (hemoroid eskternal) dan rasa gatal pada daerah anus (Darmawan dan
Rahayuningsih, 2010).
Penatalaksanaan hemoroiddektomi merupakan salah satu terapi
bedah yang dipilih untuk penderita yang mengalami
keluhan menahun dan pada penderita
hemoroid derajat 3 dan
4 tetapi terpai bedah juga dapat dilakukan pada penderita dengan
perdarahan berulang dan anemia yang
tidak sembuh dengan cara terapi
lainnya dan pada hemoroiddektomi dilakukan sayatan dan jahitan sehingga setelah operasi dapat menimbulkan nyeri yang terus menerus (Sjamsuhidajat dan Jong, 2004).
B.
RUMUSAN MASALAH
1.
Bagaimana konsep Intra operasi?
2.
Bagaimana konsep teori pada kasus hemoroid?
3.
Bagaimana Asuhan keperawatan pada kasus hemoroid?
C.
TUJUAN
1.
Untuk mengetahui
konsep intra operasi
2.
Untuk mengetahui konsep teori pada kasus hemoroid
3.
Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada kasus hemoroid
BABII
KONSEP INTRA
OPERASI
A.
Peran Perawat Pada Fase Intra Operatif
1. Pemeliharaan Keselamatan
a. Atur posisi pasien
1) Kesejajaran fungsional
2) Pemajanan area pembedahan
3) Mempertahankan posisi sepanjang
prosedur operasi
b. Memasang alat grounding ke pasie
c. Memberikan dukungan fisik
d. Memastikan bahwa jumlah spongs, jarum
dan instrumen tepat
2. Pematauan
Fisiologis
a.
Memperhitungkan efek dari hilangnya atau masuknya cairan
secara berlebihan pada pasien
b.
Membedakan data kardiopumonal yang normal dengan yang
abnormal
c.
Melaporkan perubahan-perubahan pada nadi, pernafasan, suhu tubuh
dan tekanan darah pasien.
3. Dukungan Psikologis (sebelum
induksi dan jika pasien sadar)
a.
Memberikan dukungan emosional pada pasien
b.
Berdiri dekat dan menyentuh pasien selama prosedur dan
induksi
c.
Terus mengkaji status emosional pasien
d.
Mengkomunikasikan status emosional pasien ke anggota tim
perawatan kesehatan lain yang sesuai
4. Penatalaksanaan Keperawatan
a.
Memberikan keselamatan untuk pasien
b.
Mempertahankan lingkungan aseptik dan terkontrol
c.
Secara efektif mengelola sumber daya manusia.
B.
Prinsip-Prinsip Operatif
1. Prinsip
kesehatan dan baju operasi
a. Kesehatan yang baik sangat penting
untuk setiap orang dalam ruang operasi. Sehingga keadaan pilek, sakit
tenggorok, infeksi kulit, merupakan sumber organisme patogenik yang harus
dilaporkan;
b. Hanya baju ruang operasi yang bersih
dan dibenarkan oleh institusi yang diperbolehkan, tidak dapat dipakai di luar
ruang operasi;
c. Masker dipakai sepanjang waktu di
ruang operasi yang meminimalkan kontaminasi melalui udara, menutup seluruh
hidung dan mulut, tetapi tidak mengganggu pernafasan, bicara atau penglihatan,
menyatu dan nyaman;
d. Tutup kepala secara menyeluruh
menutup rambut (kepala dan garis leher termasuk cambang) sehingga helai rambut,
jepitan rambut, penjepit, ketombe dan debu tidak jatuh ke dalam daerah steril;
e. Sepatu sebaiknya nyaman dan
menyangga. Bakiak, sepatu tenis, sandal dan bot tidak diperbolehkan sebab tidak
aman dan sulit dibersihkan. Sepatu dibungkus dengan penutup sepatu sekali pakai
atau kanvas;
f. Bahaya
kesehatan dikontrol dengan pemantauan internal dari ruang operasi meliputi
analisis sampel dari sapuan terhadap agens infeksius dan toksik. Selain itu,
kebijakan dan prosedur keselamatan untuk laser dan radiasi di ruang operasi
telah ditegakkan.
2. Prinsip
Asepsis Perioperatif
a.
Pencegahan komplikasi pasien, termasuk melindungi pasien
dari operasi;
b.
Ruang operasi terletak di bagian rumah sakit yang bebas dari
bahay seperti partikel, debu, polutan lain yang mengkontaminasi, radiasi, dan
kebisingan;
c.
Bahaya listrik, alat konduktifitas, pintu keluar darurat
yang bebas hambatan, dan gudang peralatan dan gas-gas anesthesia diperiksa
secara periodik.
C.
Protokol
1. Intra
operatif
Hanya personel yang telah melakukan
scrub dan memakai pakaian operasi yang boleh menyentuh benda-benda steril.
D.
Peraturan Dasar Asepsis Bedah
1. Umum
a. Permukaan atau benda steril dapat
bersentuhan dengan permukaan atau benda lain yang steril dan tetap steril;
kontak dengan benda tidak steril pada beberapa titik membuat area steril
terkontaminasi
b. Jika terdapat
keraguan tentang sterilitas pada perlengkapan atau area, maka dianggap tidak
steril atau terkontaminasi
c. Apapun yang
steril untuk satu pasien hanya dapat digunakan untuk pasien ini. Perlengkapan
steril yang tidak digunakan harus dibuang atau disterilkan kembali jika akan
digunakan kembali.
2. Personal
a.
Personel yang scrub tetap dalam area prosedur bedah, jika
personel scrub meninggalkan ruang operasi, status sterilnya hilang. Untuk
kembali kepada pembedahan, orang ini harus mengikuti lagi prosedur scrub,
pemakaian gown dan sarung tangan
b.
Hanya sebagian kecil dari tubuh individu scrub dianggap
steril; dari bagian depan pinggang sampai daerah bahu, lengan bawah dan sarung
tangan (tangan harus berada di depan antara bahu dan garis pinggang
c.
Suatu pelindung khusus yang menutupi gaun dipakai, yang
memperluas area steril
d.
Perawat instrumentasi dan semua personel yang tidak scrub
tetap berada pada jarak aman untuk menghindari kontaminasi di area steril
3. Penutup/Draping
a.
Selama menutup meja atau pasien, penutup steril dipegang
dengan baik di atas permukaan yang akan ditutup dan diposisikan dari depan ke
belakang
b.
Hanya bagian atas dari pasien atau meja yang ditutupi
dianggap steril; penutup yang menggantung melewati pinggir meja adalah tidak
steril
c.
Penutup steril tetap dijaga dalam posisinya dengan
menggunakan penjepit atau perekat agar tidak berubah selama prosedur bedah
d.
Robekan atau bolongan akan memberikan akses ke permukaan
yang tidak steril di bawahnya, menjadikan area ini tidak steril. Penutup yang
demikian harus diganti.
4. Pelayanan
Peralatan Steril
a.
Rak peralatan dibungkus atau dikemas sedemikian rupa
sehingga mudah untuk dibuka tanpa resiko mengkontaminasi lainnya
b.
Peralatan steril, termasuk larutan, disorongkan ke bidang
steril atau diberikan ke orang yang berscrub sedemikian rupa sehingga
kesterilan benda atau cairan tetap terjaga
c.
Tepian pembungkus yang membungkus peralatan steril atau
bagian bibir botol terluar yang mengandung larutan tidak dianggap steril
d.
Lengan tidak steril perawatan instrumentasi tidak boleh
menjulur di atas area steril. Artikel steril akan dijatuhkan ke atas bidang
steril, dengan jarak yang wajar dari pinggir area steril.
5. Larutan
Larutan steril dituangkan dari
tempat yang cukup tinggi untuk mencegah sentuhan yang tidak disengaja pada
basin atau mangkuk wadah steril, tetapi tidak terlalu tinggi sehingga
menyebabkan cipratan (bila permukaan steril menjadi basah, maka dianggap
terkontaminasi).
E.
Posisi Pasien Di Meja Operasi
Posisi pasien di meja operasi
bergantung pada prosedur operasi yang akan dilakukan, juga pada kondisi fisik
pasien. Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan adalah sebagai berikut.
1. Pasien harus dalam posisi senyaman
mungkin, apakah ia tertidur atau sadar
2. Area operatif harus terpajan secara
adekuat
3. Pasokan vaskuler tidak boleh
terbendung akibat posisi yang salah atau tekanan yang tidak tepat pada bagian
4. Pernapasan pasien harus bebas dari
gangguan tekanan lengan pada dada atau kontriksi pada leher dan dada yang
disebabkan oleh gaun
5. Saraf harus dilindungi dari tekanan
yang tidak perlu
6. Tindak kewaspadaan untuk keselamatan pasien harus
diobservasi, terutama pada pasien yang kurus, lansia atau obesitas
7. Pasien membutuhkan restrain tidak
keras sebelum induksi, untuk berjaga-jaga bila pasien melawan.
F.
Proses Keperawatan Dalam Fase Intra
Operatif
1.
Pengkajian
a. Gunakan
data dari pasien dan catatan pasien untuk mengidentifikasi variabel yang dapat
mempengaruhi perawatan dan yang berguna sebagai pedoman untuk mengembangkan
rencana perawatan pasien individual;
b. Identifikasi pasien
c. Validasi data
yang dibutuhkan dengan pasien
d. Telaah catatan pasien terhadap
adanya :
1) Informed yang
benar dengan tanda tangan pasien
2) Kelengkapan
catatan riwayat kesehatan dan pemeriksaan fisik
3) Hasil pemeriksaan diagnostic
4) Kelengkapan riwayat dan pengkajian
kesehatan
5) Checklist pra-operatif
a) Lengkapi pengkajian keperawatan
praoperatif segera
i)
Status fisiologi
Misalnya : tingkat sehat-sakit,
tingkat kesadaran)
ii)
Status psikososial
Misalnya : ekspresi kekhawatiran,
tingkat ansietas, masalah komunikasi verbal, mekanisme koping)
iii)
Status fisik
Misalnya : tempat operasi, kondisi
kulit dan efektifitas persiapan, pencukuran, atau obat penghilang rambut, sendi
tidak bergerak).
2.
Perencanaan
a. Menginterpretasi variabel-variabel
umum dan menggabungkan variabel tersebut ke dalam rencana asuhan;
1) Usia, ukuran, jenis kelamin,
prosedur bedah, tipe anesthesia, yang direncanakan, ahli bedah, ahli
anesthesia, dan anggota tim
2) Ketersediaan peralatan spesifik yang
dibutuhkan untuk prosedur dan ahli bedah
3) Kebutuhan medikasi non rutin,
komponen darah, instrumen, dll
4) Kesiapan ruangan
untuk pasien, kelengkapan pengaturan fisik, kelengkapan instrumen, peralatan
jahit, dan pengadaan balutan.
b. Mengidentifikasi aspek-aspek
leingkungan ruang operasi yang dapat secara negatif memperngaruhi pasien;
1) Fisik
a) Suhu dan kelembaban ruangan
b) Bahaya peralatan listrik
c) Kontaminan potensial (debu, darah,
dan tumpahan di lantai atau permukaan lain, rambut tidak tertutup,
kesalahan pemakaian baju operasi oleh personel, perhiasan yang dikenakan
personel, alas kaki yang kotor)
d) Hilir mudik yang tidak perlu.
2) Psikososial
a) Kebisingan
b) Kurang mengenal sebagai individu
c) Rasa diabaikan tanpa pengantar di ruang tunggu
d) percakapan yang tidak perlu.
3.
Intervensi
a. Berikan asuhan
keperawatan berdasarkan pada prioritas kebutuhan pasien;
1) Atur dan jaga
agar peralatan suction berfungsi dengan baik
2) Atur peralatan pemantauan invasive
3) Bantu saat
pemasangan jalur (arteri, CVP, IV)
4) Lakukan
tindakan kenyamanan fisik yang sesuai bagi pasien
5) Posisikan
pasien dengan tepat untuk prosedur anesthesia dan pembedahan, pertahankan
kelurusan tubuh sesuai fungsi
6) Ikuti tahapan dalam prosedur bedah
a) Lakukan scrub/bersihan dengan
terampil
b) Berespon terhadap kebutuhan pasien
dengan mengantisipasi peralatan dan bahan apa yang dibutuhkan sebelum
dimintaIkuti prosedur yang telah ditetapkan. Sebagai contoh :
i)
Perawatan dan pemakaian darah dan
komponen darah
ii)
Perawatan dan penanganan spesimen, jaringan dan kultur
iii)
Persiapan kulit antiseptic
iv)
Pemakaian gown operasi sendiri, membantu ahli bedah
menggunakan gown
v)
Membuka dan menutup sarung tangan
vi)
Menghitung : kasa, instrumen, jarum, khusus
vii)
Teknik aseptic
viii)
Penatalaksanaan kateter urine
ix)
Penatalaksanaan drainage/balutan
7) Komunikasikan situasi yang merugikan
pada ahli bedah, ahli anesthesia, atau perawat yang bertanggung jawab, atau
bertindak yang tepat untuk mengontrol atau menangani situasi
8) Gunakan
peralatan secara bijaksana untuk menghemat biaya
9) Bantu ahli
bedah dan ahli anesthesi untuk menerapkan rencana perawatan mereka.
b. Bertindak sebagai advokat pasien
1) Berikan privasi fisik
2) Jaga kerahasiaan
3) Berikan keselamatan dan kenyamanan
fisik
c. Informasikan pasien mengenai
pengalaman intraoperative
1) Jelaskan segala
stimulasi sensori yang akan dialami pasien
2) Gunakan
ketrampilan komunikasi yang umum, mendasar untuk menurunkan ansietas pasien . Sebagai contoh :
a) Sentuhan
b) Kontak mata
c) Tenangkan pasien bahwa anda akan
hadir di ruang operasi
d) Penenangan verbal yang realistic
d. Koordinasikan aktivitas bagi
personel lain yang terlibat dalam perawatan pasien;
1) X-ray, laboratorium, unit perawatan
intensif, unit keperawatan bedah
2) Teknisi : gips, petugas
laboratorium, dll
3) Farnakolog
4) Personel ruang
operasi tambahan dan staf nonprofesional.
e. Operasionalkan
dan atasi semua masalah peralatan yang umumnya digunakan di ruang operasi dan
tugaskan layanan khusus (termasuk autoklaf)
f. Ikut serta dalam konferensi
perawatan pasien
g. Dokumentasikan semua observasi dan
tindakan yang sesuai dalam format yang dibutuhkan, termasuk catatan pasien
h. Komunikasikan baik verbal dan
tertulis, dengan staf ruang pemulihan dan staf keperawatan bedah rawat jalan
(yang terkait) mengenai status kesehatan pasien saat pemindahan dari ruang
operasi.
4.
Evaluasi
a. Mengevaluasi kondisi pasien dengan
cepat sebelum dikeluarkan dari ruang operasi, sebagai contoh :
respiratori
: bernafas dengan mudah (mandiri atau dibantu)
Kondisi kulit : warna baik,
tidak ada abrasi, luka bakar, memar3
Fungsi selang
invasif
: IV, drain,
kateter, NGT
(tidak ada kekakuan atau obstruksi, berfungsi secara normal)
letak bantalan grounding
: kondisi baik
balutan
: adekuat untuk drainage, terpasang dengan baik, tidak
terlalu ketat, dst
b. Ikut serta dalam mengidentifikasi
praktik perawatan pasien yang tidak aman dan menanganinya dengan baik
c. Ikut serta dalam mengevaluasi keamanan
lingkungan, contoh : peralatan, kebersihan
d. Melaporkan dan
mendokumentasikan segala perilaku dan masalah yang merugikan
e. Menunjukkan pemahaman tentang prinsip asepsis dan praktik
keperawatan teknis
f. Mengenali
tanggung gugat legal dari keperawatan perioperatif.
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
PASIEN HEMOROID
A.
KONSEP TEORI
1.
DEFINISI
Hemoroid adalah bagian vena yang
berdilatasi dalam kanal anal. Hemoroid sangat umum terjadi. Pada
usia lima puluhan, lima puluh persen individu mengalami berbagai tipe
hemoroid berdasarkan luasnya vena yang terkena. Kehamilan diketahui
mengawali atau memperberat adanya hemoroid (Smeltzer, 2002).
Hemoroid merupakan pelebaran dan
inflamasi pembuluh darah vena di daerah anus yang berasal dari plexus
hemorrhoidalis. Di bawah atau diluar linea dentate pelebaran vena yang
berada di bawah kulit (subkutan) disebut hemoroid eksterna. Sedangkan diatas
atau di dalam linea dentate, pelebaran vena yang berada di bawah mukosa
(submukosa) disebut hemoroid interna( Sudoyo, 2006).
Hemoroid adalah bagian vena yang
berdilatasi dalam kanal anal. Hemoroid sangat umum terjadi. Pada usia 50-an,
50% individu mengalami berbagai tipe hemoroid berdasarkan luasnya vena yang
terkena. Kehamilan diketahui mengawali atau memperberat adanya hemoroid.
(Brunner & Suddarth, 2002)
Hemoroid adalah bagian vena yang
berdilatasi dalam kanal anal. Hemoroid internal yaitu hemoroid yang terjadi
diatas spingter anal sedangkan yang muncul di spingter anal disebut hemoroid
eksternal. ( Suzanne C. Smeltzer, 2006 )
Hemoroid bisa mengalami peradangan,
menyebabkan terbentuknya bekuan darah (trombus), perdarahan atau akan membesar
dan menonjol keluar. Wasir yang tetap
berada di anus disebut hemoroid interna (wasir dalam) dan wasir yang keluar
dari anus disebut hemoroid eksterna (wasir luar).
Berdasarkan letak terjadinya hemoroid dibedakan dalam dua
klasifikasi, yaitu :
a.
Hemoroid Eksterna
Hemoroid eksterna diklasifikasikan sebagai akut dan kronis.
Bentuk akut berupa pembengkakan bulat kebiruan pada pinggir anus dan sebenarnya
merupakan hematoma, bentuk ini sering sangat nyeri dan gatal karena ujung –
ujung saraf pada kulit merupakan reseptor nyeri. Hemoroid eksterna kronik atau
skin tag berupa satu atau lebih lipatan kulit anus yang terdiri dan jaringan
penyambung dan sedikit pembuluh darah.
b.
Hemoroid Interna
1)
Derajat I : terjadi pembesaran hemoroid yang tidak
prolaps keluar kanal anus. Hanya dapat dilihat dengan anorektoskop.
2)
Derajat II :
pembesaran hemoroid yang prolaps dan menghilang atau masuk sendiri ke dalam
anus secara spontan setelah selesai BAB.
3)
Derajat III :
pembesaran hemoroid yang prolaps
dapat masuk lagi ke dalam anus dengan bantuan dorongan jari.
4)
Derajat IV : prolaps hemoroid yang permanen, rentan dan
cenderung untuk mengalami thrombosis atau infark
2.
ETIOLOGI
Faktor risiko terjadinya hemoroid
antara lain faktor mengedan pada buang air besar yang sulit, pola
buang air besar yang salah (lebih banyak memakai jamban duduk, terlalu lama
duduk di jamban sambil membaca, merokok), peningkatan tekanan intra
abdomen, karena tumor (tumor usus, tumor abdomen), kehamilan
(disebabkan tekanan janin pada abdomen dan perubahan hormonal), usia tua,
konstipasi kronik, diare kronik atau diare akut yang berlebihan, hubungan seks
peranal, kurang minum air, kurang makan- makanan berserat (sayur dan buah),
kurang olahraga/imobilisasi. (Sudoyo, 2006)
Faktor penyebab hemoroid dapat
terjadi karena kebiasaan buang air besar tidak tentu dan setiap kali berak
mengedan terlalu keras, terlalu lama duduk sepanjang tahun, infeksi, kehamilan
dapat merupakan faktor-faktor penyebab hemoroid. (Oswari, 2003)
Faktor predisposisi terjadinya
hemoroid adalah herediter, anatomi, makanan, pekerjaan, psikis, dan
senilitas. Sedangkan sebagai faktor presipitasi adalah faktor mekanis (kelainan
sirkulasi parsial dan peningkatan tekanan intra abdominal), fisiologis dan
radang.Umumnya faktor etiologi tersebut tidak berdiri sendiri tetapi saling
berkaitan. (Mansjoer, 2000)
3.
PATOFISIOLOGI
Hemoroid timbul akibat kongesti vena
yang disebabkan oleh gangguan aliran balik dari vena hemoroidalis.
Telah diajukan beberapa faktor etiologi yaitu konstipasi, diare, sering
mengejan, kongesti pelvis pada kehamilan, pembesaran prostat, fibroid uteri,
dan tumor rektum. Penyakit hati kronis yang disertai hipertensi portal sering
mengakibatkan hemoroid, karena vena hemoroidalis superior mengalirkan
darah ke sistem portal. Selain itu system portal tidak mempunyai katup,
sehingga mudah terjadi aliran balik.
Hemoroid dapat dibedakan atas
hemoroid eksterna dan interna. Hemoroid eksterna di bedakan sebagai
bentuk akut dan kronis. Bentuk akut berupa pembengkakan bulat kebiruan
pada pinggir anus dan sebenarnya merupakan suatu hematoma, walaupun
disebut sebagai hemoroid thrombosis eksternal akut. Bentuk ini sering
terasa sangat nyeri dan gatal karena ujung- ujung saraf pada kulit merupakan
reseptor nyeri. Kadang-kadang perlu membuang trombus dengan anestesi
lokal, atau dapat diobati dengan “kompres
duduk” panas dan analgesik. Hemoroid eksterna kronis atau skin tag biasanya merupakan sekuele dari hematom akut.
Hemoroid ini berupa satu atau lebih lipatan kulit anus yang terdiri dari
jaringan ikat dan sedikit pembuluh darah. (Price, 2005)
Hemoroid interna dibagi berdasarkan
gambaran klinis atas : derajat 1, bila terjadi pembesaran hemoroid
yang tidak prolaps keluar kanal anus, hanya dapat dilihat dengan anorektoskop.
Derajat 2, pembesaran hemoroid yang prolaps dan menghilang atau masuk
sendiri ke dalam anus secara spontan. Derajat 3, pembesaran hemoroid yang
prolaps dapat masuk lagi ke dalam anus dengan bantuan dorongan jari.
Derajat 4, prolaps hemoroid yang permanen. Rentan dan cenderung untuk mengalami
thrombosis dan infark. (Sudoyo, 2006)
4.
MANIFESTASI
KLINIS
Hemoroid menyebabkan rasa gatal dan nyeri, dan sering
menyebabkan perdarahan berwarna merah terang pada saat defekasi.
Hemoroid eksternal dihubungkan dengan nyeri hebat akibat inflamasi dan edema yang
disebabkan oleh thrombosis. Thrombosis adalah pembekuan darah dalam
hemoroid. Ini dapat menimbulkan iskemia pada area tersebut dan nekrosis.
Hemoroid internal tidak selalu menimbulkan nyeri sampai hemoroid ini membesar
dan menimbulkan
perdarahan atau prolaps. (Smeltzer, 2002)
5.
PENATALAKSANAAN
Gejala hemoroid dan ketidaknyamanan
dapat dihilangkan dengan hygiene personal yang baik dan
menghindari mengejan berlebihan selama defekasi. Diet tinggi serat yang
mengandung buah dan sekam mungkin satu- satunya tindakan yang diperlukan;
bila tindakan ini gagal, laksatif yang berfungsi mengabsorpsi air saat
melewati usus dapat membantu.Rendam duduk dengan salep, dan supositoria yang
mengandung anestesi, astringen (witch hazel) dan tirah baring adalah
tindakan yang memungkinkan pembesaran berkurang.
Terdapat berbagai tipe tindakan nonoperatif untuk hemoroid. Fotokoagulasi inframerah, diatermi
bipolar, dan terapi laser adalah teknik terbaru yang digunakan untuk melekatkan mukosa ke otot yang mendasarinya.Injeksi larutan
sklerosan juga efektif untuk hemoroid berukuran kecil dan berdarah. Prosedur ini
membantu mencegah prolaps
Hemoroidektomi kriosirurgi adalah
metode untuk mengangkat hemoroid dengan cara membekukan jaringan
hemoroid selama waktu tertentu sampai timbul nekrosis. Meskipun hal ini
relatif kurang menimbulkan nyeri, prosedur ini tidak digunakan dengan luas
karena menyebabkan keluarnya rabas yang berbau sangat menyengat dan luka
yang ditimbulkan lama sembuhnya.
Metode pengobatan hemoroid tidak
efektif untuk vena trombosis luas, yang harus diatasi dengan bedah
lebih luas. Hemoroidektomi atau eksisi bedah, dapat dilakukan untuk mengangkat
semua jaringan sisa yang terlibat dalam proses ini. Selama pembedahan,
sfingter rektal biasanya didilatasi secara digital dan hemoroid diangkat dengan
klem dan kauter atau dengan ligasi dan kemudian dieksisi. Setelah prosedur
operatif selesai, selang kecil dimasukkan melalui sfingter untuk memungkinkan
keluarnya flatus dan darah; penempatan Gelfoan atau kasa Oxygel dapat
diberikan diatas luka kanal. (Smeltzer, 2002)
6.
KOMPLIKASI
Komplikasi hemoroid yang paling sering adalah perdarahan,
thrombosis, dan strangulasi. Hemoroid strangulasi adalah hemoroid
yang prolaps dengan suplai darah dihalangi oleh sfingter ani. (Price, 2005)
Komplikasi hemoroid antara lain :
a.
Luka dengan tanda rasa sakit yang hebat sehingga pasien
takut mengejan dan takut berak. Karena itu, tinja makin keras dan makin
memperberat luka di anus.
b.
Infeksi pada daerah luka sampai terjadi nanah dan fistula
(saluran tak normal) dari selaput lendir usus/anus.
c.
Perdarahan akibat luka, bahkan sampai terjadi anemia.
d.
Jepitan, benjolan keluar dari anus dan terjepit oleh otot
lingkar dubur sehingga tidak bisa masuk lagi. Sehingga, tonjolan menjadi
merah, makin sakit, dan besar. Dan jika tidak cepat-cepat ditangani dapat
busuk. (Dermawan, 2010)
B.
KONSEP ASUHAN
KEPERAWATAN
1.
PENGKAJIAN
Menurut Doenges tahun 2000 pengkajian fokus keperawatan
hemoroidectomy
meliputi:
a. Aktivitas/ istirahat
Gejala
: Kelemahan, malaise.
b. Sirkulasi
Tanda:Takikardi
(nyeri ansietas), pucat (kemungkinan adanya perdarahan)
c. Eliminasi
Gejala
:Riwayat adanya hemoroid, ketidakmampuan defekasi (konstipasi), rasa tidak puas waktu defekasi.
Tanda
: Konstipasi (kerasnya) terdapat goresan darah atau nanah, keluar darah sesudah atau sewaktu defekasi,
perdarahan biasanya berwarna merah segar karena tempat perdarahan yang dekat. Hemoroid interna seringkali berdarah
waktu defekasi, sedangkan hemoroid eksterna jarang berdarah
d.
Makanan/ cairan
Gejala
: Anoreksia, mual dan muntah
e.
Nyeri/ kenyamanan
Gejala
: Terjadi saat defekasi, duduk dan berjalan
Tanda
: Terus menerus atau berjangka waktu, tajam atau berdenyut
f.
Keamanan
Gejala
: Gangguan dalam terapi obat yang mengakibatkan konstipasi
Tanda
: konstipasi
g.
Penyuluhan/ pembelajaran
Gejala
: Riwayat keluarga hemoroid, pola defekasi buruk
Rencana
pemulangan : perubahan pola makan yang buruk dengan tinggi serat, dapat memerlukan bantuan
dalam pengobatan dan aktifitas perawatan diri dan pemeliharaan,
perubahan rencana diit.
2.
DIAGNOSA
a.
Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan terputusnya
jaringan perifer.
b. Pola nafas tidak efektif berhubungan
dengan penurunan respon paru.
c.
Konstipasi berhubungan dengan peristaltik usus menurun
d.
Resiko infeksi berhubungan dengan adanya luka operasi di
daerah anorektal
e.
Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan spasme otot
karena takut gerak
f. Gangguan pola tidur berhubungan
dengan nyeri post hemoroidectomy
3.
INTERVENSI
a.
Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan terputusnya
jaringan perifer.
Tujuan
: Nyeri berkurang atau hilang setelah perawatan 2X24 jam dengan kriteria hasil : Skala nyeri 0-1,
Klien tampak rileks.
Intervensi
:
1) Kaji skala nyeri
Rasional
: menentukan tingkat nyeri, untuk menentukan tindakan yang tepat.
2) Ajarkan teknik relaksasi nafas
dalam.
Rasional
:untuk mengurangi rasa nyeri.
3) Beri posisi tidur yang nyaman.
Rasional
: untuk meningkatkan rasa nyaman.
4) Observasi tanda-tanda vital.
Rasional
: identifikasi dini komplikasi nyeri.
5) Berikan bantalan flotasi dibawah
bokong saat duduk.
Rasional
: menghindari penekanan pada daerah operasi.
6) Kolaborasi untuk rendam duduk
setelah tampon diangkat.
Rasional:kehangatan meningkatkan sirkulasi dan membantu menghilangkan ketidaknyamanan.
7) Kolaborasi untuk pemberian terapi
analgetik.
Rasional
: mengurangi nyeri
b. Pola nafas tidak efektif berhubungan
dengan penurunan respon paru.
Tujuan
: pola nafas kembali efektif.
Kriteria
hasil : pola nafas efektif, bunyi nafas normal.
Intervensi
:
1) Kaji frekuensi kedalaman pernafasan
Rasional
: mengetahui frekuensi pernafasan.
2) Beri posisi kepala lebih tinggi
Rasional
: memudahkan pernafasan.
3) Kolaborasi pemberian oksigen.
Rasional
: membantu memaksimalkan pernafasan.
c. Konstipasi berhubungan dengan
peristaltik usus menurun.
Tujuan
: konstipasi tidak terjadi.
Kriteria
hasil : klien dapat buang air besar secara rutin 1x sehari, feses tidak keras.
Intervensi
:
1) Anjurkan untuk mengkonsumsi makanan
yang mengandung serat.
Rasional
: serat dapat merangsang peristaltik dan eliminasi regular.
2) Anjurkan untuk banyak minum air
putih.
Rasional
: cairan yang banyak bertujuan untuk mempermudah defekasi.
3) Berikan huknah gliserin.
Rasional
: untuk membantu mempermudah buang air besar.
d. Resiko infeksi berhubungan dengan
adanya luka operasi di daerah anorektal.
Tujuan
: tidak terjadi infeksi setelah perawatan 2X24 jam.
kriteria
hasil : Luka sembuh dengan baik, tanda-tanda vital dalam batas normal
Intervensi
:
1) Observasi tanda-tanda vital
Rasional
: peningkatan nilai tanda-tanda vital merupakan indicator dini proses infeksi.
2) Berikan rendam duduk setiap kali
setelah buang air besar selama 1-2 minggu.
Rasional
: mematikan kuman penyebab infeksi.
3) Kaji daerah operasi terhadap
pembengkakan dan pengeluaran pus.
Rasional
: Merupakan tanda-tanda infeksi.
4) Ganti tampon setiap kali setelah
BAB.
Rasional
: mencegah infeksi.
5) Kolaborasi untuk pemberian terapi
antibiotik.
Rasional
: membunuh bakteri yang menyebabkan infeksi.
e. Gangguan mobilitas fisik berhubungan
dengan spasme otot karena takut gerak.
Tujuan
: Tidak terjadi gangguan mobilitas setelah dilakukan tindakan keperawatan 3X24 jam dengan
kriteria
hasil : Klien mampu melakukan aktifitas sesuai keadaan untuk
memenuhi kebutuhan sendiri, klien dapat mempertahankan posisi yang
fungsional.
Intervensi
:
1) Kaji kemampuan klien terhadap
aktivitas.
Rasional
: untuk mengetahui seberapa kemampuan klien dalam beraktivitas.
2) Anjurkan pada klien untuk
meningkatkan aktivitas secara bertahap.
Rasional
: untuk menghindari kekakuan pada otot.
3) Hindari duduk dengan posisi yang
tetap dalam waktu lama.
Rasional
: menghindari regangan pada anorectal
4) Ubah posisi secara periodik sesuai
dengan keadaan klien.
Rasional
: mencegah terjadinya luka dekubitus atau komplikasi kulit.
f. Gangguan pola tidur berhubungan
dengan nyeri post hemoroidectomy
Tujuan
: Istirahat tidur klien terpenuhi setelah dilakukan tindakan perawatan selama 3X24 jam dengan
kriteria
hasil : Pasien dapat tidur 6-8 jam setiap malam, Secara verbal
mengatakan dapat lebih rileks dan lebih segar
Intervensi
:
1) Lakukan kajian masalah gangguan
tidur pasien dan penyebab kurang tidur.
Rasional
: Memberikan informasi dasar dalam menentukan rencana perawatan.
2) Anjurkan makan yang cukup satu jam
sebelum tidur
Rasional
: Meningkatkan tidur.
3) Beri posisi yang nyaman.
Rasional
: Meningkatkan pola tidur.
4) Kolaborasi dalam pemberian analgetik
dan sedatif setengah jam sebelum tidur.
Rasional
: Mengurangi gangguan tidur.
(Wartonah,
2006)
BAB IV
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Perawatan
intra operatif dilaksanakan oleh tim pembedahan, pada umumnya beberapa hal
yang dilakukan diantaranya sebagai berikut.
1. Penggunaan baju seragam operasi,
penggunaan baju seragam operasi di desain secara khususn dengan harapan dapat
mencegah kontaminasi dari luar, dengan berprinsip semua baju diluar harus
diganti dengan baju operasi yang steril atau semua bagian atas steril harus
dimasukkan kedalam celana/harus menutupi pinggang untuk mengurangi keluarnya
bakteri, baju steril harus menutup daerah pinggang, kemudian menggunakan tutup
kepala, masker, sarung tangan dan clemek steril
2. Mencuci tangan sebelum operasi
3. Menerima pasien di daerah operasi
sebelum memasuki wilayah operasi pasien akan diterima diruang penerimaan
sebelum keruang operasi dengan cara meminta agar pasien menyebutkan
namanyaoperasi apa yang akan dilakukan kemudian cek nama, nomor, status
registrasi pasien, cek kembali berbagai hasil lab dan x-ray, persiapan darah
setelah dilakukan pemeriksaan silang dan golongan darah, cek alat protesa dll.
4. Pengiriman dan pengaturan posisi ke
kamar bedah, posisi yang dianjurkan pada umumnya antara lain terlentang,
telungkup, terdelenburg, lithotomi lateral dll.
5. Pembersihan dan persiapan kulit
pelaksaan ini bertujuan untuk membuat daerah yang akan dibedah bebas dari
kotoran lemak, kulit serta mengurangi adanya mikroba. Bahan yang digunakan
dalam pembersihan kulit ini harus memiliki spektrum kasiat, memiliki kecepatan
kasiata tau memilii potensi yang baik serta tidak menjadi menurun bila adanya
alkohol, sabun deterjen atau bahan organik lainnya.
6. Penutupan daerah steril, penutupan
daerah steril dengan menggunakan doek steril agar daerah seputar operasi tetap
steril dan mencegah berlalunya mikroorganisme antara daerah steril dan tidak.
7. Pelaksaanaan anastesi, Pelaksaanaan
anastesi ini dapat dilakukan dengan berbagai macam diantaranya anaestasi umum,
dengan cara inhalasi atau intra vena, anaestasi regional dengan cara membok
saraf, anaestasi lokal dll.
8. Pelaksanaan pembedahan, setelah
dilakukan anaestesi maka tim bedah akan melaksanakan sesuai dengan ketentuhan
pembedahan
Hemoroid adalah distensi vena di daerah anorektal.
Sering terjadi namun kurang diperhatikan kecuali kalau sudah menimbulkan nyeri
dan perdarahan. Istilah hemoroid lebih dikenal sebagai ambeien atau wasir oleh
masyarakat. Akibat dari adanya hemoroid adalah timbulnya rasa tidak nyaman.
Hemoroid bukan saja mengganggu aspek kesehatan, tetapi juga aspek kosmetik
bahkan sampai aspek sosial. Hemoroid mengakibatkan komplikasi,diantaranya
adalah terjadi anemia dan hipotensi. Hemoroid juga dapat menimbulkan cemas pada
penderitanya akibat ketidaktahuan tentang penyakit dan pengobatannya.
B.
Saran
Perlu
penyuluhan yang intensif tentang penyakit, proses penyakit dan pengobatannya
pada penderita hemoroid. Menginformasikan tentang pencegahan-pencegahan
terjadinya hemoroid dengan cara :
1.
Minum banyak air,
makan makanan yang
mengandung banyak serat (buah,
vitamin
K, dan vitamin B12, sayuran,
sereal, suplemen serat, dll) sekitar 20-25 gram sehari
2. Olahraga
3. Mengurangi
mengedan
4. Menghindari
penggunaan laksatif (perangsang buang air besar) Membatasi mengedan sewaktu
buang air besar.
5. Penggunaan
celana dalam yang ketat dapat mencetuskan terjadinya wasir dan dapat
mengiritasi wasir yang sudah ada.
6. Penggunaan
jamban jongkok juga sebaiknya dihindari
DAFTAR PUSTAKA
Doenges, et al. (2000). Rencana
Asuhan Keperawatan (terjemahan).Jakarta: PT EGC
Engram, Barbara. (1998). Rencana
Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Volume I (terjemahan).Jakarta: PT EGC.
Long, Barbara C. (1996). Perawatan
Medikal Bedah. Volume I. (terjemahan).Bandung: Yayasan Ikatan Alumni
Pendidikan Keperawatan Pajajaran.
Prince,
Sylvia A. & Lorraine M. Wilson. 2006. Patofisologi Konsep Klinis
Proses-Proses Penyakit. Jakarta. EGC.
Smeltzer,
Suzanne C. & Brenda G. Bare. 2002. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta. EGC.
Laporan Pendahuluan Dan Konsep Asuhan Keperawatan pada Hemoroid
Reviewed by Nasirul ulum
on
November 27, 2018
Rating:
No comments: