Laporan Pendahuluan Dan Konsep Asuhan Keperawatan pada gagal ginjal kronik.
Laporan
Pendahuluan Dan Konsep Asuhan Keperawatan pada
Gagal Ginjal
Kronik (Chronic Kidney Disesase)
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Gagal
ginjal kronik (GGK) merupakan masalah kesehatan masyarakat diseluruh dunia yang
menenpati urutan pertama masalah urologi
yang diikuti infeksi saluran kemih (ISK) dan Benigh Prostatic Hyperplasia (BPH) (Rahman, 2014). Pada gagal
ginjal kronik, ginjal tidak mampu untuk mempertahankan keseimbangan cairan dan
akumulasi sisa metabolisme sehingga menyebabkan penyakit ginjal stadium akhir (Sari, Purwanti &
Indrastuti, 2016). Pada gagal ginjal stadium akhir dapat menyebabkan berbagai komplikasi berat seperti penumpukan
cairan di paru atau edema paru, anemia, hiperlipidemia, penyakit jantung, osteodistrofi renal, gangguan keseimbangan asam-basa, malnutrisi
dan gangguan sistem saraf pusat (Nicolas, 2012)
Insiden
gagal ginjal kronis cukup tinggi dari tahun ke tahun. Menurut WHO tahun 2013
pasien GGK yang melakukan hemodialisis di dunia berjumlah 1,4 juta dengan
insiden pertumbuhan 8% per tahun (Oxtavia, Jumiani & Lestari, 2013). Gagal
ginjal kronik cenderung kurang tertangani secara baik banyak terjadi di negara
berkembang seperti di Indonesia, pada tahun 2015 Indonesia berada di urutan ke
empat sebagai negara terbanyak penderita gagal ginjal kronik dengan jumlah
penderita mencapai 16 juta jiwa (Sari, Purwanti & Indrastuti, 2016).
Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2013 prevalensi gagal
ginjal kronis dilihat dari diagnosis
dokter di provinsi Jawa Timur sebesar 0,3% dan tercatat pasien GGK pada tahun
2012 sebanyak 3.086 pasien. Sedangkan data dari Rekam Medik RSD
dr. Soebandi Jember di Ruang Adenium, penderita gagal ginjal kronik pada tahun
2014 sebanyak 17%, pada tahun 2015 sebanyak 7,8% dan pada bulan Januari - Juni
tahun 2016 sebanyak 14,9% (Rekam Medik RSD dr. Soebandi Jember, 2016).
Faktor penyebab terjadinya gagal ginjal kronis seperti glumerulonefritis
kronis, nefropati diabetik, nekrosis hipertensi, penyakit ginjal polikistik dan
pielonifritis kronis akan menyebabkan kerusakan struktur ginjal (Suharyanto
& Madjid, 2013). Hipertrofi nefron akibat akibat
kerusakan struktur ginjal akan menyebabkan terjadinya hiperfiltrasi yang diikuti peningkatan tekanan kapiler dan aliran
darah glumerulus. Proses ini
menyebabkan penurunan fungsi nefron
yang progresif sehingga terjadi
peningkatan renin-angiotensin-aldostreron.
Peningkatan aktivitas ini akan menyebab kan hipetensi, hiperglikemia
dan dislipidemia. Pada penurunan Gromerular filtration
rate (GFR) dibawah 30%
maka akan terjadi tanda gejala uremia
yang menyebabkan gangguan
keseimbangan cairan (Sudoyo, et al. 2010). Disamping itu ekskresi cairan dan natrium akan terganggu sehingga mengakibatkan ginjal tidak mampu dalam
mengkonsentrasikan atau mengencerkan urine sehingga dapat meningkatkan resiko
edema (Sari, Purwanti & Indrastuti, 2016).
Deteksi dini kerusakan ginjal sangat penting untuk memberikan
penatalaksanaan medis segera, sebelum terjadi kerusakan dan komplikasi lebih
lanjut (Hidayati, 2013). Prinsip terapi pasien GKK mengacu
pada terapi konservatif, simptomatik dan terapi pengganti ginjal.
Terapi konservatif meliputi diet
rendah protein, kebutuhan cairan bila ureum serum > 150 mg% kebutuhan cairan
harus adekuat agar jumlah deuresis mencapai 2 liter per hari, kebutuhan
elektrolit dengan pembatasan kadar kalium darah 3,5
– 5,5 mEq/lt. Sedangkan terapi simptomatik
untuk mengurangi asidosis metabolic dengan koreksi kalium, anemia dengan
transfusi darah dan mengurangi gejala uremia. Pada terapi pengganti ginjal
dapat dilakukan pada penyakit ginjal kronik
stadium 5, yaitu GFR kurang dari 15
ml/menit dengan terapi hemodialisa.
(Husna, 2010). Peran perawat dalam pembatasan cairan dan elektrolit
sangat penting karena mencegah terjadinya edema
dan komplikasi kardiovaskuler. Cairan
yang keluar melalui urine maupun insensible
water lose (IWL) yaitu sekitar 500-800 ml/hari (sesuai dengan luas permukaan
tubuh) harus di imbangi dengan intake 500-800 ml ditambah dengan jumlah urine
(Sudoyo, et al. 2010). Pembatasan cairan terbukti meningkatkan prognosa pasien
gagal ginjal kronis karena bertujuan mencegah terjadinya edema dan komplikasi
kardiovaskuler (Rahman, 2014). Oleh karena itu peneliti tertarik untuk
melakukan asuhan keperawatan pada pasien yang mengalami gagal ginjal kronik
dengan kelebihan volume cairan.
1.2 Batasan
Masalah
Masalah
pada kasus ini dibatasi pada asuhan keperawatan pada pasien yang mengalami
gagal ginjal kronis dengan kelebihan volume cairan di RSD dr. Soebandi Jember.
1.3 Rumusan
Masalah
Bagaimanakah
Asuhan Keperawatan pada Pasien yang mengalami Gagal Ginjal Kronik dengan
Kelebihan Volume Cairan Di Ruang Adenium RSD dr. Soebandi Jember ?
1.4 Tujuan
1.4.1
Tujuan
Umum
Melaksanakan
Asuhan Keperawatan pada Pasien Gagal Ginjal Kronik dengan Kelebihan Volume
Cairan di ruang Adenium RSD dr. Soebandi Jember
1.4.2
Tujuan
Khusus
1. Melakukan
pengkajian keperawatan pada Pasien Gagal Ginjal Kronik dengan Kelebihan Volume
Cairan di ruang Adenium RSD dr. Soebandi Jember
2. Menetapkan
diagnose keperawatan pada Pasien Gagal Ginjal Kronik dengan Kelebihan Volume
Cairan di ruang Adenium RSD dr. Soebandi Jember
3. Menyusun
perencanaan keperawatan pada Pasien Gagal Ginjal Kronik dengan Kelebihan Volume
Cairan di ruang Adenium RSD dr. Soebandi Jember
4. Melaksanakan
tindakan keperawatan pada Pasien Gagal Ginjal Kronik dengan Kelebihan Volume
Cairan di ruang Adenium RSD dr. Soebandi Jember
5. Melakukan
evaluasi keperawatan pada Pasien Gagal Ginjal Kronik dengan Kelebihan Volume
Cairan di ruang Adenium RSD dr. Soebandi Jember
1.5 Manfaat
1.5.1
Manfaat
Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan
dapat menambah pengetahuan tentang asuhan keperawatan pada pasien gagal ginjal
kronik dengan kelebihan volume cairan. Selain itu dapat juga untuk memperkaya
ilmu pengetahuan keperawatan. Hasil penelitian bisa dijadikan acuan perawat
melakukan tindakan dirumah sakit sehingga dapat meningkatkan pelayanan
kesehatan.
1.5.2
Manfaat
Praktis
1. Bagi
Perawat
Hasil penelitian ini
diharapkan dapat bisa dijadikan sebagai masukan untuk mengembangkan asuhan
keperawatan pada
pasien gagal ginjal kronik dengan kelebihan volume cairan
2. Bagi
Rumah Sakit
Hasil penelitian ini
diharapkan dapat digunakan sebagai masukan baik pihak rumah sakit dalam
pengembangan asuhan keperawatan pada pasien gagal ginjal kronik dengan kelebihan volume
cairan
3. Institusi
Pendidikan
Hasil penelitian
diharapkan dapat di jadikan rujukan pengembangan ilmu dan berguna sebagai
referensi mahasiswa dalam melakukan asuhan keperawatan gagal ginjal kronik.
4. Bagi
Pasien dan Keluarga
BAB
2
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1
Konsep
Gagal Ginjal Kronik
2.1.1 Definisi
Gagal ginjal kronik adalah suatu keadaan klinis kerusakan ginjal yang
progresif dan ireversible dari berbagai penyebab (Suharyanto & madjid,
2013). Kerusakan tersebut terjadi lebih dari 3 bulan yang disertai kelainan
struktur dan fungsional ginjal dengan atau tanpa terjadi penurunan laju
filtrasi glumerulus (LFG) (Sudoyo, et al. 2010).
2.1.2 Etiologi
Menurut Suharyanto & madjid
(2013) penyebab gaga ginjal
kronik antara lain:
a. Glumerulonefritis
kronis
b. Nefropati
diabetik
c. Nekrosis
hipertensif
d. Penyakit
ginjal polikistik
e. Pielonefritis
kronis dan nefritis intestinal
Menurut
Sudoyo, et al., (2010) klasifikasi penyakit gagal ginjal atas dasar diagnosis
etiologi antara lain:
Tabel
2.2 Klasifikasi penyakit gagal ginjal kronis atas dasar diagnosis etiologi
Penyakit
|
Tipe mayor
|
Penyakit ginjal diabetes
|
Diabetes tipe 1 dan 2
|
Penyakit ginjal non diabetes
|
Penyakit glumerular (penyakit autoimun, infeksi sistemik, obat,
neoplasia)
Penyakit vaskuler (penyakit pembuluh darah besar, hipertensi,
mikroangiopati)
Penyakit tubulointestinal (pielonefritis kronis, batu, obstruksi,
keracunan obat)
Penyakit kistik (ginjal polikistik)
|
Penyakit pada transplantasi
|
Rejeksi kronik
Keracunan obat (siklosporin/takrolimus)
Penyakit recurrent (glumerular)
|
(Sumber: Sudoyo et
al.,2010:1036).
2.1.3 Manifestasi
Klinis
Menurut
Brunner & Studarth (2014) tanda dan
gejala klinis pada gagal ginjal kronis dikarenakan gangguan yang bersifat
sistemik. Kerusakan ginjal akan mengakibatkan gangguan keseimbangan sirkulasi
dan vasomotor. Tanda dan gejala tersebut antara lain:
a. Pitting
edema (kaki, tangan, sakrum), edema periorbital
b. Kulit
kering dan priuritas
c. Sesak
napak, takipnea, pernapasan
kusmaul
d. Ulserasi
dan pendarah mulut, napas bau amoniak, konstipasi, diare, mual dan muntah
e. Kelemahan
atau keletihan, konfusi
f. Kram
otot, kehilangan kekuatan otot, nyeri tulang
g. Penurunan
libidio
h. Anemia
dan trombositopenia
2.1.4 Klasifikasi
Menurut
Ketut (2010) klasifikasi gagal ginjal kronik di dasarkan atas dua hal yaitu
atas derajat penyakit dan atas dasar diagnosis etiologi. Klasifikasi derajat
penyakit di buat atas dasar LFG, yang dihitung menggunakan rumus
Kockeroft-Gault sebagai berikut:
LFG
(ml/menit/1,73m3) = ((140-umur)xBB) : (72x Kreatinin Serum)
Sedangkan
pada perumpuan hasil dikalikan 0,85
Tabel
2.1 Klasifikasi penyakit gagal ginjal kronik atas dasar derajat penyakit
Derajat
|
Penjelasan
|
LFG (ml/menit/1,7m3)
|
1
|
Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau meningkat
|
≥ 90
|
2
|
Kerusakan ginjal dengan LFG menurun ringan
|
60-89
|
3
|
Kerusakan ginjal dengan LFG menurun sedang
|
30-59
|
4
|
Kerusakan ginjal dengan LFG menurun berat
|
15-29
|
5
|
Gagal ginjal
|
< 15 atau dialisis
|
(Sumber:
Masriadi, 2016: 215).
2.1.5
Patofisiologi
Patofisiologi
gagal ginjal kronik pada awalnya tergantung penyakit yang mendasarinya. Selama
proses terjadinya penyakit ini akan terjadi pengurangan massa ginjal yang dapat
mengakibatkan terjadinya hipertrofi struktural dan fungsional nefron (Suharyanto & Madjid, 2013). Hal
ini mengakibatkan hiperfiltrasi yang diikuti oleh peningkatan tekanan kapiler
dan aliran darah glumerulus yang menyebabkan proteinuria. Hal ini mengakibatkan
terjadinya maladaptasi berupa sklerosis nefron sehingga terjadi penurunan
fungsi nefron yang progresif (Sudoyo, et
al. 2010). Adanya aktifitas renin angiotensin
aldostreron yang ikut memberikan kontribusi terjadinya hiperfiltrasi, sklerosis
dan progresifitas tersebut. Beberapa hal yang dianggap berperan dalam
terjadinya progresifitas antara lain albuminuria, hipertensi, hiperglikemia dan
dyslipidemia (Sudoyo, et al., 2010).
Pada
stadium dini kehilangan daya cadang ginjal dengan keadaan LFG masih normal atau
malah meningkat. Tetapi secara perlahan akan terjadi penurunan fungsi nefron
yang progresif ditandai dengan peningkatan kadar urea dan kreatinin serum
(Susila et al., 2014).
Pada pasien dengan LFG 60% belum terjadi keluhan (asimtomatik) tetapi telah
terjadi peningkatan kreatinin serum dan urea. Pada LFG dibawah 30% mulai
terjadi keluhan nokturia, badan lemah, nafsu makan kurang dan penurunan berat
badan. Sampai LFG dibawah 30% akan memperlihatkan tanda dan gejala uremia
karena gangguan reabsorsi ginjal seperti anemia, hipertensi, gangguan
metabolisme kalsium dan pruritus. Sehingga pasien dapat mengalami gangguan
keseimbangan cairan seperti hipo atau hipervolemia serta gangguan keseimbangan
elektrolit antara lain natrium dan kalium. Ketika kerusakan ginjal semakin
berlanjut atau LFG dibawah 15% maka akan terjadi komplikasi yang lebih serius
sehingga memerlukan terapi pengganti ginjal antara lain seperti dialisis dan
transplantasi ginjal (Sudoyo, et al. 2010).
2.1.6 Komplikasi
Menurut
Pranata dan Prabowo (2014) karena
penyakit gagal ginjal bersifat ireversible maka akan menyebabkan gangguan pada
sistemik karena terjadi penurunan fungsi ginjal. Komplikasi
yang mungkin bisa terjadi antara lain:
1. Penyakit
kardiovaskuler
Ginjal sebagai kontrol
sistemik akan berdampak langsung terjadinya hipertensi, kelainan lipid, intoleransi
glukosa.
2. Anemia
Sekresi hormon
etiroproetin yang mengalami defisiensi di ginjal akan mengakibatkan penurunan
hemoglobin.
3. Disfungsi
seksual
Gangguan sirkulasi pada
ginjal akan menyebabkan penurunan libido dan terjadi impotensi pada pria serta
hiperprolaktinemia pada perempuan.
4. Penyakit
tulang
Hipokalsemia akan
secara langsung mengakibatkan dekalsifikasi matriks tulang sehingga dapat
terjadi osteoporosis dan jika berlangsung lama akanb mengakibatkan fraktur
patologis.
2.1.7 Pemeriksaan
Penunjang
Menurut
Sudoyo et al. (2010) pemeriksaan
penunjang yang dibutuhkan untuk menegakkan diagnosa gagal ginjal kronis antara
lain:
1. Gambaran
laboratoris
a. Sesuai
penyakit yang mendasarinya
b. Peningkatan
kadar ureum dan kreatinin serum
c. Kelainan
biokimia darah meliputi penurunan HB, peningkatan asam urat, hiper atau
hipokalemia, hiponatremia, hipo atau hiperkloremia
d. Kelainan
urinalisis meliputi proteinuria, hematuria
2. Gambaran
radiologis
a. Foto
polos abdomen, bisa tampak batu radio opak
b. Pielografi
intravena, jarang digunakan karena kekawatiran pengaruh toksik oleh kontras
terhadap ginjal
c. USG
ginjal, ukuran ginjal yang mengecil, korteks yang menipis, hidronefrosis.
3. Biopsi
dan histopatologi ginjal
Dilakukan pada pasien
yang ukuran ginjal masih mendekati normal yang bertujuan mengetahui etiologi,
menetapkan terapi, dan prognosis.
2.1.8 Penatalaksanaan
Menurut
Brunner & Studdart (2014) fungsi ginjal
yang rusak sulit untuk dilakukan pengembalian, maka tujuan dari penatalaksanaan
klien gagal ginjal kronis adalah mengoptimalkan fungsi ginjal yang masih ada. Penatalaksanaannya meliputi:
1. Penatalaksanaan
farmakologis
a. Hiperfosfatemia
dan hiperkalemia ditangani dengan pemberian agen pengikat fosfat dalam saluran
cerna
b. Hipertensi
ditangani dengan obat antihipertensi dan pengontrol tekanan intravaskuler
c. Edema
pulmonal ditangani dengan pembatasan cairan, diet rendah natrium, diuresis,
agen inotropik.
d. Observasi
kelainan neurologik
e. Anemia
ditangani dengan rekombinan eritoproetin
2. Terapi
diet
a. Pengaturan
cermat asupan protein, asupan cairan dan asupan natrium serta kalium
b. Pembatasan protein, yang diperbolehkan harus mengandung
nilai biologis yang tinggi (produk susu, keju, telur, dan daging).
c. Diet
cairan sebesar 500 hingga 600 ml dan tidak boleh lebih dari jumlah halauran
urin selama 24 jam.
d. Asupan kalori dan vitamin harus mamadai. Kalori yang
diberikan dalam bentuk karbohidrat dan lemak untuk mencegah pelisutan otot.
3. Dialisis
Dialisis membantu untuk
mengoptimalkan atau membantu fungsi ginjal. Umunya dilakukan untuk pasien yang tidak dapat
mempertahankan gaya hidup yang wajar dengan penanganan konservatif.
4.
Pentalaksanaan
keperawatan
a.
Kaji status cairan
dan identifikasi sumber potensi ketidakseimbangan cairan dengan penimbangan
berat badan setiap hari. Kolaborasi dengan medis jika terdapat perubahan lebih
dari 1,5 kg dalam 24 jam.
b.
Terapkan program
diet untuk menjamin asupan nutrisi yang memadai dan sesuai dengan batasan
regimen terapai.
c.
Dukung peran
positif dengan mendorong pasien untuk meningkatkan kemampuan perawatan diri dan
lebih mandiri.
d.
Berikan penjelasan
dan informasi kepada pasien dan keluarga terkait penyakit gagal ginjal kronik,
pilihan pengobatan, dan kemungkinan komplikasi.
e.
Berikan dukungan
emosional.
DAFTAR
PUSTAKA
Asmadi.
(2008). Konsep dan aplikasi kebutuhan
dasar klien. Yogyakarta: Salemba Medika.
Badan
Peneliti dan Pengembangan Kesehatan. (2013). Riset kesehatan dasar (riskedas 2013) Kementrian Republik Indonesia.
Jakarta. (http://www.litbang.depkes.go.id) Diakses Pada Tanggal 23 Februari
2017).
Baradero,
M., Dayrit, M.W., Siswadi, Y. (2009). Klien
gangguan ginjal: seri asuhan keperawatan. Jakarta: EGC.
Brunner & Struddart. (2014). Keperawatan medikal bedah.
Jakarta: EGC.
Damayanti, I.P., Pitriani, R., Ardhiyanti, Y.
(2014). Keterampilan Dasar Kebidanan 1. Yogyakarta: Deepublish
Publisher.
Hartono.
(2010). Patofisiologi: Aplikasi Pada
Praktik Keperawatan. Jakarta: EGC.
Hidayati,
W. (2013). Metode perawatan pasien
gangguan sistem perkemihan aplikasi konsep orem “self care deficite” dan studi
kasus. Jakarta: Prenademedia.
Husna,
C. (2010). Gagal ginjal kronis dan
penanganannya. Banda Aceh: Bagian Keperawatan Medikal Bedah Program Studi
Ilmu Keperawatan (PSIK) Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala Darussalam
Banda Aceh. Maret 12,
2017. http://jurnal.unimus.ac.id/index.php.
Isroni,
L., Istanti, Y.P., Soejono, S.K. (2013). Managemen
cairan pada pasien HD untuk meningkatkan kualitas hidup di RSUD Dr. Harjono Ponorogo. Muhammadiyah journal of nursing. Yogyakarta: Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta. Maret 16, 2017. http://journal.umy.ac.id/index.php.
Ketut
dalam Sudoyo, A.W., Setiyohadi, B., Alwi, I., Simadibrata, K.M., Setiati, S.
(2010). Buku ilmu penyakit dalam.
Jakarta: Internal Publising.
Kuniawati,
D.P., Widyawati, I.Y., Mariyanti, H. (2012). Edukasi
dalam meningkatkan kepatuhan intake cairan pasien penyakit ginjal kronik (PGK)
on hemodialisis. Surabaya:
Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga. Maret 16, 2017. http://journal.unair.ac.id
Lusianah, Indaryani, E.D., Suratun. (2012). Prosedur Keperawatan. Jakarta:
Trans Info Media.
Masriadi.
(2016). Epidemiologi Penyakit Tidak
Menular. Jakarta: CV Trans Info Media.
Nicolas,
Gede A. (2012). Terapi hemodialisis sustained
low efficiency daily dialysis pada pasien gagal ginjal kronik di ruang terapi intensif. Udayana: Bagian/SMF
Anestesiologi Dan Terapi Intensif, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana Rumah Sakit Sanglah Denpasar. Maret 12, 2017. http://download.portalgaruda.org/article.php
Oxtavia, V.,
Jumaini, Lestari. (2013). Hubungan citra
tubuh denga kualitas hidup pasien gagal ginjal kronik yang menjalani
hemodialisis. Riau: PSIK Universitas Riau. Maret 12, 2017. http://download.portalgaruda.org/article.php
Prabowo, E., Pranata, A.E. (2014). Buku ajar
asuhan keperawatan sistem perkemihan. Yogyakarta: Nuha Medika
Rahman,
A. (2014). Optimalisasi pembatasan cairan
pada pasien gagal ginjal kronis yang mendapatkan hemodialisa di RSUPN dr.Cipto
Mangunkusumo Jakarta. Depok: Universitas Indonesia. Maret 12, 2017. http://lib.ui.ac.id
Rekam Medik RSUD dr. Soebandi Jember. (2016).
Jember: RSUD dr. Soebandi Jember (http://jemberkab.go.id) diakses 29 Mei 2017.
Rendy, M.C., Margareth. (2012). Asuhan Keperawatan
Medikal Bedah dan Penyakit Dalam. Yogyakarta: Nuha Medika.
Sari, L.R ,
Purwanti, O.S., Indrastuti. (2016). Upaya
mencegah kelebihan volume cairan pada pasien ckd di rsud dr.soehadi prijonegoro.
Surakarta: Fakultas Ilmu Kesehatan Jurusan Keperawatan Universitas Muhammadiyah
Surakarta.
Maret 12, 2017. http://eprints.ums.ac.id
Sudoyo,
A.W., Setiyohadi, B., Alwi, I., Simadibrata, K.M., Setiati, S. (2010). Buku ilmu penyakit dalam. Jakarta:
Internal Publising.
Sugiyono. 2013. Metode Penelitian
Kuantitatif Kualitatif. Bandung : Alfabeta.
Suharyanto & Madjid, A. (2013). Asuhan keperawatan pada pasien dengan
gangguan sistem perkemihan. Jakarta: CV. Trans Info Media
Sunyono. 2011. Tehnik
wawancara dalam penelitian kualitatif. Surabaya: Fakultas Pendidikan Sains
Universitas Negeri Surabaya. Maret 24, 2017. https://sunyonoms.files.wordpress.com
Susila, A., Ganiajri, F., Lestari, P.P., Sari, R.W.A. (2014). Keperawatan medikal bedah. Jakarta:
Salemba Medika.
Suyanto
& Jihad, A. 2014. Cara Cepat Belajar
Menulis Karya Tulis Ilmiah. Yogyakarta: Multi Presindo.
Tamsuri,
A. (2009). Klien Gangguan Keseimbangan
Cairan dan Elektrolit. Jakarta: EGC.
LP dan Konsep Asuhan Keperawatan Gagal Ginjal Kronik (CKD)
Reviewed by Nasirul ulum
on
November 23, 2018
Rating:
No comments: